Mohon tunggu...
M Akram Basuki
M Akram Basuki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kunjungan UMKM Perempuan Krupuk Karak MarQueen di Malanggaten

8 Agustus 2022   12:05 Diperbarui: 8 Agustus 2022   12:20 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bertepatan hari Jumat, tanggal 29 Juli, mahasiswa KKN UPI kelompok 136 ditemani Ibu kepala desa Malanggaten melakukan kunjungan ke salah satu pelaku UMKM perempuan di Malanggaten, yaitu “krupuk karak MarQueen” yang dimiliki oleh ibu Dina.

Bu Dina telah menjalankan bisnis karak ini sejak tahun 2018, selain itu juga memiliki usaha lain yaitu sambal pecel, dan dapur katering, semuanya dengan menggunakan nama “MarQueen”. Nama MarQueen didapat dari nama kerabat Mar-, dan Queen yang berarti ratu.

Kunjungan tersebut ditujukan untuk melakukan silaturahmi, juga melakukan wawancara bagaimana proses pembuatan dan menanyakan pendapat seputar dengan tema kelompok KKN 136 yaitu “Desa Ramah Perempuan dan Anak”.

Bu Dina bercerita dulu kebanyakan karak yang dibuat di daerahnya ini menggunakan borak karena lebih ekonomis. Ketika ia sekolah BLK (Balai Latihan Kerja) selama 1 bulan, beliau mulai dari belajar membuat roti-pastry. Ia mendapat ide menjual karak dari temannya yang berjualan kripik. Lalu ia melakukan percobaan dan mencari informasi resep juga mengikuti komunitas dan pelatihan, sehingga menemukan bahan pengganti borak yaitu campuran pati kanji, bawang,dan garam. Garam dan bawang membuat rasa yang lebih gurih, dan menjadi rasa utama dari karak. Hasilnya adalah krupik karak non-borak yang gurih alami tanpa bahan pengawet dan micin.

Bentukan karak yang dibuat juga berbeda dengan karak yang biasa dijual di warung karena lebih kecil. Bu Dina berpendapat memang target pemasaran mencoba menggapai generasi yang lebih muda, dengan model karak yang lebih mudah dilahap ketimbang ukuran karak yang besar, jadi modelnya lebih mirip snack yang mudah dibawa kemana-mana.

Karak lalu dikeringkan dibawah sinar matahari tergantung dengan panas dan cuaca. Biasanya bisa selama setengah hari, juga jika kondisi berawan bisa sampai dua hari lamanya.

Dokpri
Dokpri

Karak dijual dengan tiga rasa utama, yaitu bawang, trasi, dan tumbal. Produk dikemas dalam wadah plastik yang rapih. Selain karak, Bu Dina juga menjual sambel pecel kemasan tanpa msg.

Dalam mengembangkan produknya Bu Dina juga bercerita pernah mengikuti pameran BI dan juga sempat mendapat masuk acara TV di siaran Indosiar. Usaha juga banyak terbantu keluarga dan pihak desa yang ikut memasarkan dan membantu mengembangkan usahanya. Pihak desa juga sering mengajaknya untuk mengikuti pelatihan-pelatihan dari maerketing sampai desain kemasan.

Bu Dina juga menambahkan, untuk preferensi beliau kurang mempertimbangkan sistem konsinyasi seperti yang di jual pusat oleh-oleh dan minimarket, dan lebih memilih sistem cash. Hal ini dikarenakan karak yang dijual biasanya dalam kondisi mentah. Karena tidak menggunakan pengawat, karak sendiri jika dijual matang bisa cepat basi. Karak Maqueen sendiri sudah dijual di pusat oleh-oleh dan kebanyakan pemesanan melalui wa (whatsapp).

Dokpri
Dokpri

Memang ketika pandemi Covid-19, usaha sempat menurun karena penjualan berkurang, karena itu Bu Dina sempat meninggalkan karak, dan membuat usaha lain seperti katering MarQueen. Pasca pandemi ini juga sudah mulai berjalan kembali.

Produksi dilakukan secara manual, dengan dibantu karyawannya. Walau bisa dibilang usaha mikro produksi bisa mencapai 10kg dengan resale 1 pak sebesar 10rb. Omset kotor penjualan bisa mencapai 30jt per bulan, tergantung jumlah pemesanan.

Dalam halnya mengenai pemberdayaan perempuan, Bu Dina memberi pendapat bahwa pada dasarnya perempuan desa itu mampu, ibu rumah tangga memiliki peran agar pendapatan suami itu cukup untuk satu keluarga. Oleh karenanya, sekarang banyak ibu rumah tangga yang berjualan sosis, bolu, usaha kecil-kecilan guna menambah pendapatan. Hal ini bertujuan juga menambah uang saku, terutama untuk anak-anak sekarang. Jadi tujuan pemberdayaan perempuan seperti ibu rumah tangga lebih untuk menambah uang saku keluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun