Bertepatan hari Jumat, tanggal 29 Juli, mahasiswa KKN UPI kelompok 136 ditemani Ibu kepala desa Malanggaten melakukan kunjungan ke salah satu pelaku UMKM perempuan di Malanggaten, yaitu “krupuk karak MarQueen” yang dimiliki oleh ibu Dina.
Bu Dina telah menjalankan bisnis karak ini sejak tahun 2018, selain itu juga memiliki usaha lain yaitu sambal pecel, dan dapur katering, semuanya dengan menggunakan nama “MarQueen”. Nama MarQueen didapat dari nama kerabat Mar-, dan Queen yang berarti ratu.
Kunjungan tersebut ditujukan untuk melakukan silaturahmi, juga melakukan wawancara bagaimana proses pembuatan dan menanyakan pendapat seputar dengan tema kelompok KKN 136 yaitu “Desa Ramah Perempuan dan Anak”.
Bu Dina bercerita dulu kebanyakan karak yang dibuat di daerahnya ini menggunakan borak karena lebih ekonomis. Ketika ia sekolah BLK (Balai Latihan Kerja) selama 1 bulan, beliau mulai dari belajar membuat roti-pastry. Ia mendapat ide menjual karak dari temannya yang berjualan kripik. Lalu ia melakukan percobaan dan mencari informasi resep juga mengikuti komunitas dan pelatihan, sehingga menemukan bahan pengganti borak yaitu campuran pati kanji, bawang,dan garam. Garam dan bawang membuat rasa yang lebih gurih, dan menjadi rasa utama dari karak. Hasilnya adalah krupik karak non-borak yang gurih alami tanpa bahan pengawet dan micin.
Bentukan karak yang dibuat juga berbeda dengan karak yang biasa dijual di warung karena lebih kecil. Bu Dina berpendapat memang target pemasaran mencoba menggapai generasi yang lebih muda, dengan model karak yang lebih mudah dilahap ketimbang ukuran karak yang besar, jadi modelnya lebih mirip snack yang mudah dibawa kemana-mana.
Karak lalu dikeringkan dibawah sinar matahari tergantung dengan panas dan cuaca. Biasanya bisa selama setengah hari, juga jika kondisi berawan bisa sampai dua hari lamanya.
Karak dijual dengan tiga rasa utama, yaitu bawang, trasi, dan tumbal. Produk dikemas dalam wadah plastik yang rapih. Selain karak, Bu Dina juga menjual sambel pecel kemasan tanpa msg.
Dalam mengembangkan produknya Bu Dina juga bercerita pernah mengikuti pameran BI dan juga sempat mendapat masuk acara TV di siaran Indosiar. Usaha juga banyak terbantu keluarga dan pihak desa yang ikut memasarkan dan membantu mengembangkan usahanya. Pihak desa juga sering mengajaknya untuk mengikuti pelatihan-pelatihan dari maerketing sampai desain kemasan.
Bu Dina juga menambahkan, untuk preferensi beliau kurang mempertimbangkan sistem konsinyasi seperti yang di jual pusat oleh-oleh dan minimarket, dan lebih memilih sistem cash. Hal ini dikarenakan karak yang dijual biasanya dalam kondisi mentah. Karena tidak menggunakan pengawat, karak sendiri jika dijual matang bisa cepat basi. Karak Maqueen sendiri sudah dijual di pusat oleh-oleh dan kebanyakan pemesanan melalui wa (whatsapp).