Mohon tunggu...
M Zulham T Maradjabesi
M Zulham T Maradjabesi Mohon Tunggu... Lainnya - Kepala Sub Bagian Umum KPPN Tahuna

Seorang ASN yang senantiasa mengasah keterampilan dan mengembangkan diri. Dalam perjalanan eksplorasi saya, menulis telah menjadi sarana kreatif yang memungkinkan saya untuk mengekspresikan ide-ide dan wawasan yang terpendam.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Trilogi Kehidupan: Renungan, Kehilangan dan Kebangkitan

8 Mei 2023   16:47 Diperbarui: 8 Mei 2023   17:10 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1. "Perenungan Ilahi: Misteri Keheningan Semesta"

Di antara cakrawala langit berarak,
Menguak hikayat sang Khalik yang hak,
Perenungan jiwa, terpaut angkasa,
Merenungkan Rabb yang tak terkira.

Larik bintang, melukiskan kanvas alam,
Menyibak rahasia dzat-Nya yang tak terjam,
Mengurai tabir, semesta tersirat,
Dalam dekapan kasih Ilahi yang amat.

Filosofi hidup, terurai benang kusut,
Mencari makna, di balik kain sang sut,
Suluh hati, mengejar keabadian,
Tersurat dalam kebeningan ketuhanan.

Transenden insan, melampaui nalar manusiawi,
Mengungkap hakekat Tuhan, dalam sunyi,
Keheningan semesta, berbisik lembut,
Nada yang langka, memuja ketuhanan yang mukt.

Puisi ini, sajak rindu yang terpendam,
Terhadap Sang Pencipta yang tak terjamam,
Dalam bahasa langka, mencipta lukisan jiwa,
Membawa kita pada cinta ketuhanan yang nirwa.

Maka, renungkanlah wahai jiwa yang merana,
Ketuhanan yang maha, tak terbatas hingga ana,
Biarlah langit menjadi saksi kekal,
Bahwa cinta-Nya takkan lekang oleh zaman.

2. "Kehilangan Kapitan: Air Mata di Peziarah Hati"

Tatkala embun pagi menyapa alam,
Sunyi menggema di hati yang kelam,
Telah tiada sosok yang mengasuh hati,
Ayah tercinta, bintang kehidupan abadi.

Langit mewariskan hujan sang rahmat,
Namun tak dapat menghentikan air mata yang jatuh di peziarah hati,
Terhumban dalam kehilangan yang terbata,
Ayah, penuntun dalam labirin kehidupan yang serba kelabu.

Di ufuk waktu, kenangan terukir halus,
Bagaikan pahatan marmar, tak ternoda usang,
Sedih yang tersirat dalam dada yang terluka,
Kehilangan sang kapitan, pelayaran hidup tanpa kompas.

Lilin kehidupan yang fana, perlahan redup,
Namun sumbu cinta akan abadi membara,
Dalam ruang hampa, tataplah langit yang terbentang,
Ayah, kehilanganmu adalah awan yang tak terjangkau.

Namun, dalam lantunan doa yang tersembunyi,
Semoga cahaya surgawi menyinari singgasana hati,
Biarlah kehilangan ini menjadi renungan,
Untuk mengikuti jejak langkah ayah yang mulia.

Takkan terhapus bayangan kehilangan yang mendalam,
Namun cinta dan kenangan bak permata abadi,
Menggema dalam doa dan hati yang tak terhingga,
Ayah, kau tetap menjadi sinar hidup yang tak pernah sirna.

3. "Labirin Ketidakpastian: Tarian Hidup dalam Bayangan Takdir"

Dalam labirin kehidupan yang tak pasti,
Berjalan di tepi jurang takhta ketidakpastian,
Hati terhuyung, menatap abstraksi masa depan,
Ketakutan berbisik, membisikkan bayangan kelam.

Di antara retakan kaca, mosaik nasib tak terpahami,
Merenung pada ketidakpastian, labirin yang berbelit,
Sedang di pintu kehidupan, tersembunyi tabir teka-teki,
Terkabur oleh megahnya tirai rahasia yang rapuh.

Menggenggam bayangan takdir yang belum terbentuk,
Cemas merajut nalar, sang pewaris langit yang suram,
Bagaikan selayar kapal, terombang-ambing badai amarah,
Ketakutan menggelayut dalam deras gelombang ketidakpastian.

Namun, dalam kegelapan ketakutan yang meresap,
Terbitlah cahaya harapan, semburat pelangi setelah hujan,
Melukiskan keberanian untuk menghadapi abstraksi takdir,
Menyibak kabut ketidakpastian, berjalan di jalan yang tak terhingga.

Ketakutan akan ketidakpastian hidup, nyata bagai bayangan,
Namun dalam perjuangan, tumbuh kekuatan cinta yang abadi,
Biarkan sang waktu menjadi penuntun langkah pasti,
Dalam tarian ketidakpastian, kita temukan makna kehidupan yang misteri.

4. "Feniks Harapan: Kebangkitan dari Kehilangan dan Kemenangan atas Ketidakpastian"

Di balik tirai malam yang kelam,
Terbitlah mentari kebangkitan dalam hati yang suram,
Bagaikan feniks dari abu kehilangan yang menyepi,
Menggapai cahaya keberhasilan, menyongsong hidup yang cerah.

Lepaskan belenggu kehilangan yang membelit,
Dalam debaran doa, terlahir kembali semangat yang terpatri,
Membelah kegelapan, mewujudkan impian terpendam,
Di medan perjuangan, bangkitkan tenaga dari kehampaan.

Tak lagi ketakutan meresap di relung jiwa,
Menatap ketidakpastian, dengan mata penuh keyakinan,
Menggenggam erat tangan harapan yang tiada henti,
Menyibak kabut masa depan, menapak jejak langkah pasti.

Dalam genggaman takdir, diraih keberhasilan yang dinanti,
Ketakutan dan kehilangan, kini sirna di bawah kaki,
Mengembara di padang kehidupan, dengan pedang keberanian,
Menaklukkan ketidakpastian, membentuk mahkota kemenangan.

Kebangkitan setelah kehilangan, kisah abadi dalam dada,
Mengukir kemenangan, menggenggam cinta yang tak terhingga,
Biarkan sang waktu menjadi saksi kejayaan yang tak terlupakan,
Dalam sinfoni keberhasilan, melupakan ketakutan masa lalu yang gelita. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun