Di ufuk waktu, kenangan terukir halus,
Bagaikan pahatan marmar, tak ternoda usang,
Sedih yang tersirat dalam dada yang terluka,
Kehilangan sang kapitan, pelayaran hidup tanpa kompas.
Lilin kehidupan yang fana, perlahan redup,
Namun sumbu cinta akan abadi membara,
Dalam ruang hampa, tataplah langit yang terbentang,
Ayah, kehilanganmu adalah awan yang tak terjangkau.
Namun, dalam lantunan doa yang tersembunyi,
Semoga cahaya surgawi menyinari singgasana hati,
Biarlah kehilangan ini menjadi renungan,
Untuk mengikuti jejak langkah ayah yang mulia.
Takkan terhapus bayangan kehilangan yang mendalam,
Namun cinta dan kenangan bak permata abadi,
Menggema dalam doa dan hati yang tak terhingga,
Ayah, kau tetap menjadi sinar hidup yang tak pernah sirna.
3. "Labirin Ketidakpastian: Tarian Hidup dalam Bayangan Takdir"
Dalam labirin kehidupan yang tak pasti,
Berjalan di tepi jurang takhta ketidakpastian,
Hati terhuyung, menatap abstraksi masa depan,
Ketakutan berbisik, membisikkan bayangan kelam.
Di antara retakan kaca, mosaik nasib tak terpahami,
Merenung pada ketidakpastian, labirin yang berbelit,
Sedang di pintu kehidupan, tersembunyi tabir teka-teki,
Terkabur oleh megahnya tirai rahasia yang rapuh.
Menggenggam bayangan takdir yang belum terbentuk,
Cemas merajut nalar, sang pewaris langit yang suram,
Bagaikan selayar kapal, terombang-ambing badai amarah,
Ketakutan menggelayut dalam deras gelombang ketidakpastian.
Namun, dalam kegelapan ketakutan yang meresap,
Terbitlah cahaya harapan, semburat pelangi setelah hujan,
Melukiskan keberanian untuk menghadapi abstraksi takdir,
Menyibak kabut ketidakpastian, berjalan di jalan yang tak terhingga.
Ketakutan akan ketidakpastian hidup, nyata bagai bayangan,
Namun dalam perjuangan, tumbuh kekuatan cinta yang abadi,
Biarkan sang waktu menjadi penuntun langkah pasti,
Dalam tarian ketidakpastian, kita temukan makna kehidupan yang misteri.