Mohon tunggu...
M. Hikmal Yazid
M. Hikmal Yazid Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tempurung Wajah

15 Desember 2023   20:40 Diperbarui: 15 Desember 2023   20:55 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Rapat Paripurna, kesekian kalinya akan perbedaan dalam argumen. Suasana di ruangan rapat begitu tegang, dengan anggota lembaga saling menatap satu sama lain. Juvan, seorang anggota lembaga, merasa terjepit dalam konflik ini. Ia ingin menyampaikan pandangannya, tetapi takut diabaikan atau ditolak oleh kepala lembaga."

Kepala lembaga, dengan nada tinggi, mengungkapkan keinginannya untuk mengencangkan kurikulum. Ia menentang program kerja yang tidak memiliki manfaat nyata. Juvan merasa tidak sepakat, tetapi ia ragu untuk menyuarakan pendapatnya.

"Kencangkan kurikulum, tak usahlah membuat program kerja yang tak berbau kemanfaatan," kata kepala lembaga dengan tegas.

Juvan melihat tatapan serius dari anggota lembaga lainnya. Ia mengernyitkan dahinya, mencoba mencari keberanian untuk berbicara. Ia merasa program pembelajaran di hari Sabtu harus disesuaikan dengan agenda yang lebih bermanfaat. Ia ingin mengalokasikan waktu tersebut untuk kegiatan ekstra yang dapat memberikan manfaat bagi siswa. Dedikasi Juvan terhadap lembaga dan kabupaten ini begitu besar.

Namun, kata-katanya hanya menimbulkan amarah kepala lembaga. Ia mulai memarahi Juvan tanpa henti. Juvan menerima semua celaan tersebut tanpa mempermasalahkannya. Ia tahu bahwa argumennya benar, terutama mengingat program kerja yang amburadul tahun sebelumnya.

"Sudah sampai mana ilmumu? Berani mereduksi saya di situasi rapat dengan staff yayasan. Kamu benci sama saya. Beres! Aku pergi sekarang," ujar kepala lembaga dengan marah.

Sementara kepala lembaga terkenal tanpa kompromi, Juvan mulai memahami keadaan yang ia hadapi. Kepala lembaga mencari situasi yang memungkinkan dia untuk memutuskan dengan tangan besarnya. Semua anggota lembaga sudah hapal dengan bacaan ritmis tubuh kepala lembaga tersebut.

Juvan mencoba menegur kepala lembaga dengan tegas mengenai program kerja di hari Sabtu. Namun, semakin ia berbicara, semakin tinggi api pertengkaran itu berkobar. Kepala lembaga terus memproklamirkan dirinya sebagai yang paling kompeten dalam hal PPDB. Apapun yang Juvan lakukan pada hari itu, tidak luput dari perhatian dan celaan kepala lembaga.

Puncaknya, Juvan memaparkan analisis SWOT di rapat kedua. Ia menggunakan pengetahuan dan pengalaman ketika masih menjadi anggota UKM. Paparannya mengubah suasana rapat. Argumennya menghujani kepala lembaga tanpa henti, menggantikan dominasi kepala lembaga sebelumnya.

"Tapi bagaimana jika sekolah ini tidak maju? Bisakah kamu menarik 200 siswa?" kata kepala lembaga dengan nada merendahkan.

Juvan tidak terpengaruh oleh nada merendahkan kepala lembaga tersebut. Ia tetap tenang dan menjawab dengan mantap, "Kepala lembaga, saya menghargai kekhawatiran Anda tentang perkembangan sekolah. Namun, dalam analisis SWOT yang saya paparkan, saya juga menyoroti beberapa peluang dan kekuatan yang dapat kita manfaatkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah ini. Saya percaya bahwa dengan memanfaatkan potensi yang ada dan mengadakan strategi yang tepat, kita dapat mencapai tujuan tersebut."

Juvan melanjutkan paparannya dengan menguraikan rencana aksi yang spesifik dan realistis untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Ia menyoroti pentingnya kolaborasi antara semua stakeholder, termasuk siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitar. Ia menekankan perlunya pengembangan kurikulum yang relevan, pembelajaran yang interaktif, serta pemberdayaan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

Meskipun kepala lembaga masih terlihat skeptis, beberapa anggota lembaga lainnya mulai tertarik dengan rencana aksi yang diajukan oleh Juvan. Mereka mengakui bahwa ada kelemahan dalam program kerja sebelumnya dan perlu adanya perubahan yang konkret.

Juvan melanjutkan, "Kami tidak boleh terjebak dalam paradigma lama yang tidak efektif. Pendidikan harus menjadi alat untuk membentuk generasi yang kreatif, kritis, dan berdaya saing. Dengan menghadirkan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan, serta memperhatikan potensi dan minat siswa, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang inspiratif dan memotivasi. Ini akan berdampak positif pada prestasi akademik dan pengembangan karakter siswa."

Setelah mendengarkan argumen Juvan dan melihat respons positif dari beberapa anggota lembaga, kepala lembaga mulai mempertimbangkan pendekatan yang lebih inklusif dan berpikiran terbuka. Ia menyadari bahwa dalam memajukan sekolah, diperlukan kerjasama dan pemikiran yang beragam.

"Baiklah, Juvan. Kita akan meninjau ulang program kerja dan menggali ide-ide yang telah Anda sampaikan. Mari kita bekerja sama untuk mencapai tujuan yang lebih baik bagi sekolah ini," kata kepala lembaga dengan nada yang lebih ramah.

Meskipun masih ada perbedaan pendapat di dalam lembaga, Juvan merasa lega bahwa suaranya didengar dan bahwa ada harapan untuk perubahan positif. Ia bertekad untuk terus berjuang demi meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah dan memastikan bahwa kepentingan siswa menjadi prioritas utama.

Saat Juvan sedang bersemangat merencanakan perubahan di sekolah, sebuah kejadian tak terduga mengguncang lembaga tersebut. Seorang kepala lembaga yang baru tiba dari luar negeri, Dr. Miranda, tiba-tiba muncul dan mengklaim dirinya sebagai kepala lembaga yang sah.

Dr. Miranda memiliki latar belakang yang mengesankan dan mengaku memiliki pengalaman dalam mengubah sekolah-sekolah lain di berbagai negara. Ia datang dengan visi baru yang tampaknya sangat berbeda dari yang Juvan ajukan.

Para anggota lembaga terkejut dan bingung, tidak tahu siapa yang sebenarnya menjadi kepala lembaga yang sah. Pertanyaan mengenai legitimasi Dr. Miranda mulai muncul, dan proses pengangkatannya pun dipertanyakan.

Situasi semakin rumit ketika Dr. Miranda menawarkan rencana aksi yang sangat berbeda dari yang diajukan oleh Juvan. Ia ingin menerapkan metode pembelajaran yang sangat ketat dan menekankan hasil akademik yang tinggi, bahkan dengan mengorbankan kreativitas dan minat siswa.

Anggota lembaga terbagi menjadi dua kubu: mereka yang mendukung Juvan dan rencana aksinya yang lebih holistik, dan mereka yang tertarik pada pengalaman dan prestasi Dr. Miranda.

Dalam upaya untuk menyelesaikan kebingungan ini, sebuah penyelidikan pun dilakukan. Hasil penyelidikan mengungkap fakta mengejutkan bahwa Dr. Miranda sebenarnya bukanlah kepala lembaga yang sah. Identitasnya terungkap sebagai seorang penipu yang menggunakan prestasi palsu dan latar belakang palsu untuk mengambil alih lembaga tersebut.

Dengan kebenaran terungkap, Dr. Miranda diusir dari lembaga tersebut, dan kepemimpinan tetap berada di tangan Juvan. Anggota lembaga yang sebelumnya terpecah menjadi dua kubu pun bersatu kembali, mengakui bahwa rencana aksi Juvan memiliki potensi nyata untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Setelah mengusir Dr. Miranda dan mengkonsolidasikan kekuatan di lembaga, Juvan dan anggota lembaga mulai bekerja sama dengan semangat yang baru. Mereka berkomitmen untuk menerapkan rencana aksi yang lebih holistik, yang menggabungkan pendekatan akademik yang kuat dengan pengembangan kreativitas dan minat siswa.

Berkat dedikasi dan kerja keras mereka, lembaga tersebut mengalami perubahan yang luar biasa. Prestasi akademik meningkat secara signifikan, tetapi yang lebih penting, siswa merasa terinspirasi dan terlibat dalam proses belajar. Mereka menemukan minat dan bakat mereka yang sebenarnya, dan belajar dengan semangat yang baru.

Berita tentang perubahan positif di lembaga tersebut menyebar dengan cepat, dan orang-orang dari luar pun tertarik untuk melihat apa yang telah mereka capai. Lembaga itu menjadi contoh inspiratif bagi sekolah-sekolah lain di wilayah tersebut, bahkan di seluruh negara.

Juvan, sebagai pemimpin yang gigih dan visioner, diberi pengakuan yang layak atas perubahan yang telah dia bawa. Dia menjadi pembicara dan konsultan pendidikan yang dicari banyak orang. Melalui pengalamannya, dia membagikan wawasan dan strategi kepada para pemimpin pendidikan lainnya, menginspirasi mereka untuk melihat pendidikan dengan perspektif yang lebih luas.

Setelah mengusir Dr. Miranda dan mengambil alih lembaga, Juvan dan anggota lembaga melihat bahwa keadaan sebenarnya lebih kompleks daripada yang mereka perkirakan. Mereka menyadari bahwa masalah pendidikan tidak bisa diatasi dengan satu tindakan drastis atau solusi instan.

Bertekad untuk membuat perubahan yang berarti, Juvan dan timnya mulai bekerja bersama siswa, guru, orang tua, dan komunitas lokal. Mereka mengadakan forum terbuka dan mendengarkan keluhan, aspirasi, dan ide dari semua pihak terkait. Dalam prosesnya, mereka menyadari bahwa pendidikan tidak hanya tentang kurikulum dan prestasi akademik, tetapi juga tentang kesejahteraan emosional dan perkembangan pribadi siswa.

Dengan semangat kolaboratif, mereka merancang program pendidikan yang menggabungkan pendekatan akademik yang solid dengan pendekatan yang lebih holistik. Mereka mendorong pembelajaran aktif, proyek kolaboratif, dan interaksi sosial yang sehat. Mereka juga memperkuat program pendukung emosional dan memberdayakan siswa untuk mengembangkan minat dan bakat mereka sendiri.

Sementara itu, mereka juga bekerja keras membangun kemitraan dengan organisasi masyarakat dan dunia usaha untuk menciptakan peluang belajar di luar kelas. Mereka menyadari pentingnya menghubungkan pendidikan dengan kehidupan nyata dan memberikan siswa pengalaman yang relevan dengan dunia kerja.

Perubahan-perubahan ini tidak datang dengan cepat atau tanpa tantangan. Mereka menghadapi hambatan administratif, resistensi dari beberapa anggota staf, dan skeptisisme dari masyarakat. Namun, mereka terus melangkah maju dengan tekad yang kuat, membuktikan bahwa mereka tidak hanya berbicara tentang perubahan, tetapi juga melakukannya dengan tindakan nyata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun