Juvan melanjutkan paparannya dengan menguraikan rencana aksi yang spesifik dan realistis untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Ia menyoroti pentingnya kolaborasi antara semua stakeholder, termasuk siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitar. Ia menekankan perlunya pengembangan kurikulum yang relevan, pembelajaran yang interaktif, serta pemberdayaan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
Meskipun kepala lembaga masih terlihat skeptis, beberapa anggota lembaga lainnya mulai tertarik dengan rencana aksi yang diajukan oleh Juvan. Mereka mengakui bahwa ada kelemahan dalam program kerja sebelumnya dan perlu adanya perubahan yang konkret.
Juvan melanjutkan, "Kami tidak boleh terjebak dalam paradigma lama yang tidak efektif. Pendidikan harus menjadi alat untuk membentuk generasi yang kreatif, kritis, dan berdaya saing. Dengan menghadirkan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan, serta memperhatikan potensi dan minat siswa, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang inspiratif dan memotivasi. Ini akan berdampak positif pada prestasi akademik dan pengembangan karakter siswa."
Setelah mendengarkan argumen Juvan dan melihat respons positif dari beberapa anggota lembaga, kepala lembaga mulai mempertimbangkan pendekatan yang lebih inklusif dan berpikiran terbuka. Ia menyadari bahwa dalam memajukan sekolah, diperlukan kerjasama dan pemikiran yang beragam.
"Baiklah, Juvan. Kita akan meninjau ulang program kerja dan menggali ide-ide yang telah Anda sampaikan. Mari kita bekerja sama untuk mencapai tujuan yang lebih baik bagi sekolah ini," kata kepala lembaga dengan nada yang lebih ramah.
Meskipun masih ada perbedaan pendapat di dalam lembaga, Juvan merasa lega bahwa suaranya didengar dan bahwa ada harapan untuk perubahan positif. Ia bertekad untuk terus berjuang demi meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah dan memastikan bahwa kepentingan siswa menjadi prioritas utama.
Saat Juvan sedang bersemangat merencanakan perubahan di sekolah, sebuah kejadian tak terduga mengguncang lembaga tersebut. Seorang kepala lembaga yang baru tiba dari luar negeri, Dr. Miranda, tiba-tiba muncul dan mengklaim dirinya sebagai kepala lembaga yang sah.
Dr. Miranda memiliki latar belakang yang mengesankan dan mengaku memiliki pengalaman dalam mengubah sekolah-sekolah lain di berbagai negara. Ia datang dengan visi baru yang tampaknya sangat berbeda dari yang Juvan ajukan.
Para anggota lembaga terkejut dan bingung, tidak tahu siapa yang sebenarnya menjadi kepala lembaga yang sah. Pertanyaan mengenai legitimasi Dr. Miranda mulai muncul, dan proses pengangkatannya pun dipertanyakan.
Situasi semakin rumit ketika Dr. Miranda menawarkan rencana aksi yang sangat berbeda dari yang diajukan oleh Juvan. Ia ingin menerapkan metode pembelajaran yang sangat ketat dan menekankan hasil akademik yang tinggi, bahkan dengan mengorbankan kreativitas dan minat siswa.
Anggota lembaga terbagi menjadi dua kubu: mereka yang mendukung Juvan dan rencana aksinya yang lebih holistik, dan mereka yang tertarik pada pengalaman dan prestasi Dr. Miranda.