Daftar Wakil Menteri:
1. Wakil Menteri Pertahanan: M Herindra
2. Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri): John Wempi Wetipo
3. Wakil Menteri Luar Negeri: Pahala Mansury
4. Wakil Menteri Agama: Saiful Rahmat Dasuki
5. Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham): Edward Omar Sharif Hiariej
6. Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu): Suahasil Nazara
7. Wakil Menteri Kesehatan: Dante Saksono
8. Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag): Jerry Sambuaga
9. Wakil Menteri Tenaga Kerja: Afriansyah Noor
10. Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang: Raja Juli Antoni
11. Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika: Nezar Patria
12. Wakil Menteri PDTT: Paiman Raharjo
13. Wakil Menteri BUMN: Kartika Wirjoatmodjo dan Rosan Roeslani
Dengan menunjuk menteri dan wakil menteri baru, Presiden berusaha memastikan tata kelola yang efektif, mengatasi tantangan saat ini, dan mendorong kemajuan dan kesejahteraan bangsa.
 Namun, penting bagi para pejabat yang baru ditunjuk ini untuk menjalankan tugas mereka dengan dedikasi, kompetensi, dan akuntabilitas yang tinggi, karena mereka akan memainkan peran penting dalam membentuk masa depan Indonesia.
Beberapa hal yang erlu kita soroti terhadap reshuffle kabinet Jokowi-Maruf pada Juli 2023.
1. Ketidakkonsistenan Visi dan Misi:
  Reshuffle kabinet terbaru terkesan tidak konsisten dengan visi dan misi yang telah ditetapkan sebelumnya.
 Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi beberapa perubahan dalam komposisi kabinet yang menunjukkan kurangnya konsistensi dalam pengembangan kebijakan jangka panjang. Misalnya, dalam periode 2019-2023, terjadi tiga reshuffle kabinet yang mengubah struktur dan anggota kabinet secara signifikan.
2. Ketimpangan Representasi:
 Reshuffle kabinet tidak mencerminkan representasi yang seimbang dari kelompok-kelompok masyarakat.
 Data mengenai komposisi kabinet menunjukkan bahwa terdapat ketimpangan dalam representasi gender dan representasi daerah tertentu. Misalnya, pada reshuffle terbaru, hanya terdapat satu menteri perempuan dari total 35 posisi menteri. Selain itu, beberapa daerah tertinggal mungkin tidak terwakili dengan baik dalam kabinet.
3. Kompetensi dan Pengalaman:
  Pemilihan menteri tidak selalu didasarkan pada kompetensi dan pengalaman yang relevan.
  Analisis terhadap latar belakang dan pengalaman para menteri yang baru dilantik dapat memberikan gambaran tentang apakah mereka memiliki pengetahuan dan keahlian yang sesuai untuk mengelola departemen atau kementerian yang mereka pimpin. Perbandingan pengalaman dan kualifikasi menteri sebelum dan setelah reshuffle dapat mengungkapkan apakah perubahan tersebut didasarkan pada pertimbangan yang memadai.
4. Kontinuitas Kebijakan:
  Reshuffle kabinet dapat mengganggu kontinuitas kebijakan pemerintah.
  Evaluasi kebijakan dan program-program yang dilakukan oleh menteri sebelum dan setelah reshuffle dapat membantu dalam menilai apakah adanya pergantian menteri berdampak pada perubahan kebijakan yang signifikan atau terganggunya implementasi kebijakan yang sedang berjalan dengan baik.
5. Transparansi dan Akuntabilitas:
  Proses reshuffle kabinet perlu didukung oleh transparansi dan akuntabilitas yang tinggi.
  Keterbukaan informasi mengenai alasan-alasan di balik perubahan menteri dan wakil menteri dapat memberikan kejelasan kepada publik. Selain itu, data mengenai kinerja menteri sebelum dan setelah reshuffle, termasuk pencapaian dan kegagalan, serta tingkat partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan, dapat menjadi indikator untuk menilai tingkat akuntabilitas pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H