Dengan adanya ketentuan baru ini, telah menyusutkan pasangan capres yang sebelumnya pada pemilu 2004 terdapat lima pasang calon, sedangkan pada pemilu 2009 hanya diikuti tiga pasang calon. Hasil dari pemilu ini, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono--Boediono berhasil mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto.
Pada pemilu 2014, tidak ada perubahan ketentuan besaran presidential threshold. Pada pemilu ini, hanya diikuti dua pasang calon yaitu pasangan Joko Widodo--Jusuf Kalla dan pasangan Prabowo Subianto--Hatta Rajasa. Jumlah ini kembali menyusut dimana pada pemilu 2009 ada tiga calon pasangan.
Kemudian pada pemilu 2019 pemerintah dan DPR kembali melakukan revisi Undang-Undang Pemilu. Akan tetapi pasal yang mengatur jumlah besaran presidential threshold tidak mengalami perubahan isi. Dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya. Pemilu 2019 lagi-lagi hanya diikuti dua pasang calon. yaitu duel ulang antara Joko Widodo melawan Parbowo Subianto yang berbeda hanya pasangan calon wakil presidennya.
Di Indonesia, presidential threshold atau ambang batas diberlakukan dengan tujuan untuk menciptakan pemerintahan yang stabil sehingga pemerintahan dapat berjalan dan tidak mengalami kesulitan dalam mengambil kebijakan dengan lembaga legislatif saat menjalankan pemerintahannya di kemudian hari. Aturan presidential threshold dianggap menjadi salah satu cara penguatan sistem presidensial melalui penyederhanaan partai politik. Merujuk pada maksud dan tujuan tersebut, terdapat kekeliruan dan pembelokan makna terkait presidential threshold.Â
Menurut Mark J. Payne dalam bukunya yang berjudul Democracies in Development: Politics and Reform in Latin America, dalam praktik ketatanegaraan di negara yang menganut sistem presidensial, presidential threshold adalah syarat seorang calon presiden untuk terpilih menjadi presiden, bukan syarat dukungan dalam pencalonan (Payne, Zovatto, and Diaz 2007). Pipit R. Kartawidjaja memaknai presidential threshold sebagai syarat seorang calon presiden untuk terpilih menjadi presiden.Â
Misalnya di Brazil 50 persen plus satu, di Ekuador 50 persen plus satu atau 45 persen asal beda 10% dari saingan terkuat; di Argentina 45% atau 40% asal beda 10% dari saingan terkuat dan sebagainya (Pipit R. Kartawidjaja 2014). Jika mengacu pada pendapat tersebut, pemberlakuan presidential threshold seharusnya bukan untuk membatasi pencalonan presiden, melainkan untuk menentukan presentase suara minimum seseorang untuk menjadi presiden.
Di Amerika Serikat (AS) misalnya, sebagai negara yang menjadi model sistem presidensialisme dunia, syarat untuk menjadi calon Presiden cukup sederhana. Mereka yang mencalonkan diri menjadi Presiden harus kelahiran AS, telah menetap di AS minimal 14 tahun, berumur minimal 34 tahun dan tidak pernah melakukan tindakan kriminal.Â
Tidak ada syarat lain yang mengharuskan calon berasal dari partai politik terlebih lagi syarat dukungan dari partai politik yang memiliki jumlah suara tertentu di kongres. Berkat persyaratan yang mudah ini, pada pemilihan Presiden Amerika tahun 2020, meskipun yang paling banyak diberitakan media hanya pertarungan antara Trump melawan Biden, namun sebetulnya Pilpres Amerika 2020 diikuti sebanyak 36 calon Presiden.Â
Contoh lainnya, Filipina negara yang letaknya tidak jauh dari Indonesia dan sama-sama menggunakan sistem presidensial yang mana Presidennya dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu. beberapa bulan yang lalu Filipina baru saja melakukan pemilihan Presiden dengan diikuti oleh 10 calon Presiden. Sama seperti Amerika, Filipina tidak menjadikan presdiential threshold sebagai syarat pencalonan Presiden. Di Filipina siapapun bisa mencalonkan diri menjadi Presiden secara perseorangan/independen.
Berbeda dengan negara yang menggunakan sistem presidensial lainnya, di Indonesia siapapun yang ingin mencalonkan diri menjadi presiden harus melewati jalan yang panjang. Ia harus lebih dulu menjadi anggota partai politik, lalu kemudian memastikan apakah partai politiknya memiliki cukup suara untuk mencapai ambang batas.Â
Presidential threshold 20% menjadi jalan terjal bagi partai-partai kecil untuk mencalonkan kadernya menjadi Presiden terlebih lagi bagi seseorang yang memilih untuk tidak berpartai. Aturan ini hanya menguntungkan partai-partai besar dan membuat pengaruh oligarki semakin meluas. Selain membatasi seseorang untuk menjadi calon Presiden, syarat ambang batas untuk pencalonan membuat potensi transaksional dalam pembentukan koalisi semakin besar. Partai-partai akan dipaksa berkoalisi hanya untuk memenuhi syarat aturan threshold.Â