"Pukulkan Ebra itu ke tubuh mereka."
Tanpa berpikir panjang, Teana berlari ke arah Shaheed, Almeera, Yazid dan Rajan. Masing-masing dari mereka kini telah menggenggam Ebra yang diberikan oleh Teana.
"Pukulkan Ebra ini ke tubuh mereka." teriak Teana.
Kelima orang itu mengangguk. Lalu mereka menyusup kedalam gerombolan pasukan Bangsa Bawah dan memukulkan Ebra ke tubuh mereka. Seketika itu juga, tubuh halus Bangsa Bawah berubah menjadi tubuh kasar. Dengan sekali kibasan Ebra, Bangsa Bawah tidak bisa berubah menjadi asap hitam pekat. Namun sebaliknya, tubuh mereka kini berubah menjadi gumpalan daging layaknya daging manusia, sehingga Teana dan pengikutnya bisa dengan mudah menghabisi Bangsa Bawah menggunakan pedang dan jambia mereka.
Pertempuran antara Bangsa Bawah dengan Bangsa Nabataea kini berjalan seimbang. Banyak Bangsa Bawah mati bersimbah darah. Darah mereka berwarna merah kecoklatan. Bukan merah seperti darah manusia. Aliran darah yang keluar perlahan menguap ke udara menjadi kepulan asap hitam pekat diiringi jerit tangis yang memilukan. Roh mereka kini telah hancur. Jasad mereka terhempas diatas padang pasir. Jasad yang seketika itu pula berubah wujud menjadi kerangka ular. Kerangka tak berdaging.
Dari atas sebuah batu cadas, Yodh menyaksikan kekalahannya. Kekalahan yang sangat menyakitkan. Kekalahan yang membuat harga dirinya jatuh. Harga dirinya seolah-olah diinjak oleh bangsa manusia.
Tak ingin berlama-lama dalam kekecewaan, Yodh merapalkan mantra sihirnya untuk membuka pintu gerbang dimensi waktu. Tiba-tiba langit yang semula cerah berubah menjadi gelap. Sebuah lingkaran hitam disertai kilatan cahaya menyambar-nyambar muncul diatas batu cadas itu. "Cepat kalian masuk. Waktu kita tidak banyak." teriak Yodh yang kemudian melompat masuk kedalam lubang itu. Teana mendengar teriakan Yodh. Ia mengalihkan pandangannya ke sebuah lubang hitam diatas batu cadas tak jauh dari tempatnya berdiri.
Sementara itu, para pengikut Teana mulai mengimbangi pertempuran. Teana bisa bernafas lega. Pertempuran kini berada dalam kendalinya. Sehingga ketika ia menyaksikan lubang hitam itu perlahan-lahan mulai menutup, ia segera berlari dan memanjat bukit batu cadas terdekat agar bisa melompat masuk kedalamnya.
"Teana... Kau mau kemana?" teriak Galata melihat Teana berada diatas bukit batu cadas.
"Aku akan merebut kembali patung Dewa Dhushara. Hanya ini satu-satunya jalan terakhir kita." teriak Teana.
"Tunggu, aku ikut denganmu." teriak Galata.