Mohon tunggu...
Choirul Rosi
Choirul Rosi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen yang hobi membaca buku dan novel

Cerita kehidupan yang kita alami sangat menarik untuk dituangkan dalam cerita pendek. 🌐 www.chosi17.com 📧 choirulmale@gmail.com IG : @chosi17

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Teana - Taw 2 (Part 28)

13 Oktober 2018   17:34 Diperbarui: 13 Oktober 2018   17:58 773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
diolah dari watpad.com

Matahari mulai naik, para penduduk bersiap -- siap untuk bekerja di kebun -- kebun anggur dan kurma di Kota Hegra. Kebun -- kebun itu nampak menghijau. Sangat menyenangkan bagi yang melihatnya. Empat bulan lagi kebun -- kebun itu sudah siap dipanen.

"Teana, ibu dan ayahmu akan berangkat bekerja. Kami tidak bisa menemanimu untuk pergi ke Kuil Qasr Al Binth. Hari ini banyak sekali pesanan anggur yang harus ibu kirim. Ajaklah Galata bersamamu." ucap Aairah tersenyum sambil memegang pundak Teana.

"Terimakasih Bu, nanti biar Almeera yang memanggil Galata kemari."

Tak lama kemudian...

"Nampaknya Almeera tak perlu melakukan itu. Lihatlah, Galata baru saja kembali dari kebun anggur." ucap ibunya sambil mengarahkan pandangannya kearah Galata yang sedang berjalan mendekati mereka bertiga dengan membawa sebuah keranjang kosong di punggungnya.

"Kami pergi dulu ya, jaga dirimu baik -- baik."

"Berhati -- hatilah dijalan Bu," balas Teana.

Setelah Almeera selesai mengemasi barang yang diperlukan dan Galata meletakkan kembali keranjang itu di tempatnya, akhirnya mereka berangkat bersama menuju Kuil Qasr Al Binth. Mereka cukup berjalan kaki menuju ke kuil itu karena letaknya tidak jauh dari rumah mereka. Teana dan Galata berjalan didepan dan Almeera mengikutinya dari belakang.

"Tuan, apakah nanti pendeta itu akan mengadakan ritual untuk Dewa..."

Mendadak Teana memotong perkataan Almeera...

"Almeera.... Bisakah kau ambilkan kantung air milikku? Aku sangat haus sekali."

"I... Iya Tuan, sebentar." ucap Almeera. Lalu ia meraih kantung  air didalam bungkusan kain yang ia bawa.

"Ini Tuan." ucap Almeera sambil memberikan kantung air itu kepada Teana.

"Mmm... Maaf Teana, maksud Almeera tadi apa? Kita pergi ke Kuil Qasr Al Binth untuk menghadiri ritual? Ritual untuk siapa?" tanya Galata penasaran.

"Oh... Ma... Maksud Almeera tadi adalah ritual untuk Dewi Allat. Ya... Ritual untuk Dewi Allat." jawab Teana sedikit gugup mengulangi perkataannya.

"Tapi tadi jelas -- jelas aku dengar Almeera mengucapkan kata Dewa..."

"Mu... Mungkin kau salah dengar. Almeera tadi sebenarnya  ingin menanyakan ritual untuk Dewi Allat. Karena Almeera melihat panen kurma dan anggur milik kita cukup melimpah di musim semi ini. Jadi Almeera ingin memberikan persembahan untuk Dewi Allat di Kuil Qasr Al Binth." ucap Teana sedikit gugup. Mata Teana tidak berhenti memandang mata Almeera. Almeera memahami maksud tanda yang diberikan oleh Tuannya itu. Almeera pun mengunci mulutnya.

***

Teana, Almeera dan Galata akhirnya tiba di Kuil Qasr Al Binth. Mereka bertiga memasuki kuil setelah membersihkan kaki dan mencuci tangan mereka di pancuran air yang ada didepan kuil. Air itu terasa sangat menyegarkan. Sebab dialirkan langsung dari Lembah Wadi Musa melalui pipa -- pipa kecil dari tanah liat kering yang dipasang di sepanjang jalur utama Kota Hegra. Kedatangan mereka disambut hangat oleh seorang pendeta kuil.

Teana meminta Almeera untuk mempersiapkan persembahan yang mereka bawa. Sedangkan Galata sedang sibuk melihat -- lihat suasana kuil yang telah lama tidak ia kunjungi dalam beberapa tahun terakhir ini. Pendeta kuil meninggalkan mereka bertiga untuk menyambut orang yang datang berdo'a kepada Dewa Dhushara. Suasana kuil tidak terlalu ramai. Dalam beberapa jam, kuil telah sepi pengunjung. Kesempatan ini tidak disia-siakan Teana. Ketika Galata memasuki ruangan kuil bagian dalam, Teana meminta Almeera untuk  mengeluarkan patung Dewa Dhushara yang asli. Lalu ia berdiri untuk mengambil patung Dewa Dhushara yang ada di Kuil Qasr Al Binth dengan patung yang asli. Ia menutupi patung itu dengan jubahnya. Sehingga tidak terlihat oleh orang -- orang disekitarnya. Patung yang palsu itu segera ia bungkus dengan kain putih. Pekerjaan itu tidak membutuhkan waktu lama, sebab patung Dewa Dhushara diletakkan didalam ceruk dinding yang tingginya bisa digapai oleh Teana dengan mudah. Teana merasa yakin bahwa para pendeta kuil tidak akan menaruh kecurigaan terhadap patung itu. Sebab kedua patung memiliki kemiripan satu sama lain. Baik dalam hal bentuk dan warnanya. Yang membedakan hanyalah lubang berbentuk segitiga di belakang patung. Hanya patung asli yang memiliki lubang berbentuk segitiga. Hati Teana merasa aman setelah ia meletakkan patung Dewa Dhushara yang asli di Kuil Qasr Al Binth.

***

Keesokan harinya, Taw dan beberapa orang pengikutnya merasa resah. Kekuatan yang mereka miliki kini tidak seperti dulu. Kemampuan berubah wujud yang mereka miliki hanya bisa bertahan hingga senja tiba. Ketika malam menjelang mereka berubah ke wujud asli mereka, yakni wujud singa seukuran manusia dewasa dengan ekor kalajengking dan sepasang tanduk kerbau diatas kepala mereka. Hal ini baru mereka sadari ketika Taw hendak keluar dari tendanya.

"Tuan.... Apa yang terjadi dengan tubuh Tuan?" tanya salah satu pengikut Taw saat malam menjelang.

Hal ini terjadi pula kepada pengikut Taw. Satu persatu pengikut Taw berubah wujud. Mereka semua dilanda kepanikan. Takut jika wujud asli mereka diketahui oleh para penduduk Kota Hegra. Sehingga mereka segera menutup pintu tenda mereka dan mencari jubah untuk menutupi tubuh mereka. Selama itu mereka tidak berani keluar tenda sebelum keadaan kota mulai sepi.

"Apa yang terjadi Tuan? Mengapa kita berubah ke wujud asli kita? Bukankah sudah tidak ada lagi ritual di Kuil Qasr Al Binth? Bukankah kekuatan kita telah mampu menandingi kekuatan Dewa Dhsushara?" tanya pengikut Taw panik.

"Kau salah..." jawab Taw pelan. Matanya menyipit. Pikirannya mulai bekerja.

"Maksud Tuan apa?"

"Ada sesuatu yang tidak beres disini." jawab Taw singkat.

Hingga tengah malam, Taw dan pengikutnya hanya berdiam diri didalam tendanya.  Setelah keadaan di sekelilingnya mulai sepi, mereka semua keluar dari tenda dan menuju jalan pintas untuk bersembunyi di gua yang dahulu pernah mereka gunakan. Gua yang sepi, gelap dan pengap.

"Ayo kita segera pergi ke gua itu. Cepat. Sebelum penduduk melihat wujud kita yang asli." perintah Taw.

"Ayo Tuan."

Taw dan beberapa pengikutnya akhirnya berjalan melewati jalan pintas. Mereka mendaki bukit batu yang curam untuk mencapai gua itu. dengan susah payah akhirnya mereka tiba disana tanpa diketahui oleh para penduduk Kota Hegra.

"Tuan... Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Mengapa kekuatan kita menjadi lemah seperti ini?"

"Aku tidak tahu. Tapi aku merasakan ada dua kekuatan besar yang sedang berada di kota ini. aku belum mengetahui dari mana kedua kekuatan itu berasal. Kita harus waspada akan kedua kekuatan itu." ucap Taw.

"Baik Tuan."

Malam itu bulan dalam keadaan bulat penuh. Bersinar terang menerangi Kota Hegra yang mulai sepi. Namun jauh diatas bukit batu cadas, Taw dan beberapa pengikutnya mengaum dengan suara yang memilukan. Suara auman mereka saling bersahut -- sahutan menggema didalam gua. Meratapi keadaan mereka yang lemah tak berdaya menghadapi kekuatan Dewa Dhushara.

***

Matahari mulai nampak memerah di atas langit Timur. Taw dan pengikutnya terbangun dari tidurnya semalam. Rasa lelah menjalar ke tubuh mereka. Energi mereka terkuras habis dalam semalam.

Setelah mengintai dari atas bukit dan memastikan bahwa tidak ada seorangpun dibawah sana, mereka mulai menuruni bukit terjal itu pelan -- pelan dengan sisa tenaga yang ada.

"Siang ini, ikutlah kau denganku ke pasar kota untuk membeli makanan. Persediaan makan kita mulai menipis. Kita butuh makanan untuk memulihkan energi kita."

"Baik Tuan."

***

Pagi itu Teana terlihat sibuk. Ia dibantu oleh Almeera untuk membawa beberapa bekal makanan yang akan mereka makan siang nanti.

"Ibu, kami sudah siap." ucap Teana dengan gembira.

"Apakah kau yakin?" tanya Aairah.

"Iya Ibu, aku akan senang bisa membantumu di kebun anggur kita. Aku dan Almeera akan membantumu memetik buah anggur sebanyak -- banyaknya."

"Hmm... Baiklah jika itu maumu. Sebaiknya kau ajaklah Galata juga. Dia yang akan mengajarimu bagaimana cara memetik buah anggur agar tidak merusak teksturnya. Kau tahu? Lecet sedikit saja, para pedagang pembeli tidak akan mau membelinya. Dan itu adalah sebuah kerugian bagi kita. Ingat itu baik -- baik."

"Iya Ibu, aku akan selalu mengingat ilmu berdagang yang selalu kau ajarkan kepadaku."

Tiba -- tiba Galata datang...

"Bagaimana Teana? Apakah kau siap memetik anggur?"

"Iya, aku siap. Ibu sudah memberitahuku banyak hal." jawab Teana sambil tersenyum kepada ibunya.

       Dengan menaiki gerobak unta, mereka berempat berangkat menuju kebun anggur milik ayah Teana. Kebun itu cukup luas. Dengan banyaknya pekerja disana, membuat hasil panen anggur mereka cepat terkirim kepada para pedagang pembeli. Sehingga kesegaran anggur selalu terjaga. Inilah yang membuat Rashad memiliki banyak pelanggan setia.

                "Sebentar lagi kita akan sampai..." ucap Galata.

Dalam perjalanan menuju kebun anggur, Teana berpapasan dengan empat orang berjubah gelap. Gerobak Teana melaju cukup pelan. Tiba -- tiba dalam jarak kurang dari tiga meter, Teana merasakan tubuhnya memanas. Berkali -- kali ia membasuh keringat di lehernya dengan kerudungnya. Rasa panas itu makin menjadi ketika keempat orang berjubah gelap mendekat menuju gerobak mereka. Teana sempat bertatap muka dengan salah satu dari mereka. Ia menatap dalam -- dalam mata orang itu. Begitu juga sebaliknya. Entah mengapa Teana melakukannya. Ia tidak tahu.

"Nyonya? Apakah kau sakit?" tanya Almeera memecah lamunan Teana.

"Tiii... Tidak Almeera, aku baik -- baik saja. Tiba -- tiba saja tubuhku terasa panas. Mungkin ini karena udara disekitar sini terlalu kering." jawab Teana.

"Minumlah ini Tuan." ucap Almeera sambil memberikan kantung kulit domba yang berisi air kepada Teana."

"Terimakasih Almeera."

Gerobak Teana mulai menjauhi orang -- orang berjubah gelap itu. Teana tidak merasakan panas lagi.

"Apa yang sebenarnya terjadi kepadaku? Mengapa sekarang aku tidak merasakan panas lagi?" gumam Teana sambil melihat keempat orang berjubah gelap berjalan di kejauhan.

"Siapa sebenarnya mereka?"

Tak lama kemudian, Galata memberhentikan gerobaknya. Ia turun dan membantu Aairah membawa keranjang -- keranjang kosong. Salah seorang pekerja kebun berlari menuju gerobak unta mereka. Lalu ia mengangkat keranjang -- keranjang itu untuk dibagikan kepada pekerja yang lain.

"Cepat kau isi keranjang -- keranjang ini. Siang nanti akan segera aku kirim ke Qasr Al Fareed. Para pedagang besar disana mulai kehabisan persediaan anggur segar." Perintah Galata.

"Baik Tuan."

Setelah itu, Aairah, Teana dan Almeera berjalan mengikuti Galata untuk menuju kebun anggur yang siap dipanen. Kali ini, perasaan Teana berubah menjadi muram. Perasaan senang yang tadi ia rasakan berganti dengan ratusan pertanyaan yang memenuhi pikirannya.

"Nyonya... Nyonya... Mari kita jalan, Tuan Galata sudah menunggu kita di depan." panggil Almeera. Suara Almeera membuyarkan lamunan Teana.

"I... Iya Almeera. Ayo..." balas Teana.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun