"Apakah kau yakin?" tanya Aairah.
"Iya Ibu, aku akan senang bisa membantumu di kebun anggur kita. Aku dan Almeera akan membantumu memetik buah anggur sebanyak -- banyaknya."
"Hmm... Baiklah jika itu maumu. Sebaiknya kau ajaklah Galata juga. Dia yang akan mengajarimu bagaimana cara memetik buah anggur agar tidak merusak teksturnya. Kau tahu? Lecet sedikit saja, para pedagang pembeli tidak akan mau membelinya. Dan itu adalah sebuah kerugian bagi kita. Ingat itu baik -- baik."
"Iya Ibu, aku akan selalu mengingat ilmu berdagang yang selalu kau ajarkan kepadaku."
Tiba -- tiba Galata datang...
"Bagaimana Teana? Apakah kau siap memetik anggur?"
"Iya, aku siap. Ibu sudah memberitahuku banyak hal." jawab Teana sambil tersenyum kepada ibunya.
Dengan menaiki gerobak unta, mereka berempat berangkat menuju kebun anggur milik ayah Teana. Kebun itu cukup luas. Dengan banyaknya pekerja disana, membuat hasil panen anggur mereka cepat terkirim kepada para pedagang pembeli. Sehingga kesegaran anggur selalu terjaga. Inilah yang membuat Rashad memiliki banyak pelanggan setia.
"Sebentar lagi kita akan sampai..." ucap Galata.
Dalam perjalanan menuju kebun anggur, Teana berpapasan dengan empat orang berjubah gelap. Gerobak Teana melaju cukup pelan. Tiba -- tiba dalam jarak kurang dari tiga meter, Teana merasakan tubuhnya memanas. Berkali -- kali ia membasuh keringat di lehernya dengan kerudungnya. Rasa panas itu makin menjadi ketika keempat orang berjubah gelap mendekat menuju gerobak mereka. Teana sempat bertatap muka dengan salah satu dari mereka. Ia menatap dalam -- dalam mata orang itu. Begitu juga sebaliknya. Entah mengapa Teana melakukannya. Ia tidak tahu.
"Nyonya? Apakah kau sakit?" tanya Almeera memecah lamunan Teana.