Sesampai di Penginapan Al Anbath, Teana berjalan memasuki kamarnya. Almeera mengikutinya. Almeera masih menanyakan perihal munculnya laba -- laba yang begitu banyak. Teana hanya diam. Ia tidak mempunyai jawaban yang bisa memuaskan Almeera. Sebab ia sendiri tidak mengetahui pasti dari mana asal laba -- laba itu.
"Aku tidak tahu Almeera, laba -- laba itu muncul tiba - tiba."
"Tuan benar, mereka muncul tepat saat Pendeta Samad memulai ritualnya. Saat patung Dewa Dhushara dibawa keluar kuil. Padahal sebelumnya, ketika patung Dewa Dhushara dikeluarkan dari kuil untuk acara ritual pemujaan, tidak pernah ada satu pun laba -- laba yang muncul. Tapi mengapa tiba -- tiba tadi muncul banyak sekali?"
"Aku tidak tahu Almeera." Jawab Teana singkat sambil membaringkan tubuhnya diatas ranjang.
Almeera menyalakan lilin -- lilin dikamar Teana. Lalu ia membuka bungkusan kain putih. Ia mengamati patung Dewa Dhushara dalam keremangan cahaya lilin. Teana berusaha memejamkan matanya. Dalam keadaan setengah sadar, ia mendengar Almeera berkata.
"Jangan -- jangan patung ini adalah memang patung Dewa Dhushara yang asli." ucap Almeera pelan.
"Tuan... Tuaaan... Apa Tuan sudah tidur?" panggil Almeera pelan. Tidak ada jawaban dari Teana.
Almeera pun keluar meninggalkan Teana setelah ia membungkus kembali patung itu dan menyimpannya ditempat semula. Teana membuka pelan matanya.
"Sepertinya ucapan Almeera ada benarnya. Aku harus segera mengamankan patung itu." gumam Teana dalam hati. Lalu ia memejamkan matanya.
***
Matahari muncul perlahan dari balik Gunung Hor. Dari kejauhan Kota Petra tertutup kabut tipis. Jalan utama kota masih terlihat lengang. Di kiri kanan jalan terlihat dua ekor kuda diikat di sebuah tiang kayu tanpa pemiliknya.