"Baiklah, sekarang katakan kepadaku bagaimana kau bisa mengetahui bahwa patung Dewa Dhushara itu palsu?" ucapnya pelan.
"Dari seorang Peramal."
"Peramal? Apakah kau bercanda? Bagaimana kau bisa mempercayai ucapan seorang peramal yang belum tentu kebenarannya?" jawab Pendeta Samad dengan sinis. Seakan ucapan yang baru saja didengarnya adalah sebuah lelucon.
"Karena hari ini aku telah membuktikannya sendiri."
"Membuktikan apa? Katakan padaku apa yang kau ketahui. Tunjukkan bukti yang kau punya." ucap Pendeta Samad pelan sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Teana.
Gertakan seperti itu tidak membuat nyali Teana menjadi kecil. Dengan sikapnya yang tegas, Teana akhirnya mengatakan semua ramalan Peramal Simkath. Ia menghubungkan ramalan-ramalan itu dengan kejadian demi kejadian yang dialaminya akhir-akhir ini.
Kepalsuan patung Dewa Dhushara yang baru saja dilihatnya sendiri. Serta semua musibah yang menimpa Kota Hegra dan Kota Petra selama ini. Semua kejadian yang saling berhubungan itu ia beberkan didepan Pendeta Samad.
Pendeta Samad hanya bisa mendengarkan penjelasan Teana tanpa bisa mengelaknya. Ia tidak memiliki alasan yang kuat untuk menyangkal semua cerita Teana. Bahkan untuk menjawab tuduhan Teana, ia tidak sanggup.
Kebenaran kini telah terungkap didepan matanya. Hingga akhirnya mulutnya mulai terbuka. Kebusukan yang berpuluh -- puluh tahun ia rahasiakan dari para penduduk Kota Petra, kini telah keluar dari mulutnya sendiri.
"Semua ucapanmu adalah benar." ucap Pendeta Samad kemudian. Patung Dewa Dhushara yang kau lihat disini adalah palsu. Sebenarnya aku ingin mengatakannya kepada para penduduk, namun aku tidak punya keberanian untuk itu. Aku tidak ingin para penduduk menjadi lemah. Sebab kau tahu sendiri bahwa kekuatan Dewa Dhusharalah yang membuat mereka yakin bahwa mereka terlindungi.
Kekuatan Dewa Dhusharalah yang membuat mereka mampu bertahan menjalani musibah demi musibah yang menimpa kota ini." ucap Pendeta Samad dengan mulut bergetar. Didalam dadanya dipenuhi rasa bersalah dan dosa.