"Kau benar sekali Almeera."
Almeera diam. Wajahnya menunduk. Ia memikirkan sesuatu.
"Sepertinya aku sudah tidak sanggup lagi menjalankan perintah Ayah." ucap Teana tiba -- tiba.
"Jangan menyerah dahulu Tuan. Pasti ada jalan." balas Almeera.
Mereka berdua beradu pandang. Mata mereka saling menatap tajam.
"Jadi, apa yang harus aku lakukan?" tanya Teana kepada Almeera.
Matahari mulai merambat naik. Mereka berdua hanya diam dan memikirkan sesuatu. Lebih tepatnya memikirkan masa depan mereka di Kota Petra. Akankah mereka mampu bertahan disana ataukah harus pulang kembali ke Kota Hegra.
***
"Kain sutranya Nyonya, mari dicoba... Murah Nyonya, mari... mari..." teriak salah seorang pedagang.
"Silakan Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?" ucap seorang wanita penjual manik -- manik dari batu giok sambil menyodorkan sebuah kalung giok berwarna hijau kepada Almeera. Namun Almeera hanya membalasnya dengan senyuman.
Sore itu Almeera sengaja pergi ke seorang peramal. Simkath namanya. Seorang lelaki tua berjenggot lebat memanjang dengan kepala botak sebagian.