Aairah mengatur nafasnya. Membaca situasi yang sedang ia hadapi sekarang. Memikirkan keputusan yang akan diambilnya.
Dengan mengeraskan ikatan kain sorban di leher si lelaki, Aairah berkata…
“Ingat Tuan, kali ini aku melepaskanmu. Tapi jika suatu saat nanti kulihat kau menyiksa wanita, aku t ak segan – segan akan melenyapkanmu.” bisik Aairah pelan di telinga lelaki itu. Sebuah bisikan mengancam.
“Baik… Baik. Lepaskan aku. Aku janji tidak akan menyakiti wanita lagi.” jawab lelaki itu tergagap menahan sakit akibat tekanan di lehernya.
Aairah melepaskannya.
***
“Mengapa tidak kau habisi saja Aairah? Lelaki seperti itu pantas mati.” ucap Daleela geram.
“Benar kata Nyonya Daleela Tuan, hamba saja marah melihat kelakuannya. Kalau saya jadi Tuan Aairah, saya pasti sudah menghabisinya. Tak ada ampun untuknya.” sahut Hamra.
Aairah hanya tersenyum. Tak satupun kata yang keluar dari mulutnya.
Mereka bertiga berjalan meninggalkan Qasr Al Farid yang sepi itu. Hari mulai sore. Matahari telah tergelincir kearah Barat.
“Apa yang telah kau lakukan di Qasr Al Farid Daleela? Mengapa lelaki itu menyeretmu?” tanya Aairah beberapa menit kemudian.