Ruangan itu begitu ramai. Tak begitu besar namun penuh berjejalan macam rupa hewan didalamnya. Seperti pagi itu, kala Burung Hantu berdiri di depan. Memperhatikan satu persatu hewan yang ada dihadapannya.
“Mana Harimau ? hari ini aku tidak melihat batang hidungnya? Sakit lagi? Atau pura – pura mual?” tanya Burung Hantu kepada Angsa yang duduk di barisan tengah. Tepat diapit satu baris di kiri dan satu baris di kanan.
“Ini suratnya” jawabnya sambil maju ke depan dan menyerahkan selembar surat kepada Burung Hantu. Sambil membenarkan letak kacamatanya dan sedikit memicingkan matanya yang sudah lebar itu, pelan – pelan Burung Hantu membaca isi surat dari Elang.
“Aku tak takut….” Gumamnya setelah membaca surat itu dan menutupnya kembali.
Pelajaran hari ini adalah pelajaran etika. Yaitu pelajaran bagaimana bersikap di depan hewan lain. Bagaimana cara menyapa, merespon, berucap dan bahkan cara untuk tidak menyinggung perasaan hewan lainnya.
Pagi itu pelajaran etika disampaikan dengan sedikit malas oleh Burung Hantu. Yang terkenal akan keramahan sikapnya dan kebijaksanaannya dalam berpikir. Serta ketenangannya yang sangat dalam merespon sesuatu. Namun kali ini perilaku Burung Hantu berbeda dari biasanya. Sedikit malas. Itulah kata yang cocok untuk menggambarkan perasaan hatinya saat ini. Perasaan yang mendadak berubah setelah menutup surat yang terakhir dibacanya tadi.
“Angsa, majulah sebentar. Aku ingin berbicara kepadamu” ucap Burung Hantu kepada Angsa sebelum memulai pelajarannya pagi itu.
Segera setelah mendapat perintah dari Burung Hantu. Angsa maju dan duduk di depannya.
“Apa yang dikatakan Harimau kepadamu?”
“Hhhmmm…. Dia tidak mengatakan apa – apa” jawab Angsa dengan wajah yang berubah takut. Namun berusaha ia sembunyikan dalam senyuman manisnya.
“Kau tidak perlu takut, katakan saja. Aku akan melindungimu” ucap Burung Hantu sambil mendekatkan wajahnya kepada Angsa dengan suara berbisik.