Mohon tunggu...
Choirul Rosi
Choirul Rosi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen yang hobi membaca buku dan novel

Cerita kehidupan yang kita alami sangat menarik untuk dituangkan dalam cerita pendek. 🌐 www.chosi17.com 📧 choirulmale@gmail.com IG : @chosi17

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senja Diatas Batu

27 April 2016   17:39 Diperbarui: 28 April 2016   15:59 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seketika itu aku merasakan tangan hangat nan kekar menggendongku. Menimangku. Membelai rambutku. Menenangkanku hingga aku terlelap kembali dalam tidurku. Satu yang aku yakini. Itu adalah tanganmu.

Ayah… maafkan anakmu ini. Makin bertumbuh besar makin tak berbakti kepadamu. Maafkan kenakalanku. Sikapku yang menyusahkanmu. Selalu membantah nasehatmu.

Aku tahu dalam hati kecilmu menangis. Menangisi kelakuan nakalku. Meski air mata itu tak nampak dikedua ujung matamu. Sungguh engkau seorang pemeran drama yang hebat. Mampu menyembunyikan tangismu dalam lubuk terdalam dihatimu. Semua itu semata kau lakukan untuk mengajariku agar kuat dalam menjalani hidupku.

***

Ayah… Relakan aku pergi. Pergi menyambut mahligai hidupku yang baru. Pergi tanpa membalas budi baikmu. Maafkan aku ayah. Aku sadar bahwa hutangku terlalu banyak kepadamu. Bak buih di lautan. Debu – debu di udara. Tak sanggup aku membayarnya.

Ibu… Katakan pada ayah.  Sampaikan maafku lewat dekapan erat pelukmu. Pelukan penyesalan yang menggetar dalam hatiku. Sampaikan ibu. Meski lewat deraian airmata yang deras berjatuhan dari kedua pelupuk matamu. Sampaikan pada ayah bahwa aku berjanji akan menjadi kuat sepertinya. Bahwa aku mampu menjadi imam untuk keluargaku. Seperti yang ayah lakukan dahulu.

Ayah… Masihkah kau disitu…..

Apakah kau mendengarku?

Tak terasa kakiku mulai kaku. Desir angin menyapu lembut wajahku. Membangunkanku dari buaian masa lalu. Ayah… aku pergi dulu. Sampaikan salamku kepada ibu. Kelak kita akan berjumpa. Dalam bingkai keluarga yang bahagia. Izinkan anakmu meninggalkanmu. Kan kulantunkan do’a – do’a untukmu. Dan kukirimkan ke langit ketujuh.

Ayah… Maafkan anakmu. Yang tak berbakti kepadamu. Yang selalu membuat susah dirimu. Selamat tinggal ayahku. Terimalah salam dari anakmu. Salam hangatku untukmu dan ibu. Sehangat senja diatas batu nisanmu.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun