Mari kita lihat konten Infotainment Gosip di social media dari sudut pandang hukum
Akhir-akhir ini social media di guncangkan oleh berita seputar penyiar hardrock fm yaitu ghofar hilman atau pengguna akun @pergijauh ini di gosipkan telah melakukan pelecehan seksual terhadap salah satu wanita di suatu acara karaoke di kota malang.Â
Hal itu terkuak di karenakan seorang wanita yang kelak menjadi korban pelecahan tersebut sempat membabarkan kejadiannya di malam itu melalui social media twitter, dia berkata pada saat itu dia sedang mangajak gofar hilman untuk meminta foto Bersama, namun kata si wanita tersebut meminta foto gofar pun merangkul si wanita tersebut tanpa seizin wanita.Â
Terbalik dengan ujaran sang wanita tersebut, gofar hilman menanggapi dengan tidak ada kejadian tersebut, dan bisa di pertanggung jawabkan dengan mengatakan banyak saksi di acara tersebut yang juga melihat kejadian tersebut.
Pro-kontra keberadaan konten infotaiment gosip di social media  yang mengupas gosip-gosip selebriti di Tanah Air -- menjadi salah satu pemberitaan yang cukup menyita perhatian publik.Â
Berawal dari perseteruan seorang artis dengan pekerja infotainment, maraknya tayangan gosip selebriti di berbagai seosial media kembali mengundang perhatian  ulama di Tanah Air, beberapa opini yang mereka kabarkan di social media cukup meresahkan, di karenakan banyakanya opini yang mereka tulis cukup bisa mempengaruhi pembaca untuk langsung me judge arti dengan satu arah saja (melalui social media), kebanyakan konten gosip yang mereka tulis juga terkadang tidak menggunkan sumber yang akurat atau bisa di bilang opini yang tidak bisa di pertanggung jawabkan.
Ada juga akun gosip di social media yang juga sudah melanggar norma-norma etika jurnalistik yang terkadang memfoto atau mengabadikan video tanpa sepengatuan object nya, seperti sudah menjadi kebiasan yang buruk untuk mengunggah informasi pribadi ke public.Â
Dari pemberitaan gosip seputar gofar hilman di atas, orang orang bisa memaknai berbeda2 di karenakan teknologi yang semakin berkembang jadi kita lebih mudah untuk mengais informasi apa saja dan mungkin saja menulis dan mengunggah di social media, hal ini belom bisa di jadikan acuan untuk kita menilai seseorang di karenakan belom ada mediasi di antara kedua belah pihak atau mungkin jalur hukum yang mereka lalui.Â
Hal ini juga tidak berlaku terhadap artis maupun public figure saja, namun semua masyarakat Indonesia yang dijaga atas hak pribadinya. Disini point yang akan di kerujutkan bukan permasalahan mereka berdua di atas, melainkan konten-konten gosip di social media yang menyebar luaskan opini mereka melalui sumber-sumber yang kurang akurat.Â
Alangkah baiknya kita sendiri sebagai pembaca dan pengikut berita-berita yang memang lagi sering di gunjingkan bisa memilah manakah opini yang mempunya sumber yang akurat, mana yang opini tanpa di dasari sumber yang akurat. Dari permasalahan di atas kita bisa melihat bahwasannya mereka berdua juga mempunyai hak privasi untuk menyelesaikan masalahnya
Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE, disebutkan dalam Pasal 26 ayat (1) bahwa penayangan informasi pribadi seseorang oleh lembaga televisi maupun media sosial harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari orang yang bersangkutan.Â
Kemudian seorang artis dapat mengajukan gugatan terhadap kerugian karena penayangan informasi pribadi dirinya, baik secara perdata, arbitrase atau lembaga penyelesaian sengketa lainnya, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 38 dan Pasal 39 UU ITE. Selain itu menurut UU Penyiaran diamanatkan dibentuknya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang salah satu tugasnya adalah mengawasi dan mengatur penyelenggaraan penyiaran, dengan demikian setiap orang juga dapat melakukan pengaduan langsung kepada KPI.
Beberapa permasalahan yang sama sering terjadi, antara artis dengan artis atau artis dengan halayak umum, hal tersebut sering di gunakan sebakai konten gosip di social media terutama Instagram, di social media tersebut cukup banyak akun-akun yang membuat konten seputar gosip-gosip mengenai artis atau oknum-oknum yang sedang di perbincangkan, hal tersebut cukup meresahkan di karenakan beberapa pembacanya tidak teredukasi dengan baik, akhirnya terciptalah suatu opini yang di setujui oleh banyaknya orang dan di artikan bahwasannya gosip tersebut benar terjadi adanya, namun opini tersebut tetap belom bisa di pertanggung jawabkan kebanarannya, lantaran pengungguh konten atau akun gosip tersebut seringkali tidak mengklarifikasi terlebih dahulu.
Kejadian tersebut yang terus berulang-ulang akan memberikan kabar berita yang buruk dan semua orang bisa saja menafsirkan dengan bebas tanpa di dasari fakta yang sebenarnya. Ada juga pandangan dari surat edaran ketua komisi penyiaran indonesia.
Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Pasal 36 Ayat (1) disebutkan bahwa isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.Â
Selain itu Ayat (3) menyebutkan bahwa isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yag tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran. Sesuai dengan amanah dalam kedua Ayat tersebut maka infotainment harus dikemas secara kreatif dan menghibur dengan tetap menjaga kepentingan khalayak terutama anak-anak dan remaja sehingga dapat memberikan informasi dan nilai positif.
Dari sudut pandang agama islam sebagian tokoh agama dan kembali mengungkapkan keberatan mereka terhadap tayangan infotainment , yang sebagian besar muatannya  mengandung ghibah atau gosip.  Secara tegas, ajaran  Islam sangat menentang ghibah, gosip atau bergunjing. ''Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.'' (QS: al-Isra [17]:36).Â
Bahkan, Ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) telah menetapkan fatwa haram terhadap tayangan infotainment yang mengandung ghibah atau gosip. Fatwa itu telah ditetapkan dalam Musyawarah Alim Ulama NU yang digelar di Surabaya, Jawa Timur pada Juli 2006 lalu. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi,  mendesak agar tayangan-tayangan berbau gosip  segera dihentikan. Kiai Hasyim menilai pemberitaan yang mengobral masalah pribadi dan rahasia keluarga orang, dapat memberikan dampak buruk di tengah masyarakat.
Mari kita berusaha untuk mencoba mendengar, melihat dan membaca apapun dengan memilahnya terlebih dahulu, karna kita semua sebagai pembaca lah yang harus merubah pola pikir kita agar bisa merubah pola-pola yang seperti ini, ketika kita sudah bisa memfilter maka konten-konten gosip seperti di atas akan ikut juga merubah cara mereka dalam mengais berita.Â
Beberapa hal yang perlu di garis bawahi dalam isu di atas mereka berdua mempunyai hak privasi dari permasalahan pribadi mereka, jangan terlebih dahulu menghakimi jika belum ada penyelesaian secara kekeluargaan maupun jalur hukum. Di rubah dari kita sendiri untuk merubah pola yang sudah janggal sejak lama ini, semua orang punya hak untuk berbicara, namun semua orang juga punya hak untuk privasi mereka, dan kewajiban kita ialah berdewasalah untuk berbicara dan menyampaikan opini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H