Mohon tunggu...
Shofyan Kurniawan
Shofyan Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Arek Suroboyo

Lahir dan besar di Surabaya. Suka baca apa pun. Suka menulis apa pun.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Argentina Juara Piala Dunia, Kado Terbaik Scaloni untuk Messi

20 Desember 2022   14:54 Diperbarui: 20 Desember 2022   15:00 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Scaloni, pelatih Argentina (ig @fifaworldcup)

Contoh lain, pemain berposisi poacher yang biasa dijuluki si ujung tombak, juga mulai kehilangan tempatnya, seperti yang terjadi pada Cristiano Ronaldo kini. Mereka hanya akan dimainkan ketika tim ingin memainkan sepak bola secara pragmatis, yaitu dengan mengirim bola ke kotak pertahanan lawan dengan tujuan para poacher akan menyundul bola itu ke gawang lawan.

Namun sekali lagi, dengan sepak bola yang menuntut permainan kolektif, cara-cara lama pun mulai ditinggalkan. Imbasnya pemain seperti Cristiano Ronaldo, misalnya, baru akan dimainkan waktu tim mereka lagi kepepet dan pelatih bingung mesti ngapain lagi.

Inilah yang terjadi pada Messi, selama ini, setidaknya hingga di gelaran Piala Dunia 2022 ini. Sudah lebih dari 16 tahun Messi membela Argentina di kancah internasional, akan tetapi baru sekarang lah, di usianya yang sudah menginjak 35 tahun, ia baru berhasil membayar lunas harapan rakyat Argentina untuk memulangkan trofi emas Piala Dunia.

Di depan sepak bola kolektif, skill individu Messi yang berada di atas rata-rata jelas bukan tandingan sepadan. Jika dulu Maradona mampu membawa bola sendirian dari lini tengah hingga menceploskannya ke gawang lawan dengan skill olah bolanya yang piawai; Messi yang hidup di era sepak bola modern, butuh lebih dari sekadar skill individu yang oke untuk bisa membawa bola dari lini tengah hingga memasukkannya ke gawang lawan–dan itu tak bisa ia lakukan sendirian.

Setiap tim memang selalu punya satu pemain besar yang terbiasa menjadi sentralnya, baik level klub maupun level timnas. Misalnya, bagi penikmat lama sepak bola, kita mungkin mengenal Italia dengan Del Piero, Brazil dengan Ronaldo Nazario, atau Perancis dengan Zidane.

Yang teranyar kita mengenal Portugal dengan Cristiano Ronaldo, Perancis dengan Mbappe, Brazil dengan Neymar, dan Argentina dengan Messi.

Namun menaruh harapan pada satu orang sebetulnya terkesan tidak masuk akal, baik di era sepak bola klasik, terlebih lagi di era sepak bola modern sekarang ini. Permainan kolektif yang solid jauh lebih menentukan hasil sebuah laga ketimbang satu pemain dengan segala skill individunya.

Kita dapat melihat dari tiga gelaran Piala Dunia yang dibela Messi sebelumnya, bagaimana Argentina diremukkan oleh tim yang punya permainan kolektif lebih baik.

Di edisi 2010, Argentina dihancurkan oleh generasi emas Jerman di babak perempat final dengan skor 4-0. Ironisnya kala itu Argentina dilatih oleh legenda sepak bola mereka, Maradona.

Di tahun 2014, meski berhasil melaju ke babak final, Argentina harus mengakui keunggulan Jerman (lagi) yang mencetak gol satu-satunya lewat sepakan Mario Gotze.

Di tahun 2018, Jerman yang gagal lolos dari fase grup memang bisa bikin Argentina bernapas lega. Namun sialnya mereka malah harus menghadapi generasi emas Perancis dan memaksa mereka pulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun