Mohon tunggu...
Shofyan Kurniawan
Shofyan Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Arek Suroboyo

Lahir dan besar di Surabaya. Suka baca apa pun. Suka menulis apa pun.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Chaos Walking: Kebenaran Tunggal Tahi Kucing!

9 April 2021   10:06 Diperbarui: 9 April 2021   16:46 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sewaktu saya kecil dulu, saya salah menafsirkan judul lagu "No Woman No Cry" dari Bob Marley. Saya dengan serampangan memahaminya begini: "Jika di dunia ini tidak ada wanita, tidak akan ada tangisan." Entah kenapa kala  itu saya menganggap wanita sebagai sumber kesedihan bagi seorang pria.

Namun ketika saya mulai lumayan ngerti bahasa Inggris, dan di perjumpaan saya untuk kedua kalinya dengan lagu tersebut dalam versi utuhnya---di pertemuan pertama, saya hanya tahu judulnya saja, tanpa mendengarkan lagu tersebut---ternyata maksud lagu tersebut sepenuhnya berbeda. Saya mendapati lagu tersebut sebagai sebuah penghiburan yang dilakukan lelaki untuk wanitanya. Di situ maksudnya ternyata, "Jangan, sayang. Jangan menangis."

Bangsat! Goblok betul saya! Ahahaha!

Meski sudah mengerti maksud sebenarnya, masih ada yang tertinggal dari kenangan itu di kepala saya. Secuil imajinasi. Saya bertanya-tanya, apa jadinya dunia tanpa adanya wanita? Dan saya mulai berandai-andai. Ini mirip formula "What if" yang sering dipakai Jose Saramago di beberapa novelnya, ambil contoh "Blindness" yang menceritakan penyakit buta putih yang tiba-tiba menjangkiti seluruh warga di sebuah negara.

Jadi apa yang terjadi jika seluruh wanita punah?

Ya, yang terjadi adalah "Chaos Walking".

Cuplikan Cerita

Chaos Walking memulai scene pertama di sebuah lingkungan baru yang dinamai New World, sebuah planet yang dijadikan tempat tinggal bagi manusia yang mengungsi dari Bumi, di tahun 2257.

Di planet tersebut, seluruh pria mengalami The Noise, kondisi yang menyebabkan nurani (atau apa yang mereka pikirkan) bisa didengar, bisa dilihat. Di atas kepala pria-pria itu, gambar-gambar melayang dan menunjukkan isi nurani mereka. Bisa dibayangkan, betapa sulitnya menyembunyikan rahasia bahkan aib dari satu sama lainnya, seperti yang ditunjukkan oleh Todd Hewitt (coba hitung berapa kali nama itu disebut sepanjang film itu hingga muak, sesuatu yang dilakukan Todd demi mengalihkan pikirannya.)

Anehnya, tak terlihat satu pun wanita di sana. Cerita yang dipercaya oleh para  pemuda di pemukiman itu yang, diceritakan oleh kaum tua, bahwa seluruh wanita tewas terbunuh oleh serangan Spackle, spesies asli penghuni planet tersebut. Dari sini jelaslah bahwa para pria itu adalah kloter pertama manusia yang mengungsi dari Bumi untuk memulai hidup yang baru dan lebih baik di New World.

Keadaan berubah tatkala sebuah pesawat antariksa jatuh di dekat pemukiman tersebut. Seluruh awak tewas, kecuali satu wanita: Viola Eade. Viola lantas menjadi buronan para lelaki atas perintah walikota, David Prentiss, yang memiliki maksud tersembunyi. Todd berusaha melindungi gadis tersebut dan menolongnya untuk menghubungi pesawat yang bakal menjemputnya.

Terdengar klise, ya? Eits, tunggu dulu ...

Menggugat Kebenaran Tunggal dan Keyakinan Buta

Ada beberapa "kebenaran" yang dipercaya oleh generasi muda di pemukiman Pentistown. Pertama, para wanita punah di tangan para Spackle. Kedua, mereka adalah satu-satunya pemukiman manusia yang ada di New World. Ketiga, semua yang berada di luar mereka dianggap berbahaya, utamanya Spackle, bunuh saja ketika ketemu.

Mereka tak pernah sekalipun mempertanyakan lagi kebenaran-kebenaran itu. Kenyataan ini tergambar jelas dalam diri Todd Hewitt, baik dari interaksinya dengan Viola dan warga di luar Pentistown, bahkan lewat obrolan-obrolan personal dengan dirinya sendiri juga mimpi-mimpinya yang tergambar jelas berkat The Noise.

Dalam hal ini, mereka tak dapat disalahkan sepenuhnya. Akses mereka untuk menoleh ke kebenaran lainnya dipotong. Buku-buku yang menyampaikan pengetahuan telah dimusnahkan oleh sang walikota. Todd sendiri buta huruf. Ia bahkan butuh bantuan Viola untuk sekadar membacakan jurnal milik ibunya. Bisa dibilang, Todd dan teman-teman segenerasinya mengalami kondisi yang mirip seperti lalat dalam toples. Mereka nyaman hidup di dunia kecil mereka, dan menganggap apa yang di sekeliling mereka sebagai kebenaran yang sepenuhnya benar, tanpa tahu ada kemungkinan lain di luar sana.

Jika Todd lebih tertutup dalam menerima kebenaran di luar dirinya, Viola lain lagi. Viola lebih terbuka dengan kemungkinan-kemungkinan yang ada di luar dari apa yang dilihat dan dialaminya sepanjang hidupnya. Bisa dilihat ketika ia kagum dengan hujan sungguhan yang tak pernah ditemuinya selama tinggal di pesawat, bahkan ia terpukau ketika makan gurita bakar hasil buruan Todd. Ia  juga mencegah Todd membunuh satu-satunya Spackle yang mereka temui di tengah perjalanan mereka, karena punya gagasan kalau Spackle mungkin tak seburuk yang diceritakan (tapi ya, Tuhan, Spackle itu betulan buruk rupa, kenapa manusia gemar menggambarkan makhluk asing dengan wujud sejelek itu?) Di akhir, Viola bahkan memutuskan menetap.

Berkat Viola pulalah, Todd mulai berani mempertanyakan kebenaran-kebenaran yang diyakininya selama ini, termasuk soal sang walikota yang dianggapnya sebagai pahlawan dan dijadikannya panutan. Sang walikota sendiri memang sejak awal terlihat seperti politikus jahat. David memiliki potensi besar untuk peran tersebut. Kita bisa melihatnya dari caranya memanipulasi Todd, menyembunyikan kebenaran yang sesungguhnya dan menggantinya dengan kebenaran versinya. Juga caranya untuk membuat orang-orang mematuhinya.

Todd terkejut tatkala menemukan kebenaran-kebenaran versi lainnya. Ini dimulai ketika ia dan Viola sampai di Farbranch dan mendapati ada banyak wanita dan juga bayi. Mari bareng-bareng mengutuki David Prentiss, yok.

Kekuatan dan Kelemahan Film Ini

Pemilihan Tom Holland untuk memerankan Todd di sini saya rasa sangat tepat. Di sini Tom Holland dengan wajah imutnya bisa dibilang berhasil membawakan sosok Todd sebagai pemuda kebingungan yang tengah mencari jati dirinya---bagian ini yang sangat ditonjolkan dalam karakter Todd.

Daisy Ridley yang memerankan Viola juga merupakan keputusan yang berhasil. Ia mampu mengeluarkan karakter Viola sebagai gadis yang berani dan siap menerima segala tantangan.

Begitu juga pemilihan Mads Mikkelsen sebagai villain di sini. Wajahnya yang dingin dan nada suaranya dalam dan menusuk itu mampu menggambarkan sosok walikota jahat yang menyimpan banyak rahasia. Bisa dibilang, pemilihan ketiga aktor tersebut untuk mengisi tiga slot karakter utama di sini, sangat tepat.

Meski tergolong jenis film thriller yang penuh dengan ketegangan, selipan-selipan komedi di dalamnya mampu membantu kita untuk mengambil napas sejenak sebelum melompat ke ketegangan selanjutnya. Pemanfaatan The Noise dalam hal ini sangat berpengaruh. Nurani milik Todd yang tak pernah lepas memikirkan Viola mampu membuat kita tergelitik.

Semua itu dihadirkan lewat gambar-gambar yang memukau. Bagi yang sudah pernah menonton Edge of Tomorrow, bakal merasakan nuansa yang kurang lebih sama di film ini.  Tak mengherankan, mengingat kedua film tersebut memang berada di bawah arahan sutradara yang sama, Doug Liman.

Namun film ini memang cukup klise. Tidak banyak yang ditawarkannya, selain aksi kejar-kejaran, menghabisi musuh, dan beberapa hal yang saya sebutkan di atas. Ceritanya tak cukup otentik dan segar dan kita dengan mudah bisa melupakannya setelah menonton, meski konsep soal The Noise sebenarnya sangat unik. Sayangnya, konsep The Noise di sini tak dikembangkan dengan baik untuk menciptakan konflik. Ia tak bergabung ke dalam inti cerita melainkan hanya menggantung di tepiannya, sekadar pemanis. Ya, memang di akhir, rahasia besar itu dikatakan berkaitan dengan The Noise. Tapi apakah segitu cukup?

Meski dengan kekurangan-kekurangannya tersebut, film ini masihlah sangat layak ditonton. Film ini sangat cocok untuk kamu yang sekadar cari hiburan yang gak perlu kebanyakan mikir. Selamat menonton.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun