Mengidentifikasi Aspek Psikologis Para Koruptor
Judul Buku    : Psikologi Korupsi
Penulis       : Zainal Abidin dan A. Gimmy Prathama Siswadi
Penerbit      : PT. Remaja Rosdakarya
Tahun        : 2015
Tebal        : 225 Halaman
ISBN Â Â Â Â Â Â Â Â : 798-979-692-645-9 Â
Harga        : Rp45.000,00                            Sumber gambar: dokumen pribadi
Korupsi, merupakan masalah terbesar yang dialami oleh negara kita bahkan bisa jadi semua negara mengalaminya. Mengapa demikian, karena kasus korupsi ini telah mendarah daging dan telah menggerogoti seluruh aspek kehidupan masyarakat, khususnya di Indonesia. Indonesia ini adalah satu dari banyak negara yang menderita karena perilaku korup yang dilakukan oleh para koruptor. Saat ini, banyak buku maupun studi kasus yang ditulis oleh para ahli mengenai kasus korupsi. Namun demikian, studi-studi dan buku-buku tersebut lebih banyak ditulis berdasarkan perspektif non-psikologi.
Dalam buku Psikologi Korupsi ini,dijelaskan mengenai studi tentang korupsi yang diuraikan berdasarkan perspektif Psikologi. Menurut penulis (Zainal abidin & A. Gimmy P.S) Korupsi adalah salah satu gejala psikologis, karena salah satu komponen dari adanya korupsi adalah pelaku, dan salah satu penyebab pelaku melakukan korupsi adalah faktor psikologis. Ada kurang lebih 2 jenis korupsi ditinjau dari jumlah uang yang dikorupsi dan asal atau kelas para pelaku korupsinya yaitu, buerucratic corruption atau petty corruption (korupsi kelas teri), dan political corruption atau grand corruption (korupsi kelas kakap). Dalam studi ini penulis buku ingin mencari tahu mengenai 3 hal utama, yakni bagaimana gambaran profil psikologis para pelaku korupsi, bagaimana pola-pola korupsi yang dilakukan oleh para koruptor, bagaimana KPK menangani kasus korupsi tersebut, dan korupsibagaimana pola-pola korupsi yang dilakukan oleh para koruptor.
Pada awalnya kita harus mengenali gambaran profil psikologis para pelaku koruptor. Dalam hal ini penulis buku melakukan penelitian yang hasilnya ada 3 kesimpulan, yaitu (1) Kepribadian para koruptor tampak secara umum lebih mengutamakan keharmonisan atau conformity dengan orang lain dan bukannya memberi prioritas pada prestasi dan keterbukaan pada masa depan. Selain itu, mereka pun menunjukkan kepatuhan terhadap otoritas dan daya kerja sebagai seorang pelaksana. (2) Motif atau motivasi dari pelaku korupsi sangat tinggi, kebutuhan mereka sudah bukan lagi pada taraf fisiologis (physiological need), rasa aman (safety need), dan menjalin relasi dengan orang lain (social need), melainkan pada taraf kebutuhan untuk berprestasi dan kebutuhan dihargai atau esteem need. (3) Locus of control atau pusat kendali. Jika pusat kendali perilaku nya internal maka yang menentukan perilaku individu tersebut adalah dirinya sendiri. Sebaliknya, jika pusat kendalinya eksternal, maka yang banyak mempengaruhi perilaku individu tersebut adalah faktor luar atau lingkungan.