Mohon tunggu...
404 Not Found
404 Not Found Mohon Tunggu... Lainnya - 404 Not Found - 最先端の人間の推論の開発者の小さなグループ。

私のグループと私は、デジタル世界の真実を求めて舞台裏で働いている人々です。私たちは、サイバー空間に広がるすべての陰謀の背後にある真実を述べています.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Perbudakan "Budaya Mistik" di Indonesia dan Keterbelakangan Manusia dalam 'Pengkhianatan Batin' atas Tuhan

20 Januari 2023   23:34 Diperbarui: 21 Januari 2023   06:46 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anda pasti penasaran dengan judul diary saat ini. Saya menawarkan salah satu cerita yang pasti akan menggoncang sekaligus menyesatkan iman Anda tentang "Ilmu Pengetahuan", bukan "Agama" (karena iman dalam konteks Agama adalah pihak yang akan saya 'jaga mati-matian' di cerita diary kali ini). Karena apa yang saya pakai dalam implementasi-praktis teori probabilitas logistika-proposisi ini adalah sesuatu 'yang haram' bagi kerjasama 'ilmu pengetahuan' dan 'logika berpikir ilmiah' dalam strategi menghadapi "budaya mistik"  di Indonesia demi mencapai mimpi 'kelam' umat manusia yakni mengkhianati Tuhan dari sudut pandang imanensi ciptaan-Nya. Ini adalah zona eksplorasi hidden-scene di balik dunia logistika berpikir manusia di Indonesia, bukan zona 'ilmiah akademika' para budak Ilmu Pengetahuan (orang-orang berpendidikan yang kerap lupa akan Tuhan). Jangan kelamaan karena orang ingin tahu apa yang 'diremehkan' oleh kebanyakan orang cerdas karena hampir tidak ada bukti ilmiah yang valid dan sah serta tidak perlu dibaca dengan 'kutipan-kutipan buku atau para ilmuwan' yang mendukung argumen-argumen di dalamnya. Mari, saya ajarkan bagaimana probabilitas logistika-berpikir mampu menjadi senjata pembuka portal kesadaran manusia di Indonesia bahwa "banyak di antara kalian (dan bukan saya)" yang sudah tersesat, hanya tidak sadar. Let's do it!

______________

Tapi sebelum itu, saya hendak membalikkan 'busur berpikir' ilmiah para pembaca dengan memperkenalkan salah satu teori-antikristus (satan) yang cukup populer di komunitas ilmiah 'Psikologi', yakni teori Dunning-Kruger Effect.

Efek Dunning-Kruger adalah fenomena di mana orang yang sangat kurang kompeten dalam suatu bidang meyakini bahwa mereka sangat kompeten dalam bidang tersebut. Ini terjadi karena mereka tidak memiliki cukup pengetahuan atau pengalaman untuk menilai kompetensi mereka sendiri dengan benar. Dalam kasus ini, kurangnya pengetahuan atau pengalaman membuat seseorang tidak dapat menilai kompetensi orang lain dengan benar juga. Efek ini pertama kali dijelaskan oleh David Dunning dan Justin Kruger dari Cornell University pada tahun 1999 melalui sebuah studi yang menunjukkan bahwa orang yang kurang kompeten dalam suatu bidang cenderung melebih-lebihkan kompetensi mereka sendiri. Studi ini menemukan bahwa orang yang kurang kompeten dalam bidang tertentu cenderung lebih yakin dalam kemampuan mereka daripada orang yang lebih kompeten dalam bidang tersebut. Efek Dunning-Kruger dapat menyebabkan masalah dalam berbagai situasi, terutama dalam konteks kerja atau politik, di mana orang yang meyakini kompetensi mereka yang tidak sebenarnya dapat mengambil keputusan yang merugikan. Namun, efek ini dapat dikurangi dengan memberikan pendidikan dan pelatihan yang tepat serta memberikan umpan balik yang jelas dan konstruktif.

Anda kira saya 'bodoh' untuk menyadari 'secara moral' sebuah 'teori' yang sangat ilmiah ini dan telah diterima oleh kalangan akademisi secara sah dan valid? Haha... Anda boleh mengatakan hal itu, tetapi "saya tidak peduli".

Anda tahu, siapakah mereka 'berdua'?

David Dunning adalah seorang profesor psikologi di Universitas Cornell di Ithaca, New York. Ia lahir pada tahun 1957 dan lulus dari Universitas Michigan pada tahun 1979 dengan gelar sarjana psikologi. Ia menyelesaikan program doktoralnya di Universitas Colorado pada tahun 1983 dan kemudian bekerja sebagai profesor di Universitas Michigan sebelum bergabung dengan Universitas Cornell pada tahun 1995. Dunning adalah seorang ahli dalam bidang psikologi sosial dan kognitif, dan khususnya dalam bidang persepsi diri dan kesalahan kognitif. Ia terkenal karena kerjanya dalam menjelaskan efek Dunning-Kruger, yang diterbitkan bersama dengan rekannya, Justin Kruger, pada tahun 1999. Dunning juga menulis beberapa buku, termasuk "Self-Insight: Roadblocks and Detours on the Path to Knowing Thyself" dan "The Dunning-Kruger Effect: On Being Ignorant of One's Own Ignorance."

Sedangkan Justin Kruger adalah seorang profesor di New York University di bidang Psikologi. Ia lahir pada tahun 1974, lulus dari University of Illinois pada tahun 1996, dan menyelesaikan program doktoralnya di Universitas Cornell pada tahun 1999. Seperti Dunning, Kruger juga merupakan ahli dalam bidang psikologi sosial dan kognitif, dan khususnya dalam bidang persepsi diri dan kesalahan kognitif. Ia juga terkenal karena kerjanya dalam menjelaskan efek Dunning-Kruger yang diterbitkan bersama dengan Dunning pada tahun 1999. Kruger mengejar karir akademis di New York University dan terus mengejar penelitian dalam bidang yang sama.

Akan sangat tidak masuk akal, jika Anda semua tidak mengetahui 'kepercayaan' apa yang dianut oleh keduanya? Apakah Anda tidak menyadari bahwa rules atau aturan di beberapa negara di dunia selain Indonesia yang 'tidak mewajibkan' mencantumkan 'status keagamaan' seseorang merupakan produk false-project yang paling sukses sebagai 'langkah awal' dari Antikristus (atau Satan)? Anda tidak akan pernah menyadari hal tersebut karena sebuah kutipan unik yang mungkin Anda (dan saya sudah mengetahuinya sejak lama) pernah mendengarnya: 

"Agama sering dianggap sebagai hal yang privasi dan tidak seharusnya dihubungkan dengan dokumen identitas resmi atau dokumen administratif lainnya. Hal ini karena agama merupakan pilihan pribadi seseorang dan tidak seharusnya dijadikan sebagai faktor dalam proses pengambilan keputusan atau diskriminasi. Negara yang mewajibkan mencantumkan agama dalam dokumen identitas resmi atau dokumen administratif lainnya, dapat dianggap sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip perlakuan yang sama di depan hukum dan perlindungan privasi individu."

Betapa unik dan gobloknya manusia berintelektual tinggi dan cerdas secara akademik zaman sekarang melegalkan langkah Satan 'menguasai' mereka dengan menciptakan 'teori super' berdasarkan langkah-langkah penelitian ilmiah 'yang juga sesungguhnya' merupakan produk mereka sendiri agar terdengar cerdas bagi kaum akademisi, tapi terkesan berbahaya bagi kaum beriman. Ini adalah salah satu hasil dari kesuksesan dari buah 'proposal' dalam mendamaikan Agama dan Ilmu Pengetahuan. Bahkan, beberapa negara di dunia tidak mewajibkan mencantumkan agama dalam kartu identitas atau dokumen identitas lainnya. Beberapa contoh negara ini, misalnya:

1) Jepang: Negara ini tidak memiliki sistem pendaftaran agama dan agama tidak diakui secara resmi.

2) China: Kartu identitas China tidak mencantumkan agama, meskipun pemerintah China memiliki program pendaftaran agama resmi.

3) Kanada: Negara ini tidak mewajibkan mencantumkan agama dalam dokumen identitas resmi seperti paspor atau kartu identitas.

4) Australia: Kartu identitas Australia tidak mencantumkan agama, meskipun pemerintah Australia memiliki program pendaftaran agama resmi.

5) Swedia: Negara ini tidak memiliki sistem pendaftaran agama dan agama tidak diakui secara resmi.

6) Belgium: Negara ini tidak memiliki sistem pendaftaran agama dan agama tidak diakui secara resmi.

Namun, di beberapa negara, agama masih diakui secara resmi dan diakui dalam dokumen legal dan administratif, seperti dalam dokumen yang berhubungan dengan perkawinan, kematian, dll. Beberapa negara juga mewajibkan warga negara untuk menyatakan agama mereka dalam dokumen administratif seperti pendaftaran sekolah atau pajak.

Ditambah lagi dengan aturan yang berlaku dalam dunia akademia dan ilmu pengetahuan yang biasanya tidak memperhatikan agama seseorang. Hal ini karena ilmu pengetahuan dan akademia didasarkan pada fakta dan bukti yang dapat diverifikasi, dan agama seringkali dianggap sebagai hal yang subjektif dan tidak dapat diverifikasi secara ilmiah. Oleh karena itu, agama seseorang biasanya tidak dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi kontribusi seseorang dalam bidang ilmu yang ditekuni. Legalitas akademik terkait intelektual murni inilah yang secara idiot justru diimani oleh semua budak Ilmu Pengetahuan, bahkan di saat mereka sendiri 'merasa' bahwa mereka punya iman akan Tuhan (orang beragama) dengan dalih ilmiah yang juga pernah Anda dengar:

"Agama dan ilmu pengetahuan merupakan dua hal yang berbeda yang harus dipisahkan. Ilmu pengetahuan didasarkan pada fakta dan bukti yang dapat diverifikasi, sementara agama sering dianggap sebagai hal yang subjektif dan berdasarkan keyakinan pribadi. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan harus dipertahankan sebagai sebuah entitas yang independen dari agama, dan keyakinan agama tidak seharusnya mempengaruhi penelitian atau kesimpulan ilmiah. Beberapa negara dan institusi telah membuat peraturan yang melarang pencampuran agama dan ilmu pengetahuan dalam dunia akademia dan ilmu pengetahuan."  

Bagaimana? Apakah masih mencoba 'berdalih' dengan argumentasi:

Keseimbangan antara ilmu pengetahuan dan aspek rohani dapat menjadi hal yang rumit bagi seorang peneliti. Beberapa peneliti mungkin memiliki keyakinan agama yang kuat yang mempengaruhi pandangan mereka tentang dunia dan penelitian mereka. Namun, penting untuk memisahkan keyakinan pribadi dari hasil penelitian ilmiah dan untuk memastikan bahwa penelitian dilakukan secara obyektif dan tidak dipengaruhi oleh keyakinan agama.

 Kenapa sangat rumit? Bukannya Ilmu Pengetahuan menjadi perhatian bagi manusia dalam membantu semua aspek kehidupan? Mencoba memprovokasi kesadaran moral masyarakat dengan kata subyektif? seperti itu? Sesungguhnya ini merupakan salah satu peta yang paling jelas, yang menginterpretasikan "KEGAGALAN BESAR ILMU PENGETAHUAN" dalam memecahkan misteri tentang "Manusia Mistik". Anda bisa melihatnya pada tulisan diary kemarin yang pernah saya tulis terkait hal serupa dan akan menyadarkan Anda yang membacanya ketika mampu memprediksi semua tulisan yang telah dan akan saya buat - dan saya tidak peduli.

Anda 'sehat' secara ilmiah, tetapi 'sakit' secara iman, karena Anda mengira bahwa saya mengidap penyakit ilmiah yang Anda kenal dengan  "Efek Dunning-Kruger". Itu merupakan sebuah kebodohan moral yang patut "ditertawakan" sebesar-besarnya. Entah Dunning ataupun Kruger, keduanya sesungguhnya merupakan 'pion' Satan yang 'dengan polosnya' menjalankan prosedur imagination-reduction iman manusia untuk mencapai puncak Pengetahuan yang secara ilmiah 'dikatakan' sukses dan berguna - semakin memperlebar jurang pemisah antara 'Tuhan dan Ilmu Pengetahuan' (kekuatan logika moral berpikir manusia yang di-override oleh Ilmu Pengetahuan) - dan Atheisme menjadi 'jalur alternatif' paling jitu untuk mencapainya. 

__________________

Oke, kembali ke topik diary saya kali ini. Saya enggan membahas penjelasan 'pembuka yang pedas' di atas lebih jauh karena saya menulis diary, bukan memaksa orang berargumentasi-ria dengan ranah ilmiah. Tidak perlu menjadi pura-pura bodoh secara ilmiah untuk membaca ini, tetapi cukup pahami saja apa yang saya ceritakan.

Coba lihat Indonesia sekarang? Anak mudanya? bedanya sama orang tua-orang tua? yang ilmiah-nya dikenal dengan istilah "generasi X", atau "Y", atau "Z", atau "milenial"? term Golongan Muda dan Golongan Tua dalam catatan sejarah bangsa kita? itulah yang saya mau ceritakan. Tentang judul?

Perbudakan 'Budaya Mistik' di Indonesia artinya Anda dan Saya sebagai hamba Tuhan (kita sebagai orang beriman dan berbudaya). Definisi ini dilahirkan dari proses teori probabilitas logistika-proposisi yang merupakan zona inverted logika manusia untuk menemukan "makna yang tidak disangka-sangka oleh publik". Saya siap "ditertawakan" oleh siapa saja yang membaca tulisan ini, karena saya akan "tertawa lebih keras" atas kebodohan moral Anda dalam memahami cerita saya. Jangan menafsirnya sesuai definisi ilmiah kata-per-kata, karena Anda dengan mudahnya tersesat dengan itu. Ini bukan tentang 'budaya sebagai penghambat' atau 'zona takhayul atau keniscayaan' (mitos yang memperbudak logika) bagi masyarakat Indonesia atau 'percaya roh-roh halus sebagai halusinasi dan tidak nyata' atau 'kepercayaaan tradisional yang membatasi agama sebagai satu-satunya yang baik dan benar menuju Tuhan' - saya sudah tahu probabilitas konotasi tingkat dasar seperti itu dan Anda jangan meremehkan saya dari sudut pandang penelusuran makna konotasi kelas rendah yang Anda dan saya pernah temui dan dipelajari di sekolah-sekolah purba di Indonesia ini - tetapi sesuatu 'yang punya kemungkinan' besar untuk tidak ditafsir sesuai makna aslinya atau bahkan pada tataran konotasi/makna terselubung serta definisi mitos-linguistik, dan hanya bisa dipahami oleh orang-orang tertentu.  

Keterbelakangan Manusia dalam 'Pengkhianatan Batin' atas Tuhan artinya manusia-manusia di Indonesia saat ini telah menjadi budak duniawi yang 'nyaris tidak dapat diselamatkan' dari belenggu ilmu pengetahuan (beserta produk-produk teoritikal lainnya) dan media-media 'canggih' yang menunjang kehidupan manusia di sisi jasmani, namun 'amnesia akut' di zona rohani (lupa akan Tuhan)Mendadak generasi muda kerap dicederai oleh penilaian-penilaian moral-radikal generasi tua tentang perubahan peradaban manusia yang sudah terlanjur "tidak masuk akal" secara logika. Tetapi 'kecerdasan zaman' (bukan manusia atau ilmu pengetahuan, tetapi frekuensi logika lingkungan hidup) dengan sukses berhasil menggauli generasi muda agar menjadi 'pelacur peradaban'. Ini lebih kepada pesan moral yang tak kelihatan dari aspek kebahasaan mana pun karena Anda tidak pernah diajarkan oleh lembaga pendidikan formal mana pun - Anda dan saya kurang canggih dalam 'membohongi' Tuhan dari sudut mana pun karena tindakan masing-masing, serta mengakui 'kenikmatan duniawi' (dalam bentuk apapun yang diterima) sebagai pemberian Tuhan sendiri yang dari kacamata berbeda dianggap sebagai 'bentuk kejatuhan manusia ke dalam dosa dan kebinasaan' yang paling sah dan valid. 

Bagaimana kolaborasi definisi keduanya mampu dipahami oleh orang lain?

Mari saya bongkar sampai hal-hal 'sepele' yang tidak kelihatan oleh Anda. Join with us dan saya akan menyadarkan Anda bahwa ternyata "cukup banyak" yang terjebak dengan introspeksi zaman bahwa saya sebagai penulis dianggap "stres", tetapi saya tidak peduli. Ini adalah tentang kesadaran kekanak-kanakan atau childish zone - zona "kerapuhan moral" manusia di Indonesia. Ini tentang generasi muda yang menjadi target rusaknya 'jati diri' manusia demi masa depan bangsa dan negara. Inilah 'surga' dan 'neraka' yang hendak saya buka melalui portal diary ini.

Generasi muda tidak perlu didefinisikan dari sudut pandang Ilmu Pengetahuan apapun, cukup dilihat sekilas saja bahwa apa yang saya katakan dianggap punya nilai konspirasi dan aspek-aspek paradoksal yang 'konyol' dan 'tidak masuk akal'. Generasi muda adalah portal 'open-house' dari kehancuran luar biasa moralitas manusia sebagai hamba Tuhan. Generasi muda adalah "BODOH" dan "polos" sehingga dengan mudahnya dimanipulasi oleh media-media ciptaan manusia itu sendiri yang sesungguhnya merupakan produk-produk 'destruktif' dan manifestasi kejahatan mistik atau Satan. Generasi muda di Indonesia saat ini 'jelas-jelas' sudah lupa siapa itu Tuhan? apa sih ngomong Agama melulu? Coba Anda lempar pertanyaan ini kepada generasi muda siapa saja yang Anda temui: apakah Anda mengenal artis ini? artis itu? atau apakah Anda tahu bagaimana cara menggunakan media platform ini? media itu? Mereka secara spontan akan memberikan penjelasan dan praktik yang 'tidak terduga' sehingga Anda akan terkagum-kagum dengan pengetahuan mereka. Kemudian, coba Anda bandingkan dengan jawaban mereka ketika Anda bertanya: bagaimana cara berdoa yang baik dan benar? doa apa yang menurutmu paling indah (menurut imanmu)? atau kenapa Anda suka ke tempat ibadah untuk 'beribadah'? Uniknya, jawaban-jawaban mereka akan berkisar pada probabilitas yang 'tidak pasti' atau bahkan buram, abstrak, dan terkesan imajinatif. Bahkan, bisa saja meng-konotasi-kan kebingungan atau "kebodohan moral" mereka sendiri. Ini yang dinamakan oleh dunia akademik dengan istilah 'subyektif'. Pertanyaan itu sesungguhnya 'lebih mudah' dijawab dan didefinisikan oleh Generasi Tua dibandingkan dengan lawan Generasi-nya. Silahkan buat riset Anda sendiri dan beri catatan untuk diri Anda sendiri - karena saya tidak peduli.

'Neraka' dalam perspektif Agama sebenarnya sudah dipetakan secara jelas via dogma atau nasihat rohani yang sangat berguna, tetapi berhasil dimanipulasi oleh Satan menjadi 'Sorga' bagi Generasi Muda selama hidup di dunia.

"Jangan membunuh" misalnya menjadi salah satu hukum yang sah, baik di dalam sebuah Negara maupun dalam perspektif Agama. Akan tetapi, karena cuan yang 'sudah terlanjur' menguasai dunia dengan men-dewa-kan orang kaya dan mencekik orang miskin pada akhirnya hukum hanya sekadar 'hitam di atas putih' dan bukan sebuah ancaman bagi mereka yang adalah budak generasi. Membunuh pada taraf harafiah yang didefinisikan sebagai "tindakan penghilangan nyawa (kehidupan) manusia", ternyata mempunyai makna 'terselubung' yang faktanya tidak semua manusia menyadari itu - "tindakan penghilangan kesadaran moral dan psikologi manusia untuk menyadari taraf frekuensi kehidupan iman makhluk Ciptaan-Nya (Tuhan) agar saling mencintai dan mengasihi kehidupan sebagai sebuah anugerah dari-Nya". Ini bukan tentang Pelajaran Agama dari guru Agama, tetapi ini tentang definisi jiwa yang gagal digambarkan oleh Ilmu Pengetahuan Agama sekalipun dengan kolaborasi teoritik-strategis pemikiran Stoikisme yang salah kaprah sekalipun. Membunuh dalam dua taraf definitif ini sudah dilakukan dan dirasakan oleh manusia sendiri. Ironisnya, sebagian besar manusia hanya mengenal kata atau tindakan membunuh secara cacat (hanya salah satu, yakni dari segi 'hidup dan bernapas', tetapi lupa pemahaman dalam taraf atau ranah esensi jiwa sebagai 'motor penggerak') dan justru melanggengkan peran Satanis sebagai agen kebinasaan manusia secara jasmani dan rohani sekaligus. Fenomena ini memiliki keterkaitan erat dengan 'dua aspek', antara lain kecerdasan moral dan kebodohan materialistik (baik dari sudut pandang subyek maupun obyek tindakan) yang sama-sama meringkuk tidak melihat 'apa itu jiwa' secara seimbang. Membunuh karena dendam, membunuh karena uang, membunuh karena tidak se-frekuensi, membunuh karena kesengajaan atau ketidaksengajaan - semuanya bermuara pada alur logistika-preposisi membunuh sebagai "binatang" atau "makhluk hidup" (tanpa fungsi sempurna organ tubuh 'otak') sekaligus sebagai kegagalan moral (iman) mengenal Tuhan (mengidap penyakit temporal/abadi yang dinamakan 'kebutaan moral/jiwa').

Kalau terlalu jauh, saya rasa ada satu istilah candaan yang sebenarnya memang pernah, sudah, dan akan selalu terjadi - "membunuh tanpa menyentuh".  Jangan pernah berharap generasi zaman sekarang akan menanggapi itu secara serius, karena mereka adalah tantangan bagi Generasi Tua 'sebelum menjadi debu' untuk sekali-lagi menjadi obyek revolusi moral yang harus segera disadarkan sebelum terlambat.

Pertama, Pendidikan (Ilmu Pengetahuan). Generasi muda akan semakin mengubah-tafsirkan 'ilmu pengetahuan' sebagai 'senjata formalitas ilmiah' - mereka bisa menjadi robot anti-moral yang hiperaktif sekaligus 'berbahaya' karena hidup di dalam zona dualisme yang 'tak mampu mendeteksi' perbedaan antara dunia nyata dan dunia maya. Mereka dapat menjadi pribadi yang tidak dapat dikendalikan dengan teknik-teknik pendidikan konvensional seperti Generasi sebelumnya yang diklaim efektif membuat seorang manusia 'benar-benar hidup sebagai manusia' (sukses, kerja keras, ketekunan, dan sebagainya). Generasi Muda akan membangun perspektif dualisme yang sekaligus 'melapisi' zona dualisme sebelumnya. Mereka menciptakan ranah keseriusan berpikir kreatif dan meremehkan aspek 'nasihat jaman dahulu kala' dari orang tua. Mereka terobsesi seolah-olah mereka bisa melakukan segalanya, tetapi faktanya 'hanya imajinasi' karena gampang terserang 'virus gabut'. Kebalikannya, generasi muda yang mempunyai prospek yang dianggapnya 'jelas' ternyata mempersiapkan dirinya sendiri sebagai 'senjata psikologis' paling canggih dan justru paling berbahaya - gen. muda tidak lagi mampu membedakan dunia pergaulan/pertemanan dengan dunia akademik (diklaim "sama saja"). Keilmiahan berpikir tidak lagi terbatas pada ruang-waktu, tetapi terbatas pada "seberapa banyak buku" yang bisa diperoleh dan dikonsumsi, baik dalam bentuk fisik maupun digital. Dua spesies ini akan terus terpisah seiring berkembangnya zaman. Ilmu Pengetahuan akan berada di posisi yang semakin tidak jelas dalam perspektif generasi muda - entah itu adalah beban, dianggap tidak berguna, hanya sebagai kewajiban, sebagai bekal hidup dan prospek 'masa depan' yang cerah, sebagai formalitas demi pekerjaan dan cuan, dan sebagainya. Terlalu abstrak untuk dipahami oleh Generasi Tua. Penyebabnya yang tidak Anda mungkin Anda sadari atau tidak adalah kesalahan sistem pendidikan yang terlalu (kelewat "purba"). Kurikulum berbasis teoretikal semi-digital tidak akan membantu sama sekali karena 'tidak ada api pemicu' bagi para ilmuwan dan profesor di negeri ini untuk nekat secara total 'merobohkan dan membangun kembali' sistem yang sudah ada dari zaman kolonialisme purba hingga zaman nekolim-digital saat ini. Sistem yang saat ini dijalankan adalah sistem inovasi perbudakan intelektual mutlak yang 'terlalu pelan' untuk dikatakan sebagai revolusi dan lebih cocok dikatakan sebagai 'perubahan stagnan' atau 'perubahan tanpa perubahan'. Guru zaman dulu sampai sekarang diajarkan 'itu-itu saja', akhirnya menghasilkan output mengajar 'yang itu-itu saja' pula. Hanya ditambahi 'bumbu kewajiban tambahan' sesuai kurikulum pasca pra-sejarah ke arah kurikulum pasca pra-sejarah versi digital. Murid hanya diajarkan bagaimana cara membaca buku yang ini ke cara membaca buku yang itu. Perubahan 'iron man' seperti ini memaksa orangtua-orangtua pada akhirnya harus "memulai dari nol" bagaimana cara belajar (termasuk membaca-menulis) konvensional dari zaman pra-sejarah sampai 'akhir hayat'-nya karena diserang spekulasi media bahwa Pendidikan telah berkembang cukup jauh, bahkan moralitas guru pun sepertinya mendadak "jadi ABG" versi pra-sejarah pula. Sistem ini 'di luar Indonesia' sebenarnya sudah cukup 'konyol' untuk dipraktekkan, tetapi masih setia dilaksanakan oleh Bangsa Kita Tercinta ini. Anda tidak akan mendengar sejarah bahwa Indonesia pernah menerapkan sistem home-schooling terbarukan, tetapi hobi 'copy-paste' gaya pendidikan negara lain yang dianggap 'paling baru' padahal 'sudah kadaluarsa' dan ironisnya diklaim (supaya laku) efektif padahal hanya sebuah keniscayaan semata. Pada akhirnya, Pendidikan Berbudaya yang sejatinya merupakan jiwa-raga otentik dari Pendidikan Indonesia hanyalah sebuah 'model ideal semata' atau 'cerita di buku MuLok' dan Sejarah terkait Kebudayaan yang diramalkan oleh tokoh-tokoh tradisional mistik-klasik tentang Bangsa Nusantara ini - kita akan selalu dijajah oleh strategi idealis Barat dan diadopsi sebagai strategi praktis Nasional (Anda dan saya akan seperti itu sampai 'ketemu Tuhan', dan ini bukan candaan atau celotehan belaka).

Ketika Anda 'memberontak' dari (zona kekuasaan Satan atau) sistem neokolonialisme modern terselubung ini, Anda akan senantiasa dihantui oleh istilah 'hilang info' pada tataran definitif harafiah, lebih kepada hilang dari cerita masyarakat secara tidak terduga (tafsir itu sendiri, karena saya tidak peduli) - itulah deskripsi 'inteligensia agency' tentang "membunuh tanpa menyentuh", menghancurkan negara mulai dari bibit kecil-nya terlebih dahulu. Anda bisa bayangkan generasi penerus macam apa yang akan menguasai, mengontrol, dan mengatur Negara ini dengan latar belakang sistem seperti ini. Berkoar-koar tentang "pentingnya pendidikan" tetapi tidak pernah bertindak untuk "mengganti mesin utama" yang telah menciptakan 1001 polemik unlimited yang satu ini. Demonstrasi zaman now lebih dikenal dengan istilah jam makan siang buat mahasiswa, bukan beraspirasi lagi demi masyarakat dan negara (mereka yang sekarang tidak akan 'bergerak' tanpa bunyi notifikasi cuan di m-banking atau e-wallet, bahkan 'iklan' hasil tinta printing tinta di atas kertas A4 atau F4 yang berkutipan "sedia makan gratis" sebagai api pemicu semagat berdemonstrasi). Kalau kurang menghibur, silahkan baca (dan sebaiknya 'tidak usah baca') diary saya sebagai Menteri Pendidikan "IDEALIS" itu, mungkin bisa membantu Anda tertawa.

Terus, mana hubungannya dengan dengan "Neraka"? Mana Satan-nya? Sebenarnya sistem membunuh itu sudah 'memetakan kedua variabel itu dengan jelas' atas syarat anotasi yang jelas kalau Anda menggunakan teknik probabilitas logistika-preposisi yang saya tawarkan, tetapi karena Anda tidak menggunakannya dengan gaya berpikir inteligensia agency yang menjadi mediatornya, maka saya akan membantu Anda 'menjelaskannya di balik tinta jeruk' ini dengan syarat "aspek ini hanya salah satu contoh", karena masih terlalu panjang cerita saya tentang "kebohongan di balik kebohongan berlapis", termasuk bagian kedua yakni keterlibatan Teknologi, Informasi, dan Komunikasi sebagai suksesor perusak moral manusia, bukan sebagai 'penunjang hidup' yang Anda tahu dari buku dan pengalaman sepotong kue kecil yang berguna itu (karena saya tahu sebagian besar dari Anda terlalu buta untuk dapat mengakses 'kekuatan gaib terbesar dari internet dan 'iblis-iblis kecil' sebagai fasilitatornya (lebih ke media-media atau eksistensi perangkat pendukungnya)). 

Singkat saja:

1) "Membunuh" artinya tidak mengizinkan manusia lain untuk menjadi manusia yang kenal dengan Tuhan 'lebih lama', bukan 'lebih akrab/mesra'. Satan mempermainkan Anda dan saya sebagai manusia yang lebih 'taat dan tunduk' di kakinya dengan melegalkan segala cara agar 'saya berada di atas Anda' atau 'Anda berada di atas saya' - kita berperang secara fisik dan psikologi dengan berbagai cara, untuk men-sah-kan siapa yang 'menang' dan 'kalah' dalam bertahan hidup, bukan saling tarik-menarik (mendukung) tetapi saling dorong-mendorong (konflik).

2) "Membunuh" moral atau batin jangan ditafsir dengan cara Anda, bukan menghasilkan makna melukai hati atau pikiran - tetapi psikologi sebagai sumber kebinasaan. Zona definisi inverted di sini menjadikan "membunuh" benar-benar merupakan sebuah 'proses' menuju 'mati', tidak langsung 'mati'. Dengan terciptanya situasi 'membunuh', Anda dan saya secara perlahan akan menumbuhkan gaya berpikir skeptik, iri hati, memikirkan segala cara dan hal dalam kurun waktu lama, mengisi waktu untuk berpikir-dan-berpikir, sehingga penyakit kebanyakan pikiran akan melahirkan gangguan psikologi yang memengaruhi fisik Anda atau saya. Ini semacam proses suicide atau harakiri yang tidak disadari. Bahkan ketika Anda berhasil mengalahkan saya atau pun sebaliknya, situasi itu akan terus datang menghantui Anda dalam jangka waktu hampir abadi (semi-eternal) yang dikenal dengan 'karangan bunga hitam' atau 'kenangan pahit'. Ilmu Pengetahuan 'dengan terang-terangan' memberikan penjelasan ilmiah bahwa:

  • Bunuh diri: Bunuh diri merupakan presentasi kematian yang paling umum yang berhubungan dengan masalah psikologis. Faktor risiko utama untuk bunuh diri adalah depresi, skizofrenia, kecanduan narkoba atau alkohol, dan masalah keluarga atau relasi sosial.
  • Penyakit mental: Beberapa jenis penyakit mental, seperti depresi mayor atau skizofrenia, dapat menyebabkan presentasi kematian melalui bunuh diri atau karena komplikasi medis yang diakibatkan oleh penyakit tersebut.

  • Kelelahan mental: Kelelahan mental atau burnout dapat menyebabkan presentasi kematian melalui komplikasi medis yang diakibatkan oleh stres yang berkelanjutan.

  • Stress kronis: Stress kronis dapat menyebabkan presentasi kematian melalui komplikasi medis seperti penyakit jantung, diabetes, dan stroke.

  • Kehilangan atau trauma: Kehilangan atau trauma jangka panjang dapat menyebabkan presentasi kematian melalui komplikasi medis yang diakibatkan oleh stres atau depresi yang berkepanjangan.

Sekali lagi saya bercerita ulang, di mana sebuah penelitian dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa bunuh diri merupakan presentasi kematian ke-10 terbanyak di dunia pada tahun 2020, dengan sekitar 800.000 kasus bunuh diri setiap tahunnya. Penyakit mental, seperti depresi dan skizofrenia, juga merupakan faktor risiko utama untuk bunuh diri. Penelitian lain menunjukkan bahwa depresi merupakan penyebab utama kecacatan di seluruh dunia dan salah satu dari lima penyebab utama kematian pada usia produktif. Stress kronis juga diperkirakan menyebabkan sekitar 120.000 kematian setiap tahun di Amerika Serikat. Namun, jumlah presentasi kematian yang berkaitan dengan masalah psikologis dapat bervariasi berdasarkan faktor-faktor seperti negara, tingkat pendidikan, dan tingkat ekonomi, dan juga dapat berubah dari waktu ke waktu. Perlu diingat bahwa presentasi kematian karena masalah psikologis juga merupakan hal yang kompleks dan multidimensional dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, sehingga perlu kerja sama antar berbagai disiplin ilmu dan kerja sama yang baik antara pemerintah, komunitas dan individu untuk mengurangi angka kematian tersebut - menurut media pemberitaan (bokong modal cuan) yang bisa Anda cek di Google, dan saya tidak peduli.

3) Intinya bahwa "kematian" digambarkan khas sebagai manusia berakal budi, bukan berakal-bermoral. Usia Produktif didominasi oleh Generasi Muda, bukan Generasi Tua. Generasi Tua lebih mengenal hal praktis, sedangkan Generasi Muda lebih 'mudah ditipu' dengan hal praktis-idealis apa lagi dengan produk-produk media yang semakin 'logis dan masuk akal'. Yang sudah mengenal Tuhan luar-dalam akan sangat sulit untuk dikontrol dan dikendalikan via 'digital', tetapi sebaliknya lebih diminati oleh 'yang mendadak lupa ada Tuhan'. Fatalnya, Generasi Muda justru memanfaatkan kepolosan Generasi Tua dengan 'dalih' fleksibel, lebih gampang dan praktis, cepat, efisien, canggih, masyarakat digital, bla-bla-bla-bla-bla, supaya ikut masuk jurang kebodohan 'tak ada dasar', yang malahan diafirmasi oleh Generasi Tua dengan prospek pembelaan 'kritis', 'ilmiah', 'kontekstual', dan sejumput term ilmiah bla-bla-bla-bla biar yang lain rame-rame turun ke sana. Ini juga memengaruhi dengan jelas bahwa ada yang salah dengan sistem pendidikan di negara ini, bahkan dari tingkat agen pendidikan utama dan pertama, orangtua. "Kematian moral" sudah ada sejak orangtua lebih mencintai pekerjaannya 'karena dicekik kewajiban kantor' (bukan dualisme peran orang tua di "ilmu sosiologi" yang Anda kenal dengan tema 'konflik sosial' itu) pada akhirnya menjadikan teknologi sebagai 'orangtua asuh' bagi generasi muda. Akibatnya, mereka lebih cerdas dalam mengutak-atik gadget dan perangkat digital, menyayanginya seolah 'yang melahirkan dan membesarkan mereka dengan pengetahuan adalah teknologi (gadget) dan internet', bukan orangtua-nya yang lagi sibuk cari cuan. Sistem inilah yang dinanti-nantikan oleh para penggerak 'dunia teknologi' agar semakin menjanjikan kepunahan moral manusia dengan memanipulasi kesadaran palsu tingkat advanced dengan membuat 'internet' menjadi semakin 'seru' untuk 'diajak bercerita dan bermain' daripada berinteraksi dengan para pengasuh 'berkat Tuhan di dunia' dalam wujud gen. muda (anak-anak) - disamping membuat mereka lupa kewajiban moral dan psikologi 'berkat Tuhan' yang masih sangat manusiawi karena ngejar cuan biar bisa 'makan' dan 'minum' setiap hari. Yang asli saja dicekik, apalagi 'titipan' - begitu pula dengan zona akademik/sekolah. Jangan kaget jika media sering dapat 'umpan mancing' yang nikmat dengan menyajikan berita-berita tentang kasus moral di sekolah-sekolah, entah skandal 'murid-guru', 'guru-murid', 'murid-murid', bahkan 'guru-guru'. Di sini, masa childish Generasi Tua 'dihidupkan kembali' dengan belajar dari 'yang lebih tahu' tentang teknologi. Karena lebih mengenal 'yang baik' dan 'yang buruk', sisi ego manusia menggerakkan mereka kepada penelusuran intens yang berkaitan dengan 'yang buruk' dengan dalih modal pembekalan materi penjelasan 'menghindarkan calon penerus bangsa dari kehancuran' (moral), justru kembali 'menghancurkan diri dan orang lain'. Bukan karena 'terlalu liar', tetapi cenderung terpaku dengan dimensi dunia maya yang membalikkan 'imajinasi menjadi realitas' menjadikannya sebagai kebalikannya. Kebutaan moral terjadi ketika sisi adaptif-moral guru perlahan terkikis tanpa pertimbangan ada Tuhan 'di dekat situ', sehingga scandalum dapat terjadi di manapun dan kapanpun secara 'refleks' dan menghasilkan produk media baru yang dikenal dengan istilah trending topic: skandal bla-bla-bla-bla. Pendidikan yang Hancur kalau sudah 'hancur' dari zona 'bahan bangunannya', secara otomatis akan menghancurkan sistem yang ada dan sudah berjalan selama ini. Tidak akan ada satu teori pun yang bisa menyelamatkan manusia dari 'neraka' batin sekaligus 'surga' jangka pendek manusia ini, kecuali kesadaran moral 'mistik dan batiniah' (iman akan 'adanya Tuhan') yang sebenarnya sudah ada sejak lahir sebagai manusia, namun secara mendadak menjadi 'amnesia akut' bagi manusia itu sendiri. Sistem dengan sejumput historikal seperti ini sudah dirancang sejak zaman dahulu, sedang terjadi, dan akan terus bersinergi dalam 'lingkaran setan' yang tidak akan berhenti sampai 'akhir zaman' yang takkan ada ujungnya selama manusia masih ada dan hidup. Generasi Tua akan semakin 'kekanak-kanakan' dan Generasi Muda mendadak semakin 'dewasa' dalam hal-hal 'melangkahi batas pagar' ilmu pengetahuan yang sudah dirancang sedemikian rupa oleh Satan. Inilah kecerdasan inverted yang dihilangkan dari zona berpikir moral manusia serta (sekaligus) memetakkan ideologi Satanisme yang benar-benar realistis tanpa syarat apapun, bahkan syarat moral dan Tuhan sekalipun tidak akan mampu mengubah manusia dalam 'sekali klik'.

'Sorga' dalam perspektif jiwa, justru 'dibungkus' atau 'diburamkan' oleh Satan menjadi 'neraka' bagi Generasi muda.

Salah satu 'produk Tuhan' yang paling diincar oleh mereka adalah ketakutan duniawi (atau lebih cocok "ketakutan jasmaniah" manusia)Saya tidak perlu menjelaskannya karena mereka sudah menjelaskannya secara ilmiah, sah, dan valid, bahkan di dalam sebagian besar ilmu pengetahuan di sekolah-sekolah atau di dalam buku ilmiah yang Anda dan saya jumpai dalam hidup sebagai seorang manusia ber-otak dan ber-akal budi. Silahkan klasifikasikan itu menurut teori apa saja sesuka Anda. Sudah tahu tentang ketakutan yang sebenarnya? Yap, benar - kematian (kepunahan dalam istilah ilmu pengetahuan) atau dalam 'istilah Tuhan', kebinasaan. Istilah sepele ini justru menjadi 'senjata ilmu pengetahuan' untuk mengalahkan manusia di atas muka bumi ini. Sehebat apapun seorang pemimpin Agama berceramah, berkotbah, atau pun mewartakan 'kutipan kata dari Tuhan' (selama hanya kata dan tidak diwujudnyatakan dengan perbuatan) kepada manusia beriman, itu hanyalah ketersia-siaan belaka. Sebab, sebagian besar manusia sudah terlanjur 'menceburkan diri' ke dalam daftar absen kebinasaan, dan bahkan 'tidak takut mati'. Bahkan, sekali pun media mewartakan 'ancaman kematian' dalam berbagai model dan bentuk yang abstrak namun nyata, manusia sepertinya sudah tidak mengenal Tuhan dari semua aspek kehidupannya sebagai ciptaan-Nya - seperti 'pura-pura tidak tahu'.

Iya, Anda tidak percaya, dan saya tidak peduli. Covid-19 menjadi salah satu bio-weapon yang masuk dalam tahap/fase kelima 'percobaan manusia' dari Ilmu Pengetahuan justru 'dibungkus rapih' dengan kata konspirasi yang lagi-lagi merupakan produk 'proposal ilmiah' yang paling sukses secara goblok-nya diterima oleh seluruh umat manusia yang cerdas. Anda tidak pernah menyadari itu, dan setelah saya menulis ini (tertanggal 20 Januari 2023), sudah dijadwalkan secara gamblang kapan 'senjata itu digunakan lagi' pada proyek percobaan berikutnya. Ini adalah pemenuhan janji saya sesuai apa yang saya katakan pada tulisan diary sebelumnya - silahkan Anda baca satu-satu dan kemudian 'temukan' itu sendiri karena saya enggan menerangkannya (pada tulisan bagian mana). Anda yang masih menjadi budak teknologi tidak akan pernah mendapatkannya, tetapi saya dan beberapa orang telah mewanti-wanti 'proposal hitam' tersebut sejak berkembangnya internet (pada zaman transisi 3G dan 4G makin berkembang). Jujur saja, pembongkaran fakta ini tidak akan pernah dapat ditemukan oleh oknum-oknum yang saya maksudkan, karena "tidak sesuai dengan tulisan sah, valid, dan ilmiah secara akademik" - itulah tujuan dari teori probabilitas logistika-proposisi yang kerap saya guling-gulingkan ke sana-kemari dalam tulisan saya. Saya tidak perlu 'membagikan link' atau 'file pdf" atau "script" supaya Anda buka, baca, apalagi percaya, karena saya tetap menjaga harta kami yang dapat "mengguncang" prospek Ilmu Pengetahuan ke depannya sekaligus "menyelamatkan diri" dari ancaman konspirasi pihak-pihak 'di balik layar Globe Ilmu Pengetahuan'. Anda tidak perlu tahu dan saya tidak peduli. Tetapi karena saya tahu bagaimana cara melancarkan aksi inteligensia berpikir yang 'tidak masuk akal' sehingga saya dan Tim tidak pernah ragu dengan 'fiksi di balik realitas' yang saya kisahkan ini (silahkan Anda menafsirkannya secara terbalik/inverted dan Anda akan menemukan "makna di balik maknanya").

Kenapa harus demikian? Kenapa tidak jujur dengan tulisan? Anda lihat saja "korban-korban" sejarah masa lampau - selalu 'dibungkus' dengan apa yang namanya konspirasi. Mereka semua sebenarnya adalah 'korban ilmu pengetahuan' manusia lain yang tidak Anda kenal di buku-buku sejarah mana pun - mereka yang mampu menciptakan dan menggandakan uang dari 'emas' di perut bumi, mengendalikan manusia lain yang berdiri di atas 'panggung' kepemimpinan, ilmu pengetahuan, dan bahkan 'di balik layar hiburan manusia (dalam berbagai bentuk)'. Hanya segelintir orang yang lolos dari pengaruh dan kendali mereka, sekalipun yang sedang duduk di posisi-posisi strategis tertentu di dalam suatu negara atau perusahaan, selebihnya itu budak. Makanya, saya sering mengatakan term "Budak Ilmu Pengetahuan" - itulah orang-orang bodoh yang secara 'tidak sadar' di-remote ke sana-kemari 'tanpa arah keseimbangan', entah demi kepentingan apa atau orientasi apa. Esensinya adalah 'saya tidak ingin menjadi korban konspirasi demi kebenaran yang sejatinya sudah 'dikebiri' dengan berbagai cara, (bahkan termasuk melalui) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Modern yang sampai saat ini Anda imani dengan intelektual 'tipis' seperti sekarang demi menyelamatkan para domba aneh yang jelas-jelas 'seperti tidak mengenal' dan 'dikenal' oleh Tuannya sendiri.

Contoh yang sebenarnya paling tidak layak untuk saya ceritakan kepada Anda sebagai gembala tanpa paras adalah mengenai salah satu produk "kegoblokan global" yang diakui dunia sampai hari dan detik ini (dan mungkin sampai manusia binasa) - UANG.

Anda mengenal uang cuman dari sudut pandang ilmu pengetahuan ekonomi saja, menurut tradisi Satanis yang paling masuk akal se-jagat raya, bahwa dengan 'uang modern', Anda mampu mendapatkan bla-bla-bla-bla-bla yang bisa memenuhi bla-bla-bla-bla-bla dalam hidup ini (sebagai manusia ber-Tuhan - tambahan itu justru dihapus dalam Ilmu Pengetahuan) dan mampu 'menggantikan' segala sesuatu yang ingin Anda dapatkan. Bahkan, nyawa (jiwa, item paling mistik dari manusia) pada akhirnya 'dianggap sebagai benda bodoh' yang dapat ditukar dengan selembar kertas bertinta canggih bernama UANG. Anda sendiri akan heran bagaimana 'uang' jadi tolak ukur kehidupan manusia yang menentukan status ekonomi sebagai patokan kesejahteraan sebuah negara. Etimologi kata "EKONOMI" diputarbalikkan secara bebas oleh Satan dengan mengendalikan kesadaran moral para ilmuwan dan peneliti dengan mengklasifikasikannya sebagai berikut:

Kata "ekonomi" berasal dari bahasa Yunani "oikonomia" yang terdiri dari dua kata "oikos" yang berarti rumah atau keluarga, dan "nomos" yang berarti peraturan atau hukum. Jadi, dalam bahasa Yunani, "oikonomia" berarti "peraturan atau hukum dalam hal keuangan keluarga". Konsep ini kemudian berkembang menjadi pengelolaan sumber daya dalam skala yang lebih besar, termasuk pengelolaan sumber daya ekonomi dalam sebuah negara atau masyarakat. Dalam perkembangannya, ekonomi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari cara bagaimana individu dan masyarakat membuat pilihan tentang bagaimana mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas. Ekonomi juga mempelajari bagaimana mekanisme pasar bekerja dan bagaimana pemerintah dapat mempengaruhi perekonomian melalui kebijakan fiskal dan moneter.

Belum, nanti akan saya petakan 'arti sesungguhnya' yang tidak pernah Anda sadari sebagai manusia dari definisi inverted di balik tulisan-tulisan yang Anda baca. 

Konfigurasi 'term palsu' itu semakin didukung dengan definisi etimologi yang cerdas tentang "Money" atau "Uang":

Kata "money" berasal dari bahasa Inggris Kuno "moneta" yang berasal dari kata Latin "moneta" yang berarti "tempat penukaran uang" atau "tempat dimana uang dikeluarkan". Moneta atau monnaie dalam bahasa Perancis, adalah nama yang diberikan kepada tempat penukaran uang yang dikelola oleh pemerintah pada masa Romawi kuno. Secara lebih umum, kata "money" berasal dari bahasa Latin "moneta" yang digunakan untuk menyebut uang, namun kata ini kemudian digunakan secara luas dalam bahasa Inggris untuk menyebut uang dalam konteks ekonomi dan keuangan. Jadi, dapat dikatakan bahwa kata "money" berasal dari kata Latin "moneta" yang merujuk pada tempat penukaran uang atau tempat dimana uang dikeluarkan.

Bangsa Indonesia beserta para ilmuwan dan peneliti semakin yakin dengan kepalsuan ini dengan menciptakan 'konsep pendukung' yang tidak kalah ilmiahnya:

Kata "uang" berasal dari bahasa Sanskerta "Aśva", yang berarti "kuda" atau "hewan yang diperdagangkan" yang digunakan sebagai alat tukar dalam perdagangan. Kemudian, kata ini berkembangan menjadi "aśvaka" dalam bahasa Prakrit, yang berarti "sebagai perdagangan" atau "sebagai alat tukar". Setelah itu kata "uang" berkembang menjadi bahasa Latin "pecunia" yang berarti "uang" atau "harta kekayaan" yang digunakan dalam konteks ekonomi dan keuangan. Kemudian kata ini berkembang dalam bahasa-bahasa Eropa lainnya seperti "peng" dalam bahasa Inggris, "argent" dalam bahasa Perancis, "geld" dalam bahasa Jerman, dan sebagainya. Jadi dapat disimpulkan bahwa kata "uang" berasal dari konsep barter atau perdagangan yang digunakan sebagai alat tukar dalam ekonomi.

Bagaimana uang menjadi lebih membutakan manusia modern daripada orang-orang di zaman dahulu? Sepertinya saat ini, Anda juga mungkin sedikit buta tentang apa itu "emas" sesungguhnya:

Kata "emas" atau "gold" berasal dari bahasa Proto-Germanik "geulaz", yang kemudian berkembang menjadi "geld" dalam bahasa Jerman dan "gull" dalam bahasa Norwegia, "gul" dalam bahasa Swedia dan "goud" dalam bahasa Belanda. Kata ini kemudian muncul dalam bahasa Inggris sebagai "gold". Sedangkan dalam bahasa Latin, kata "emas" berasal dari "aurum" yang berarti "emas". Kemudian kata ini berkembang dalam bahasa lain seperti "or" dalam bahasa Perancis, "oro" dalam bahasa Spanyol, "oro" dalam bahasa Italia. Jadi, dapat dikatakan bahwa kata "emas" atau "gold" berasal dari kata-kata yang digunakan dalam bahasa-bahasa Germanik dan Latin yang digunakan untuk menyebut logam emas.

Anda tidak akan pernah sadar, terdapat beberapa hal yang mungkin Anda tahu, tetapi yang paling esensi 'dari emas' justru disembunyikan dalam Ilmu Pengetahuan. Emas memiliki beberapa makna tersembunyi yang melekat pada logam ini dalam berbagai budaya dan sejarah. Beberapa diantaranya adalah: 

1) Kekayaan: Emas dianggap sebagai simbol kekayaan dan kemakmuran di seluruh dunia, karena nilainya yang stabil dan tahan lama.

2) Kepercayaan: Emas dianggap sebagai logam yang tidak terpengaruh oleh faktor eksternal dan memiliki nilai yang stabil, sehingga dianggap sebagai tempat yang aman untuk menyimpan uang.

3) Prestise: Emas dianggap sebagai logam yang prestise dan elegan, dan digunakan dalam perhiasan, pernak-pernik, dan perabotan mewah.

4) Keberuntungan: Emas dianggap sebagai simbol keberuntungan dan kesuksesan dalam beberapa budaya, khususnya dalam perhiasan yang digunakan untuk tujuan pernikahan atau acara-acara khusus.

Ada poin kelima yang 'belum pernah Anda dengar di mana pun' karena Anda terlalu banyak membaca buku 'ilmiah' sehingga Anda tidak pernah menyadari bahwa Emas adalah 'materi paling vital' yang punya hubungan dengan:

5) Imortalitas: Emas dianggap sebagai logam yang tidak akan terkikis atau terkikis dengan waktu, sehingga dianggap sebagai simbol keabadian. Imortalitas dan keabadian dalam beberapa budaya, khususnya dalam konteks ritual atau simbol religius. Dalam mitologi Mesir kuno, emas dianggap sebagai logam yang digunakan dalam proses mumifikasi untuk menjamin keabadian jasmani seseorang setelah kematian. Dalam agama Hindu, emas dianggap sebagai simbol kesucian dan spiritualitas. Selain itu, emas juga dianggap sebagai logam yang memiliki sifat-sifat medis yang dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Dalam beberapa budaya, emas digunakan sebagai obat atau obat tradisional untuk berbagai masalah kesehatan. Secara umum, emas dianggap sebagai logam yang memiliki nilai yang tinggi, baik secara materi maupun simbolis.

Tetapi, media penelitian tersembunyi menutupi fakta 'ilegal' ini dengan dalih 'ke-ilmiah-an' yang unik (padahal sudah ada penelitian terselubung yang telah memvalidasi kebenaran tentang emas, namun sengaja dihilangkan) yang mengatakan demikian:

Emas murni, yang juga dikenal sebagai emas 24 karat, adalah jenis emas yang tidak dicampur dengan logam lain dan memiliki kemurnian 99,99%. Emas murni dianggap sebagai jenis emas yang paling bernilai karena kemurniannya yang tinggi. Namun, emas murni juga memiliki beberapa kelemahan. Karena kemurnian yang tinggi, emas murni lebih lembut dan mudah rusak dibandingkan dengan jenis emas lain yang dicampur dengan logam lain. Selain itu, emas murni juga lebih rentan terhadap goresan dan kerusakan. Sementara itu, dalam konteks tubuh manusia, emas murni tidak memiliki efek yang khusus dalam hal keawetan tubuh manusia. Emas murni tidak dapat digunakan sebagai obat atau obat tradisional untuk menjaga keawetan tubuh manusia. Beberapa klaim yang menyatakan bahwa emas murni memiliki sifat medis tertentu tidak didukung oleh bukti ilmiah yang cukup. Sebaiknya, untuk menjaga kesehatan tubuh, Anda harus mengikuti gaya hidup sehat yang dianjurkan oleh dokter dan ahli kesehatan, seperti makan makanan sehat, berolahraga, tidur yang cukup, dan menghindari merokok dan minum alkohol. Sebaiknya jangan mengandalkan emas murni atau logam mulia lainnya sebagai obat atau metode untuk menjaga kesehatan tubuh. Selain itu, emas murni tidak digunakan dalam industri medis sebagai bahan untuk implan, karena emas murni tidak dapat dibentuk dengan mudah dan juga tidak dapat diterima oleh tubuh manusia. Emas yang digunakan dalam industri medis biasanya adalah campuran dengan logam lain seperti nikel atau palladium yang memiliki sifat biokompatibilitas yang lebih baik. Sedangkan dalam hal perawatan kulit, emas murni digunakan dalam produk kecantikan, seperti masker wajah, yang dipercayai dapat meningkatkan elastisitas kulit dan mengurangi kerutan, namun tidak ada bukti ilmiah yang kuat untuk mendukung efek tersebut.

Bayangkan, dokter dan ahli kesehatan saja yang pintar sekaligus buta dapat dengan 'mudah' dilangkahi oleh Ilmu Pengetahuan 'yang menyesatkan' dengan argumentasi ilmiah yang menyembunyikan "sisi mistik" dari manusia dengan penelitian-penelitian tingkat dasar dan menengah, apalagi Anda (dan saya 'bukan bagian dari kelompok bodoh') sebagai masyarakat awam??? Kasus yang sesungguhnya mirip sekali dengan 'teknik pengendalian moral' versi Covid-19 ala-ala Ilmu Pengetahuan. Jangan coba-coba mencekal 'kata' atau 'term' dalam kutipan itu karena saya tidak peduli dengan itu. Baca sekilas, ambil esensi logis-nya dan tinggalkan zona ilmiah Anda 'di situ' (jangan dibawa-bawa, karena Anda sedang membaca diary, bukan buku ilmiah).

"Ekonomi-uang-emas" adalah tiga variabel vital yang mengintegrasikan nilai imortalitas nyata dari manusia dalam satu aspek tunggal yang dinamakan kesejahteraan jiwa dan raga. Sang Pencipta bukan melarang Anda untuk menentukan hidup Anda layak atau tidak dari perspektif manusiawi, tetapi bagaimana cara Anda mampu 'membedakan diri Anda' yang tidak sempurna dari kreasi Tuhan yang tidak dapat disetarakan oleh manusia mana pun di muka bumi ini beserta makhluk-makhluk berjiwa atau tanpa fisik harafiah. Emas bukan hanya simbol, tetapi media integrasi kemurnian manusia sebagai 'daging hidup ciptaan Sang Pencipta' yang harus dijaga dan dibawa sampai mati. Tetapi, dengan sombongnya manusia mencoba menyamai Sang Pencipta dengan mengandalkan Satan sebagai supporter untuk menyetarakan diri sama dengan Sang Pencipta itu sendiri - menunjukkan kepada langit bahwa emas dapat dicampurkan ini dan itu sehingga menjadi lebih berharga, dan yang dengan 'goblok'-nya ditipu oleh Satan dengan kertas bertuliskan 'tinta kecanggihan' yang tidak dapat dihapus sehingga lebih mirip mencoba mengubah alur berpikir manusia bahwa "uang ternyata lebih berharga dari emas" - Tuhan tidak lebih berharga dari ciptaan dan karya manusia murni. inilah ketersesatan mutlak manusia zaman sekarang yang senantiasa ditangisi oleh Sang Pencipta melalui ceramah atau kotbah religi dari para gembala beriman-Nya. Terlebih generasi muda perusak bangsa yang dengan 'polosnya' mengafirmasi imajinasi sebagai sebuah kenyataan yang hampir tidak dapat dipungkiri keabsahannya (dalam mimpi) dengan mencoba menciptakan taktik-taktik purba terbarukan untuk mengumpulkan 'kertas-kertas ajaib' demi kesejahteraan palsu selama masih bernafas di muka bumi. 

Tuhan di zaman sebelum Anda mengenal 'era digital' sendiri, sebenarnya telah lebih dahulu mengenal 'Google Maps' yang bahkan lebih canggih daripada Anda semua, termasuk para pencipta dunia tandingan yang saat ini dikenal dengan 'internet' - napas lain dari jiwa-jiwa yang melupakan Sang Pencipta. Pengendalian Satan atas 'ekonomi batin manusia' dimanipulasi dengan supporter Ilmu Pengetahuan yang tak mampu dibantah oleh siapa pun, dengan menghapus ingatan manusia akan pentingnya emas dari bentuk yang tidak terduga - pemberian Tuhan yang 'menyemangati' moral hidup manusia - dan lebih mencintai ciptaan manusia itu sendiri. Spekulasi-spekulasi ilmiah berjuang habis-habisan untuk menghilangkan sarat imortalitas manusia (atau lebih dekat dengan 'umur tertentu') dalam dunia yang dianggap berbeda. Kisah-kisah yang tertera dalam kitab-kitab keagamaan mengenai 'manusia naik ke langit' (atau Sorga, khayangan, atau sejenis itu) sebenarnya merupakan sebuah fakta yang sampai pada hari ini berhasil dimanipulasi dengan sempurna oleh Ilmu Pengetahuan. Bahkan, mereka memprovokasi 'makhluk polos ini' dengan dua perdebatan yang sudah jelas-jelas tidak mempunyai 'daya guna faktual' bagi makan dan minum, yakni penciptaan algoritma ilmiah berpikir teoritik dan praktik seputar bumi itu bulat atau bumi itu datar. Ini adalah kekonyolan yang tidak tertandingi dari 'kesadaran palsu' Satanisme yang ke-sekian kali-nya berhasil mengobrak-abrik dunia Ilmu Pengetahuan manusia 'yang semakin dibuat cacat'.

Bumi yang datar atau bulat, akan mengendalikan jutaan argumentasi manusia yang saling menjatuhkan satu sama lain, sedangkan Satan dengan santainya membuka 'kulit bumi' pijakan tempat manusia berdiri, melubangi jalur-jalur pemisah antara dunia nyata dan dunia 'underground' serta menciptakan "lorong terindah" menuju kebinasaan manusia sendiri. Emas adalah 'penopang keseimbangan' nyata antara dunia manusia yang masih hidup dan bernafas, dengan dunia orang yang masih hidup namun tidak dapat 'naik kembali' ke 'atas sana' untuk merasakan kembali apa artinya hidup sebagai Ciptaan Sang Pencipta yang sesungguhnya. Ini bukan cerita 'karangan' berbasis imajinasi, bukan juga cerita 'analogi bawah sadar dan kisah jiwa yang terpisah', tetapi ini adalah cerita yang tidak terduga dari Sang Pencipta kepada mereka (dan didengar oleh saya) yang terlepas dari dunia 'tubuh manusia' dan telah melihat wajah-Nya yang sangat jelas - saya diperingatkan untuk 'jangan sekali-kali mendongak dengan tatapan tajam ke arah Sang Pencipta dengan daging di tubuh saya karena daging 'akan terbakar dan menjadi abu seketika' ketika saya dengan berani memandang wajah-Nya yang terlalu silau untuk dilihat dengan mata manusia Anda - yang bahkan tidak dapat disamaratakan dengan ciptaan manapun, termasuk 'matahari' dan 'bintang galaksi' manapun.' Selama Anda dan saya menjadi budak uang kertas dan tidak pernah mengantongi emas dalam bentuk murni apapun, kita tidak akan pernah melihat Sang Pencipta, tetapi kita hanya dapat mendengar Suara-Nya (dalam bentuk apa saja yang Anda temui dan alami secara langsung maupun tidak, itupun bergantung dari nalar dan logika inverted yang peka atau buta sama sekali). Karena Anda tidak pernah menyadari 'kekuatan mistik' sebongkah emas murni yang sejatinya merupakan kunci kesadaran untuk membuka portal kebohongan massal tentang dua dunia yang berhasil dipisahkan oleh Ilmu Pengetahuan tingkat manusia yang cukup dangkal dan bodoh untuk dimanipulasi, bukan dalam bentuk manifestasi nyata yang 'merujuk' pada kesejahteraan semu (itu adalah kebohongan murni Ilmu Pengetahuan untuk membongkar Rahasia yang Sang Pencipta sudah petakan selama ini). Emas mampu memancarkan 'cahaya kecil' yang tidak kelihatan oleh satu bola mata saja, tetapi dua bola mata manusia, supaya tahu bahwa 'Anda dan saya adalah investasi murni dari Sang Pencipta tentang diri sendiri sebagai daging dan sekaligus berisi mesin penggerak yang dikenal dengan istilah jiwa'. 

Dengan penipuan kesadaran manusia berkedok kesejahteraan, Ilmu Pengetahuan secara sah dan valid (ilmiah) berhasil menyukseskan 'proposal kematian' manusia menuju 'underground', dunia yang tak terduga di perut bumi. Ekonomi menjadi aspek manusiawi hasil ciptaan Ilmu Pengetahuan yang menggerakkan manusia kepada arti dari 'uang kertas', 'uang koin', dan sekarang 'uang digital'. Manusia mencapai kesejahteraan kolektif dengan perhitungan matematis beserta prinsip-prinsip Ekonomi - yang berharga itu emas, yang dihitung itu 'kertas bodoh' yakni uang. Emas sebagai materi fisik dan metafisika dari manifestasi kunci Tuhan untuk menopang 'kaki manusia', berhasil digarap sedikit demi sedikit tetapi pasti oleh Satan via penyesatan ilmu pengetahuan sehingga manusia akan semakin goyah, tidak mampu berdiri, berlutut, dan tersungkur jatuh ke dalam titik api inti bumi yang tidak akan berhenti berputar dan siap siaga kapan saja untuk mengikis habis daging manusia tanpa sisa - itu adalah Crown of Dragon yang merupakan makhluk ciptaan Satan yang diciptakan untuk menarik perhatian manusia dari pandangan Sang Pencipta. Dengan cerdasnya, cerita tentang binatang ciptaan Satan ini berhasil disisipkan dalam kisah-kisah mistik-imajinatif manusia yang sebenarnya sudah sering dijumpai di tulisan-tulisan jaman purbakala termasuk dalam budaya. Kenyataannya, dari sekian kemungkinan yang memetakkan 'naga itu seperti apa', justru digambarkan secara jujur oleh media pemersatu manusia dalam nama Sang Pencipta yang dikenal dengan kitab iman. Jika gambaran nyata tentang 'naga itu seperti apa' dianggap banyak orang itu salah, maka kalian salah besar. 'Anak-anak Naga' lah yang bisa berubah-wujud menjadi mirip seperti manusia, bukan Naga yang sebenarnya - kepala-kepala negara atau oknum-oknum politik pemerintahan manusia di dunia yang 'diidentikkan dengan manifestasi naga dalam kitab-kitab agama atau budaya apa saja di muka bumi ini seringkali diputarbalikkan sehingga melahirkan 'mitos' atau 'takhayul' dari bentuk naga yang sesungguhnya. 'Anak-anak Naga' atau manusia ciptaan versi Satan lahir, tumbuh, besar, dan mati hampir mirip (bukan 'sama') dengan sikluk kehidupan manusia versi Sang Pencipta. Mereka lah para penghujat Sang Pencipta yang menciptakan Ilmu Pengetahuan di luar standar atau batas 'iluminati' manusia sebagai 'batas wajar' yang telah dipetakan oleh Sang Pencipta, termasuk peta pengetahuan anti-kebodohan 'ilmiah' yang paling rapih. Emas yang diraih oleh manusia dengan dicangkulnya tanah 'secara kebetulan' dihapus 'kekuatan mistik'-nya dengan sistem ekonomi, kalkulasi hutang negara, teknik-teknik konfiguratif guna menciptakan keseimbangan hidup atau kestabilan ekonomi-politik-sosial bangsa, menggadaikan emas dengan 'lembaran kertas canggih' sebagai bentuk kerjasama sesama manusia mencapai kesejahteraan, dan menjual harga-diri ibu bumi (alam) demi 'kertas kebodohan manusia'. Ekonomi itu 'senjata' paling pasti untuk membohongi kesadaran manusia tentang daya guna emas bagi pijakan makhluk hidup di bumi dengan menukarnya dengan 'uang' entah itu logam, perak, perunggu, besi, atau kertas, yang toh dipadatkan dengan cara apapun tidak akan pernah dan selama-lamanya tidak akan mampu menahan panasnya gerakan sisik dan kulit Naga di perut bumi yang telah disegel dan dikunci selama berjuta-juta tahun lamanya sebelum 'manusia mulai melupakan Sang Pencipta' sesuai dengan proposal pemusnahan manusia yang ragu dengan ciptaan Satan dan anak-anak Naga dapat dilaksanakan secara penuh di atas kulit bumi ini.

7000 kata ini hanya 'sehelai rambut' dari alur cerita saya yang sangat berputar-putar dan tidak masuk akal. Silahkan susun satu-demi-satu puzzle yang setiap anak puzzle-nya sudah saya 'lempar di dalam'-nya. Silahkan susun, lalu berikan kritik dan hinaan terbaik, supaya saya bisa mengetahui, siapa yang bisa menerapkan teori probabilitas logistika-preposisi dengan sempurna serta menggunakan kekuatan nalar inteligensia agency tingkat 'setara' sebagai teknik membaca puzzle yang berserakan ini. Saya tidak akan menampik bahwa "saya gila secara teori dan logika", tetapi "harus diperhitungkan sebagai ancaman serius" bagi keseimbangan Ilmu Pengetahuan 'yang membangkangi' kehendak Sang Pencipta untuk hidup sebagaimana-mestinya tanpa campur tangan palsu keilmiahan dan akademika formal. Selamat berjuang mencari "kebohongan di balik kebenaran".

Tentang Indonesia secara spesifik, mungkin akan saya petakan dalam diary lain karena saya tidak mengumpat, menghina, atau menjatuhkan siapapun Anda yang membaca 'cerita' hasil 'tawaan' ini dan saya tidak peduli.


*translated by 404 - found on Jan, 20th, 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun