Dalam kebisingan dunia, di tengah badai perubahan, Â
Stoik hadir sebagai lentera, penuntun dalam perjalanan. Â
Diam, tenang, ia berdiri di atas karang tak bergoyah, Â
Menyaksikan hiruk-pikuk, namun batinnya tak beranjak gelisah.
Era ini, era yang berlapis wajah, Â
Di mana dimensi bercampur, globalisasi meluas tak berbatas. Â
Teknologi menggema, informasi datang berderu, Â
Namun sang stoik tak terhanyut, ia tetap penuh kendali dan syahdu.
Keheningan batin menjadi tamengnya yang tangguh, Â
Di tengah tekanan dunia yang semakin membebani tubuh. Â
Ia tahu, kendali bukan di luar sana, Â
Melainkan dalam diri, di ruang jiwa yang berharga.
Tak tergugah oleh pujian, tak tergoncang oleh cela, Â
Stoik memahami, semuanya fana. Â
Dalam senyum kehidupan, dan juga air mata, Â
Ia temukan kebebasan yang sejati, yang tak ternoda.
Bukan kebebasan dari jerat dunia yang selalu berubah, Â
Melainkan kebebasan dari ilusi yang sering mengabur. Â
Stoik berdiri dengan kepala tegak, Â
Di antara gelombang arus yang semakin deras, tak sedikit pun goyah.
Di era ini, era multidimensi global yang menantang, Â
Banyak yang terjebak dalam hiruk pikuk dan kebimbangan. Â
Namun stoik memilih jalan yang sunyi, Â
Jalan yang jelas, di mana kedamaian hati sejati tak pernah mati.
Ia tahu, hidup bukan soal mencari kemenangan di luar sana, Â
Melainkan menaklukkan diri dalam kebajikan yang sempurna. Â
Bukan soal memegang apa yang tak bisa abadi, Â
Tapi menerima, dan merangkul segala yang datang dengan hati yang suci.
Dalam ketenangan batinnya, ia temukan kekuatan, Â
Dalam kebajikan, ia temukan keabadian. Â
Tak takut oleh masa depan yang tak pasti, Â
Karena sang stoik tahu, hanya saat ini yang benar-benar berarti.
Di tengah globalisasi yang tanpa jeda, Â
Ia ajarkan seni melepaskan, seni menerima. Â
Bahwa tak semua harus digenggam dengan erat, Â
Kadang, dalam melepaskan, kita temukan makna yang paling dekat.
Efektivitasnya teruji, di dunia yang tak pasti, Â
Di antara keragaman, ia menemukan harmoni. Â
Bukan dengan kekerasan atau pemaksaan, Â
Tapi dengan kebijaksanaan, ketenangan, dan pengendalian diri yang dalam.
Era multidimensi ini, bagai samudera tanpa tepi, Â
Namun stoik melangkah, di atas kapal hati yang tak pernah mati. Â
Ia pandu hidupnya dengan kompas kebajikan, Â
Menemukan cahaya, bahkan dalam kabut ketidakpastian.