Akan tetapi, tidak semua orang mampu menguak tabir di balik sebuah peristiwa. Tidak semua orang bisa menyibak misteri di balik sebuah ciptaan. Hanya orang-orang yang mau mencari, merenung, dan mereka yang mendapat rahmat dari Tuhan nya yang bisa menemukan intisari (substansi) dari tanda-tanda kebesaran Tuhan.
Orang yang terkena Corona, bisa jadi hal itu menjadi sebuah kebaikan bagi dirinya. Lho kok? Ya bisa gitu loh. Rasa sakit yang diderita, atau bahkan kematian yang datang menjemput; adalah merupakan bentuk AMPUNAN dan PAHALA dari Allah swt. Dengan begitu, terkena Corona berarti mendapat kasih-sayangNya.
Di sisi lain, bisa jadi Allah menciptakan Corona untuk mengingatkan kesombongan manusia. Tidak sedikit manusia yang lupa kepada Tuhan-nya, tidak sedikit pula yang merasa tak lagi membutuhkan Tuhan. Bahkan, di level ekstrem, Tuhan dianggap tidak ada. Dengan begitu, Allah mendatangkan "kapsul dari angkasa" itu agar manusia kembali mau menyapaNya, agar mereka kembali ke pangkuanNya.
Lalu, serta-merta kita masuk ke dalam kamar, melindungi diri dari kejahatan tamu itu. Badan gemetar, jantung berdegup kencang, hati cemas, pikiran kalut. Bak seorang anak kecil yang bersembunyi karena takut amukan dari orang tuanya.
Sejurus kemudian kita punya ide untuk mengusir tamu itu, dengan cara menyemprotnya. Tamu itu pun bergegas pergi. Ia pindah bertamu ke rumah tetangga.
Ketakutan kita makin bertambah. Jangan-jangan si tamu itu telah mempengaruhi tetangga-tetanggaku untuk menebar kejahatan. Tanpa berpikir panjang, aku memutuskan untuk menjaga jarak dengan tetanggaku. Bahkan aku menghindari segala bentuk pertemuan yang mengumpulkan massa.Â
Lebih dari itu, aku nggak mau lagi bersalaman, shalat Jum'at, ibadah berjamaah di masjid, dan seterusnya. Dan pada puncaknya, aku mengunci diri di rumah selama beberapa pekan.
Aku merasa bersalah karena tidak menanyakan dulu apa keperluannya dalam bertamu. Apa saja misi yang diembannya hingga harus datang dari jauh untuk bertamu ke rumahku. Siapa yang menyuruhnya menemuiku. Jangankan menyuruhnya duduk terlebih dahulu, saking paniknya aku putuskan untuk mengusirnya saja.
Para pembaca yang budiman. Bolehlah kita menyebut Corona itu sebagai bencana, musibah, petaka, pandemic; termasuk memberinya cap sebagai durjana, jahat, kejam, pembunuh, atau apalah. Tapi boleh jadi juga Tuhan mengirim sesuatu, Ia memiliki maksud tertentu (kebaikan) yang barangkali kita belum mengetahuinya.
Boyolali, 1 April 2020