Mohon tunggu...
Trimanto B. Ngaderi
Trimanto B. Ngaderi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis, Pendamping Sosial Kementerian Sosial RI, Pegiat Urban Farming, Direktur PT LABA Indoagro Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Program BPNT, Inovasi Bantuan Pangan

3 Maret 2018   18:57 Diperbarui: 3 Maret 2018   19:20 1494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Program BPNT, Inovasi Bantuan Pangan

Oleh: Trimanto B. Ngaderi*)

Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) merupakan bantuan sosial dari Kementerian Sosial RI yang diperuntukkan bagi keluarga miskin atau disebut Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Hanya mesti hati-hati, jangan sampai salah menyebut menjadi BNPT (Badan Nasional Penanggulan Teorisme). Ini tidak ada hubungannya dengan bantuan atau pangan sama sekali, tapi lebih identik dengan bom, kejahatan, atau tindakan teror lainnya.

BPNT sebagai kelanjutan dari program sebelumnya, yaitu Beras Miskin (Raskin). Sesuai dengan namanya, beras untuk orang miskin, yang kualitas berasnya jauh di bawah; sehingga bagi orang miskin itu sendiri, ia lebih suka menjual beras bantuan untuk kemudian ditukarkan beras yang lebih baik dan layak dikonsumsi.

Program BPNT sudah menggunakan sistem elektronik, yaitu menggunakan kartu ATM. Setiap keluarga penerima manfaat akan menerima bantuan sebesar Rp 110.000,- setiap bulan. Uang sebesar itu tidak bisa diuangkan atau diambil tunai, tapi mesti dibelanjakan dalam bentuk bahan pangan di agen yang telah ditunjuk. Salah satunya adalah di ewarong PKH. Mereka boleh memilih bahan pangan sesuai kebutuhan masing-masing, bahkan beras nya pun terdapat beberapa pilihan. 

Karena bersifat nontunai, mereka bisa membelanjakan semua sesuai nominal bantuan, membelanjakan sebagian, atau tidak membelanjakannya (sebagai tabungan). Jika belanjanya melebihi dari Rp 110.000,- maka sisanya mesti dibayar dari kantong sendiri. Beras yang tersedia adalah dengan kualitas lebih baik dan bahkan bisa memilih, maka tak lagi disebut Raskin melainkan Rastra (Beras Sejahtera).

Dengan adanya sistem elektronik, pengawasannya akan lebih mudah dilakukan. Sangat kecil kemungkinakan terjadi kesalahan atau penyalahgunaan. Bantuan bisa dipastikan akan benar-benar sampai kepada yang berhak, karena sudah BNBA (by name by address). Termasuk penerima manfaat juga tidak akan dibebani biaya apapun dalam pengambilan bantuan pangan. Jadi, selain memberi banyak kemudahan, juga berorientasi kepada transparansi dan nilai keadilan.

Jika dulu Raskin tak jarang menimbulkan keresahan dan kekisruhan, karena penerapan di lapangan, tiap-tiap desa memiliki perbedaan. Ada yang dibagi sama rata (bagito=bagi roto) tak peduli kaya atau miskin, ada yang dialihkan, termasuk adanya pungutan sebagai ongkos mengambil bantuan. Hal ini terjadi karena Raskin banyak menimbulkan rasa iri dan kecemburuan sosial. 

Rasa iri tidak hanya datang dari mereka yang miskin tapi tak memperoleh bantuan; tapi juga berasal dari mereka yang sudah mampu (sejahtera) namun ingin pula mendapatkan bantuan sebagaimana yang lain. bahkan, terjadi ungkapan seperti: "Yang ikut kerja bakti membangun jalan, ya yang dapat bantuan saja". Walah, berarti yang bicara seperti itu, nggak berhak lewat jalan itu dong, lha tidak mau ikut kerja bakti, hehe.......

BPNT sebagai Langkah Pemberdayaan Ekonomi

Untuk mengambil bantuan BPNT, mesti digesek di agen atau ewarong PKH yang telah ditunjuk. Ewarong didirikan dengan tujuan untuk pemberdayaan ekonomi dan merangsang pertumbuhan usaha kecil-menengah. Para pengelola ewarong adalah para keluarga penerima manfaat atau peserta Program Keluarga Harapan (PKH). Dengan mengelola ewarong, diharapkan dapat menambah penghasilan keluarga. Karena ada keuntungan yang berasal dari selisih harga yang diberikan oleh Bulog atau supplier lainnya.

Selain menyalurkan bantuan, ewarong juga bisa menerima barang dagangan atau produk-produk yang berasal dari penerima manfaat maupun masyarakat pada umumnya. Hal ini akan merangsang masyarakat agar lebih produktif. Termasuk membantu mereka yang memiliki produk tertentu, tapi mengalami kesulitan dalam pemasaran. 

Jika produk yang ada di ewarong banyak dan lengkap, maka penerima manfaat yang datang mengambil bantuan, akan tertarik untuk membeli produk yang tersedia. Daripada mereka membeli ke swalayan atau toko lain. Tujuannya adalah membantu sesama teman sendiri (simbiosis mutualisme).

Ke depan, selain secara rutin mengambil bantuan di ewarong, diharapkan penerima manfaat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari juga membiasakan diri untuk berbelanja di ewarong. Lebih dari itu, masyarakat umum selain penerima manfaat juga diharapkan untuk berbelanja ke ewarong. Hal ini akan menambah omzet ewarong, yang sudah pasti akan meningkatkan penghasilan para pengelolanya. Dengan demikian, misi untuk memberdayakan ekonomi dapat tercapai.

*) Pendamping Sosial Kecamatan Simo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun