Mohon tunggu...
Trimanto B. Ngaderi
Trimanto B. Ngaderi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis, Pendamping Sosial Kementerian Sosial RI, Pegiat Urban Farming, Direktur PT LABA Indoagro Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendidikan Berbasis Budaya

3 Februari 2017   09:49 Diperbarui: 3 Februari 2017   10:01 8458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun perlu diingat bahwa tidak semua yang baru adalah baik dan sesuai dengan realitas dan kondisi bangsa Indonesia. Dalam beberapa hal, sesuatu yang baru tersebut tak jarang merusak nilai-nilai lama. Oleh karena itu, perlu adanya filter untuk memilih dan memilah mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang sesuai dan mana yang tidak sesuai dengan budaya bangsa.

Peran sekolah sebagai bagian terpenting dalam mempertahankan budaya bangsa sudah kalah dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat mengubah budaya masyarakat. Sekolah-sekolah di Indonesia yang mendasarkan kebudayaan tak lagi mampu mempertahankan prinsip dasar pendirian sekolah itu sendiri, yang semakin tergerus oleh gerak laju modernitas.

Menurut Prof. Zamroni, perkembangan dunia pendidikan membawa dua masalah utama. Pertama, terjadi proses industrialisasi sekolah yang memiliki watak liberalis dan kapitalis. Akibatnya, jiwa pendidikan tergerus oleh kepentingan dan perhitungan ekonomi. Kedua, sekolah telah menghasilkan lulusan yang tercerabut dari akar budaya, karena sekolah menawarkan budaya urban. Filosofi  “think globally, act locally” hanyalah slogan semata; realitasnya adalah “think globally, act globally as well”.

Dalam dunia pendidikan, mengikuti dan meniru apa yang telah dicapai oleh peradaban Barat tidaklah salah, tapi jika mengabaikan bahkan menghilangkan nilai-nilai budaya sendiri, tentu hal ini perlu ditinjau ulang. Bolehlah kita berorientasi sekolah berstandar internasional, tapi standar lokalitas tidak boleh ditinggalkan. Kita harus yakin bahwa kita juga memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. inilah yang mesti kita pertahankan dan dikembangkan.

Nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat sebagian memang perlu diubah atau bahkan ditinggalkan karena sudah tidak sesuai lagi dengan kekinian dan kontraproduktif, sedangkan yang masih baik dan bersifat adaptif mestinya tetap dipertahankan dan dilestarikan. Tidak semua yang baru itu mesti baik, demikian halnya tidak semua yang lama itu jelek. Mestinya kita bisa memilih dan memilah untuk kemudian kita padukan antara yang lama dengan yang baru menjadi sebuah formula unggul.

Akhirnya, bagaimana pun pendidikan berbasis budaya tetap amatlah penting, agar kita menjadi bangsa yang memiliki karakter khas dan tidak mudah diombang-ambingkan oleh berbagai serbuan budaya luar. Kita menjadi bangsa yang kuat, bukan bangsa yang lemah yang mudah tercerabut dari akar budayanya sendiri. Kita juga menjadi bangsa yang pandai berterima kasih dan menjaga nilai-nilai luhur warisan nenek-moyang kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun