Kalau kita cermati, kecenderungan orang sekarang adalah pinginnya serba cepat-serba instan. Ingin cepat kaya, cepat pintar, cepat terkenal, cepat sukses, cepat naik jabatan, dan berbagai lari cepat lainnya. Bahkan, urusan kecil sehari-hari juga bisa temui ada makanan dan minuman instan hingga urusan seks sekalipun juga instan.
(Mungkin) kalau zaman dahulu orang ingin cepat kaya dengan cara memelihara tuyul, pergi ke dukun pesugihan, memakai jimat atau mantra, memiliki jin, dan semacamnya. Kalau sekarang dengan teknologi canggih, ada jenis judi terbaru, bisnis berantai/berlevel, bisnis online, bisnis riba, dll
Aku masih ingat ketika kecil dulu yang segalanya masih serba alamiah, mengikuti proses hukum alam yang berlaku. Menanam padi dipupuk dengan pupuk kandang/organik, ayam kampung yang tumbuh secara alamiah, memasak makanan dengan cara diolah (diproses) sebagaimana mestinya, mau memiliki sesuatu harus berusaha dan bekerja keras, dan seterusnya. Semua proses dijalani tahap demi tahap dengan penuh kesungguhan dan kesabaran.
Karena dilakukan secara alamiah (sunnatulah), maka hasil yang didapat pun berupa INTAN (bukan instan). Badan menjadi kuat dan sehat, pribadi yang tangguh dan tegar, tidak menimbulkan efek negatif, dan akan membawa pula kebaikan bagi lingkungan (semesta). Pribadi kita adalah pribadi yang mulia, karena intan akan terus bertahan sampai kapan pun dan takkan pudar oleh terpaan dan perubahan zaman. Ia akan terus berkilau walau ditaruh di comberan sekalipun.
Berbeda dengan yang INSTAN, akan membuat tubuh lemah dan mudah sakit, tidak sabar, merusak diri sendiri dan kepribadian, dan juga merusak lingkungan sekitar (akibat keserakahan dalam eksploitasi/penambangan). Instan akan membawa kerapuhan, kesenangan sesaat, dan tidak akan bertahan lama. Instan tidak dibangun oleh pondasi yang kuat dan simpul tali yang kokoh.
INSTAN adalah simbol kelemahan, kebodohan, keserakahan, dan juga kesombongan.
Akhir kata, mari kita memilih yang INTAN...