Mohon tunggu...
Trimanto B. Ngaderi
Trimanto B. Ngaderi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis, Pendamping Sosial Kementerian Sosial RI, Pegiat Urban Farming, Direktur PT LABA Indoagro Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masyarakat Instan, Masyarakat Intan

21 Juli 2016   11:10 Diperbarui: 21 Juli 2016   11:44 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh: Trimanto B. Ngaderi

Kian pesatnya laju kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, membawa dampak positif dan negatif yang revolusioner di masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan. Saking cepatnya proses perubahan itu, terkadang kita hampir tak dapat mengikuti ataupun menyadarinya. Tidak hanya perubahan secara fisik, yang meliputi prasarana dan sarana, fasilitas, perangkat teknologi, membludaknya barang dan jasa, dan sebagainya; juga perubahan secara nonfisik, yaitu cara pandang, perilaku, kebiasaan, keyakinan, sikap, dll.

Langsung ataupun tidak langsung, disadari atau tidak disadari, kita dituntut untuk memiliki sesuatu (sebagaimana orang memilikinya), dituntut untuk sama (dalam banyak hal) seperti orang lain, untuk bergaya dan berperilaku seperti kebanyakan, dan meyakini sesuatu sebagaimana mayoritas orang meyakininya. Hal tersebut mesti dilakukan secara cepat, segera, dan saat ini.  

Hal tersebut di atas yang mendorong manusia untuk melakukan sesuatu secara cepat, untuk menikmati segala sesuatu secara tergesa-gesa, untuk membuat apapun dengan singkat, dan untuk meraih suatu hal dengan sesegera mungkin. Be fast. More and more fast.

Beberapa Contoh Riil

Petani, yang ingin cepat memperoleh hasil panen, mereka memberi obat (kimia buatan) pada tanaman agar cepat tumbuh besar, agar cepat berbuah, dan buah cepat tua atau masak sebelum waktunya. Hampir semua sayur-sayuran diobat, buah-buahan diobat, padi dan palawija diobat. Tanah atau rumput sebelum ditanami diobat, tanaman sebelum berbuah juga diberi obat hama. Dari awal proses hingga panen tak lepas dari obat. Sebuah lingkaran obat.

Peternak,  yang ingin segera menikmati laba, hewan peliharaannya direkayasa sedemikian rupa agar segera tumbuh dan besar secara kilat. Tidak perlu nunggu bertahun-tahun, cukup beberapa bulan saja sudah bisa dijual, kalau perlu cukup beberapa minggu saja. Tentu saja caranya tiada lain tiada bukan adalah pemberian obat. Makanannya pun produksi prabik, bekatul, dedak, sentrat, dan semacamnya; makanan yang mungkin tidak layak dan hampir tak ada kandungan gizinya.

Pedagang, yang ingin keburu untung dan kaya, cara-cara tak bermoral dan tak terpuji bisa saja ia langgar. Kualitas yang tidak sesuai dengan iklan (ucapan), curang dalam timbangan, mencampur barang baik dengan yang buruk, iming-iming/hadiah palsu, rayuan yang menyesatkan, memonopoli, penipuan, riba, dan masih banyak lagi.

Pejabat, yang menghendaki cepat hidup mewah dan populer, korupsi-manipulasi-rekayasa sudah menjadi budaya. Melakukan pungli, suap, proyek fiktif, pemotongan dana bantuan, dll. Tidak peduli lagi halal-haram. Tak hirau lagi ini bukan haknya dan tak boleh diambil. Tak acuh lagi dengan cara-cara nista, yang penting tujuan dan kepentingannya tercapai.

Pelajar, yang cenderung mengejar nilai atau ijazah semata, tindakan curang dan penodaan intelektual pun tak malu lagi dilakukannya. Mencontek ketika ujian, menyuap pihak sekolah, membuat skripsi dengan cara membeli atau menyuruh orang lain untuk  membuatkannya, gelar palsu dengan cara membeli ijazah, kuliah fiktif-tidak pernah kuliah tapi punya gelar banyak, jual-beli gelar atau ijazah, plagiat makalah atau skripsi.

Mari Jalani Proses Secara Alamiah

Kalau kita cermati, kecenderungan orang sekarang adalah pinginnya serba cepat-serba instan. Ingin cepat kaya, cepat pintar, cepat terkenal, cepat sukses, cepat naik jabatan, dan berbagai lari cepat lainnya. Bahkan, urusan kecil sehari-hari juga bisa temui ada makanan dan minuman instan hingga urusan seks sekalipun juga instan.

(Mungkin) kalau zaman dahulu orang ingin cepat kaya dengan cara memelihara tuyul, pergi ke dukun pesugihan, memakai jimat atau mantra, memiliki jin, dan semacamnya. Kalau sekarang dengan teknologi canggih, ada jenis judi terbaru, bisnis berantai/berlevel, bisnis online, bisnis riba, dll

Aku masih ingat ketika kecil dulu yang segalanya masih serba alamiah, mengikuti proses hukum alam yang berlaku. Menanam padi dipupuk dengan pupuk kandang/organik, ayam kampung yang tumbuh secara alamiah, memasak makanan dengan cara diolah (diproses) sebagaimana mestinya, mau memiliki sesuatu harus berusaha dan bekerja keras, dan seterusnya. Semua proses dijalani tahap demi tahap dengan penuh kesungguhan dan kesabaran.

Karena dilakukan secara alamiah (sunnatulah), maka hasil yang didapat pun berupa INTAN (bukan instan). Badan menjadi kuat dan sehat, pribadi yang tangguh dan tegar, tidak menimbulkan efek negatif, dan akan membawa pula kebaikan bagi lingkungan (semesta). Pribadi kita adalah pribadi yang mulia, karena intan akan terus bertahan sampai kapan pun dan takkan pudar oleh terpaan dan perubahan zaman. Ia akan terus berkilau walau ditaruh di comberan sekalipun.

Berbeda dengan yang INSTAN, akan membuat tubuh lemah dan mudah sakit, tidak sabar, merusak diri sendiri dan kepribadian, dan juga merusak lingkungan sekitar (akibat keserakahan dalam eksploitasi/penambangan). Instan akan membawa kerapuhan, kesenangan sesaat, dan tidak akan bertahan lama. Instan tidak dibangun oleh pondasi yang kuat dan simpul tali yang kokoh.

INSTAN adalah simbol kelemahan, kebodohan, keserakahan, dan juga kesombongan.

Akhir kata, mari kita memilih yang INTAN...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun