Mohon tunggu...
Muhammad Reza Zaini
Muhammad Reza Zaini Mohon Tunggu... -

An anthropolgy and sociology enthusiast. Bachelor from FISIP UI.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

4 Alasan ISIS Lebih Berbahaya dari Al-Qaida

2 September 2016   14:10 Diperbarui: 2 September 2016   23:25 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bashar al-Assad, minoritas penganut Islam Alawi, memimpin gerakan membasmi pemberontak dalam Perang Saudara Suriah (sumber: telegraph.co.uk)

Pada akhirnya, Uni Soviet dikalahkan oleh Taliban di Afghanistan. Soviet runtuh pada tahun 1991, dan Taliban yang terlanjur begitu kuat mengambil alih pemerintahan Afghanistan di tahun 1996. Namun di tahun 1991, Saddam Hussein dari Irak menyerang Kuwait dan mengancam untuk melancarkan invasi ke Arab Saudi jika kerajaan tersebut nekad menentang Saddam. 

Hal ini membuat murka negara-negara Arab lainnya. Bin Laden yang kini memimpin al-Qaida (salah satu sayap Taliban) menawarkan jasanya kepada Raja Saudi untuk melancarkan “Jihad” melawan Saddam Hussein, yang malah ditolak oleh Pemerintah Saudi. Arab Saudi dan sekutu Teluk-nya justru memilih AS sebagai juru selamat mereka. Alhasil, jutaan pasukan “kafir” AS yang menginjakkan kaki di Jazirah Arab membuat Bin Laden murka dan sakit hati, hingga ia bersumpah ingin melawan hegemoni AS dan Barat di negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim.

II. Irak

Lengsernya Saddam Hussein, Awal Baru Ekstremisme Timur Tengah (sumber: Aljazeera.com)
Lengsernya Saddam Hussein, Awal Baru Ekstremisme Timur Tengah (sumber: Aljazeera.com)
Lanjut dari tahun 1990’an ke 2003: AS menginvasi Irak dan Saddam Hussein pun lengser. Namun perlawanan rakyat Irak setelahnya tidak dilakukan oleh Angkatan Bersenjata Irak, namun berbagai kelompok militan yang terafiliasi dengan al-Qaida dengan berbagai tokoh seperti Abu Musab al-Zarqawi, Muqtada al-Sadr, dan salah seorang yang belum begitu tenar, Abu Bakar al-Baghdadi yang mendirikan ISIS pada tahun 2006 di Irak.

Setelah Saddam Hussein lengser, AS mendirikan pemerintahan Irak yang baru. Namun hal ini menjadi fenomena unik, sebab di Era Saddam Hussein, aspek sosial-politik Irak didominasi oleh suku Arab beragama Islam Sunni. Pemerintahan Irak Pasca-Saddam didominasi oleh suku non-Arab (Kurdi) dan Arab Syi’ah. Suku Kurdi banyak yang menjadi Presiden Irak Pasca-Saddam, seperti Fuad Masum dan Jalal Talabani. Perdana Menteri Irak didominasi oleh Arab Syi’ah, seperti mulai dari Iyad Allawi, Ibrahim al-Jafari, Nuri al-Maliki, hingga yang kini dijabat Haider al-Abadi.

Atas Kiri-Kanan: Fuad Masum dan Jalal Talabani. Bawah Kiri-Kanan: Iyad Allawi dan Haider al-Abadi. Pemimpin Irak non-Sunni dan non-Arab (semua foto bersumber dari Aljazeera.com)
Atas Kiri-Kanan: Fuad Masum dan Jalal Talabani. Bawah Kiri-Kanan: Iyad Allawi dan Haider al-Abadi. Pemimpin Irak non-Sunni dan non-Arab (semua foto bersumber dari Aljazeera.com)
Disinilah peran Abu Bakar al-Baghdadi dimulai. Pada tahun 2011, ia dan kelompok ISIS-nya mulai melakukan makar menjatuhkan pemerintahan Irak yang didominasi “kafir” non-Arab dan Syi’ah. Sebelum tahun 2011, ISIS memiliki fokus untuk melawan Pasukan Pendudukan AS di Irak. Kepergian Pasukan AS dari Irak menjadikan Negara Irak sebagai musuh utama ISIS. Konspirasi AS/Israel? Bisa jadi. Namun secara eksplisit, itulah tujuannya. Suriah juga dijadikan target, terutama karena negara tersebut dipimpin oleh Keluarga al-Assad yang beragama Islam Alawi.

Bashar al-Assad, minoritas penganut Islam Alawi, memimpin gerakan membasmi pemberontak dalam Perang Saudara Suriah (sumber: telegraph.co.uk)
Bashar al-Assad, minoritas penganut Islam Alawi, memimpin gerakan membasmi pemberontak dalam Perang Saudara Suriah (sumber: telegraph.co.uk)
Dengan kata lain, “menghukum” umat Muslim yang bukan keturunan Arab, berbeda aliran dan tidak sepandangan dengan mereka menjadi spiritperjuangan ISIS. Inilah yang membuat al-Qaida menganggap tujuan ISIS terlalu jauh dan justru bersifat mengadu domba. ISIS juga terkenal dalam upayanya menghapus akar budaya non-Arab di Irak dan Suriah (baik budaya dalam bentuk benda maupun ide) dan menggantinya dengan budaya Wahabi dari Arab Saudi. Jika al-Qaida bertujuan melawan hegemoni Barat, ISIS pun juga demikian, namun dengan tujuan tambahan untuk melawan umat Islam yang memiliki aliran, budaya, kultur bahkan sekedar tidak setuju dengan mereka. Memang, di santu sisi ISIS masih menganggap perlawanan terhadap Barat sebagai salah satu tujuan mereka.

Awalnya, tujuan utama mereka sekedar mendirikan negara Islam di Irak dan Suriah, kemudian setelah bertambah kuat, tujuan ISIS dibesarkan menjadi seluruh Timur Tengah. Pada tahun 2014, ISIS menaikkan level tujuan mereka untuk mendirikan sebuah kekhalifahan di seluruh dunia.

4 ALASAN ISIS LEBIH BERBAHAYA

1. Membunuh umat Muslim adalah tujuan, bukan hanya “collateral damage”

Ketika melancarkan serangan bom bunuh diri, al-Qaida hampir selalu menargetkan lokasi yang menjadi simbol atau berfungsi mewakili kepentingan Barat dan AS. Muslim yang terbunuh dianggap sebagai resiko yang harus dibayar untuk mencapai tujuan mereka (collateral damage). ISIS, di lain pihak, secara terang-terangan ingin menghukum seluruh umat Muslim yang tidak setuju dengan mereka. Uniknya, hal ini menjadi motivasi mereka untuk melancarkan serangan bom di Sarinah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun