Di sinilah letak runtuhnya simpati pada kekuasaan. Inilah yang menyebabkan banyak persoalan bangsa tidak dapat diuraikan satu demi satu, permasalahan semakin menumpuk dan menjadi dilema yang harus diakhiri. Jiwa-jiwa pengabdi, leader sejati harus diberi ruang untuk tumbuh kembang. Krisis leader merupakan hal yang sedang kita alami. Leader khas Indonesia hampir tak terlihat di jajaran elit masa kini. Hanya sedikit yang muncul itupun hanya beberapa. Sebut saja salah satunya Bupati Jember dr. Faida yang cukup kharismatik dan menjadi teladan di tengah krisis kepemimpinan saat ini.
Sebentar lagi PILKADA, sebuah fenomena yang ditunggu namun juga disayangkan karena dipaksanakan dilakukan di tengah pandemik. Saatnya masyarakat memilih pemimpin yang sebenarnya. Pemimpin yang pikiran, hati dan jiwanya tidak dibebani oleh kepentingan dan ego sektor. Pemimpin yang bisa mewarnai setiap daerah dengan warna kesejahteraan dan tolong menolong antara sesama. Jangan biarkan tingkah elit menimbulkan ketidaksepahaman. Munculkanlah kesepahaman yang bisa mendukung keberhasilan bersama.
Rakyat kita pinter kog. Di level desa- kota semua sudah paham tentang toleransi, tentang perlunya saling berbagi. Namun masalahnya adalah mereka tidak bisa saling membagi karena tidak ada yang dibagi. Keterbatasan diatas keterbatasan. Itulah yang terjadi kini di tengah kehidupan masyarakat kita, rakyat Indonesia. Karenanya perlu kesepahaman dalam sikap politik terkait bangsa dan masa depan negeri ini agar sikap elit menunjukkan arah yang jelas, kemana jalan keluar yang dituju oleh bangsa ini untuk keluar dari kesulitan akses dan ekonomi, kesulitan hidup di tengah pandemik dan kesulitan bangkit dari ketertinggalan. No One Left Behind.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H