Hujan adalah RINDU. Adalah CINTA. Adalah ROMANTIS. Adalah KENANGAN. Yang tak akan pernah bisa luput dari hati saya. Keindahan yang dikirimkan oleh Tuhan, salah satu keajaiban penciptaan yang sungguh luar biasa. Dalam hujan, senantiasa ada berjuta kisah dibaliknya, selalu ada lagu yang hanya bisa didengar oleh mereka yang merindu.
Pernahkah kalian menghirup wangi yang senantiasa muncul selepas hujan turun? Saya senang sekali menghirupnya. Cobalah buka jendela dan hirup dalam-dalam udara kala hujan reda. Ada wangi luar biasa yang tipis menyergap hidung kita. Dulu, saya sering ditertawakan orang ketika saya bercerita bahwa hujan itu memiliki aroma. Mereka menganggap saya mengada-ada. “Ah, wadul!”, ujar mereka. (Wadul=bohong, bahasa sunda, Red).
Mungkin banyak yang belum tahu bahwa hujan memang menyimpan aroma. Bukan air hujan yang memilikinya, namun ketika hujan jatuh membasahi tanah, maka aroma itu akan menguar dan mampu tercium oleh siapa saja yang mau berhenti sejenak untuk menikmatinya. Bahkan, aroma ini punya nama lho! Namanya adalah Petrichor. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh sepasang peneliti yang berasal dari Australia, yaitu Bear dan Thomas, dalam jurnal ilmiah bernama ‘Nature’ pada tahun 1964.
Petrichor, berasal dari Petra yang berarti batu, dan Ichor yang diartikan sebagai cairan yang mengalir di pembuluh darah para dewa dalam Mitologi Yunani. Petrichor ini sendiri adalah suatu zat atau senyawa yang dikeluarkan oleh bebatuan dan tanah, terkadang disebut sebagai “dust after rain”.
Bebatuan dan tanah mengeluarkan zat atau senyawa ini karena ada bakteri yang hidup di dalamnya, bernama actinomycetes, yaitu sejenis bakteri berfilamen (benang halus). Bakteri ini biasa hidup di tanah yang basah, namun ia akan mudah mati ketika tanah itu kering atau kehilangan kelembabannya. Sebelum mati, bakteri tersebut meninggalkan telur-telurnya dalam bentuk spora yang memiliki daya tahan jauh lebih kuat. Jika tanah yang didiaminya kering, spora tersebut mengalami hibernasi sehingga bisa hidup bertahun-tahun,
Nah, air hujan yang membasahi tanah menyebabkan spora yang berukuran kecil ini terangkat ke udara karena kelembaban udara bertindak sebagai aerosolnya. Udara lembab inilah yang membawa spora-spora tersebut ke udara yang kita hirup, sehingga menimbulkan bau hujan yang bernama petrichor tadi.
Well, indah sekali ya? Spora itu ibarat Puteri Tidur yang telah tertidur berbulan-bulan di saat musim panas dan akan bangun ketika hujan membasahi tanah tempat berdiamnya. Jadi, nggak salah dong kalau saya bilang hujan itu ROMANTIS? Itu buktinya, proses terjadinya wangi tanah basah saja sedemikian romantis, apalagi berjuta kisah yang dialami banyak manusia di atasnya.
HUJAN dalam hidup saya, tak pernah bisa dilepaskan dari kata-kata yang tadi saya sebut di atas. Rindu, Romantis, Kenangan, dan Cinta. Oh iya, ada satu lagi yang lupa belum saya sebut di sana, yaitu AIRMATA. Ya, hujan selalu mampu menyembunyikan airmata yang saya miliki dengan rapi, tanpa diketahui oleh siapapun. Hujan setia menyimpannya tanpa menyampaikan ke seisi dunia bahwa saya sedang bersedih. Ia selalu tahu bagaimana menghapus airmata itu dan membiarkan saya dipeluk oleh rinainya yang berderai jatuh satu persatu ke pangkuan saya.
Itu Indah. Itu Luar Biasa.
Dan saya, akan selalu mencintai H-U-J-A-N.