Lain pada Batavia, lain pula pada Weltevreden. "Batavia meniru kota-kota di Belanda dengan kanal dan sungai sebagai urat nadi transportasi," ungkap Hermawan dalam jurnalnya. Hal tersebut membuat mobilitas di Weltevreden berpaku pada kendaraan air.Â
Namun, Daendels membangun Weltevreden dengan tata ruang kota yang menjadikan transportasi darat sebagai prasarana utama (barangkali inilah mengapa ia terkenal sebagai seorang kejam yang mengadakan kerja rodi untuk membangun jalan Anyer---Panarukan). Hal tersebut terlihat dari banyaknya jalan yang bersimpangan dan saling berhubungan dengan Jalan Raya Pos sebagai jalur utamanya---yang bahkan menghubungkan Batavia dengan Buitenzorg (Bogor).Â
Pusat pemerintahan Weltevreden ialah Lapangan Parade (saat ini merupakan Lapangan Banteng) beserta Istana Daendels (saat ini merupakan Gedung Kementerian) yang terletak di sisi timur lapangan. Kemudian bangunan-bangunan penting berdiri di sekitarnya: Gedung Pengadilan (saat ini merupakan Gedung Kementerian Keuangan), benteng perbatasan Weltevreden dengan Koningsplein (saat ini merupakan Masjid Istiqlal), Great Palace of Weltevreden atau Istana Weltevreden (saat ini merupakan Gedung RSPAD Gatot Soebroto), Gedung Freemasons sebagai tempat pertemuan sebuah organisasi besar eropa (saat ini merupakan Gedung Kimia Farma), Gereja Katedral, Stadsschouwburg atau teater kota (saat ini merupakan Gedung Kesenian Jakarta), Gedung STOVIA (saat ini merupakan Museum Kebangkitan Nasional, gedung-gedung sekolah, serta tak ketinggalan Gedung Kantor Pos (saat ini merupakan Gedung Filateli).
Tidakkah terbayang seramai dan sesibuk apa Weltevreden saat itu?
Filateli Sebelum Pos Bloc, Pos Telefon en Telegraf Sebelum Filateli
Termasuk dalam kesibukan Weltevreden, Gedung Kantor Pos sempat mengalami rekonsiliasi. Sebelum terkenal dengan nama Filateli, gedung seberang Kali Ciliwung yang pertama kali dibangun pada abad 17 itu dikenal sebagai Kantor Pos dengan nama Pos Telefon en Telegraf---yang berarti pos, telepon, dan telegram.Â
Sesuai dengan namanya, gedung tersebut berfungsi sebagai tempat pengaturan surat, telepon, dan telegram pada abad 19 sampai dengan awal abad 20. Kemudian pada tahun 1912---1929, seorang arsitek Belanda John van Hoytema membangun ulang gedung tersebut.Â
Di tangan John, Pos Telefon en Telegraf berubah menjadi bangunan dengan gaya arsitektur Art Deco yang dipengaruhi aliran Art and Craft pada detail interiornya. Bentuk lebar dengan atap tinggi memberikan kesan Eropa kuno yang masih terasa sampai sekarang.
Meski menjadi salah satu bangunan utama di pusat pemerintahan, Gedung Kantor Pos ini pada akhirnya beralih fungsi menjadi Kantor Filateli Jakarta saat Daendels tak lagi berkuasa. Sementara seluruh aktivitas pos dipindahkan ke gedung baru yang menghadap ke Lapangan Parade, Gedung Filateli menjadi  kantor pengiriman barang sekaligus tempat percetakan seluruh perangko pada zaman itu---dan bahkan sampai sekarang.Â