Kasus bullying yang sedang marak di kalangan pelajar merupakan isu yang mengkhawatirkan dan menuntut tindakan segera. Bullying tidak hanya memberikan dampak psikologis yang serius bagi korban, tetapi juga menciptakan lingkungan belajar yang tidak aman dan tidak mendukung. Dalam menghadapi fenomena sosial ini, peran orang tua, guru, dan lingkungan masyarakat sangat penting dalam menghadapi kasus bullying. Â
Perilaku bullying merupakan bentuk agresivitas yang memiliki dampak paling negatif bagi korbannya. Hal tersebut ditandai dengan adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban dengan tujuan untuk menyakiti korban secara mental atau fisik (Wiyani, 2012).
Semakin berkembangnya zaman, turut mempengaruhi hadirnya berbagai jenis bullying, yakni verbal, fisik, mental, cyber, relational, silent, sexual, prejudicial-bullying. Melansir Very Well Family, Sherri Gordon, seorang certified professional life coach, menjelaskan beberapa tipe dari bullying.
1. Verbal Bullying, yakni melakukan perundungan dengan kata-kata yang menyakitkan.
2. Physical Bullying, penindasan yang melibatkan fisik, seperti menendang dan memukul.
3. Relational Aggression (Intimidasi Emosional), yakni ketika mengucilkan atau memfitnah orang lain.
4. Cyber Bullying, perundungan yang dilakukan melalui media digital.Â
5. Sexual Bullying, ketika melakukan intimidasi seksual, seperti gerakan vulgar, komentar vulgar, dan sebagainya.
6. Prejudicial Bullying, yakni saat memiliki prasangka buruk terhadap kelompok, ras, agama, atau orientasi yang berbeda dengan kita.
Pendidikan harus menjadi lingkungan yang aman bagi siswa untuk mengembangkan potensi mereka dalam berbagai aspek seperti akademis, emosional, dan moral. Namun, tindakan perundungan mengubah sekolah atau universitas menjadi lingkungan yang menakutkan, mengganggu kesejahteraan mental dan fungsi sosial siswa.
Dalam menanggulangi bullying, Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menghadirkan sebuah program yang dikenal dengan Program Roots. Dilansir dari Kemendikbud, Roots adalah sebuah program pencegahan perundungan berbasis sekolah yang telah telah dikembangkan oleh UNICEF Indonesia sejak tahun 2017 bersama Pemerintah Indonesia, akademisi, serta praktisi pendidikan dan perlindungan anak. Untuk mendukung program tersebut, dibutuhkan kerjasama seluruh pihak di lingkungan sekolah yakni guru, siswa dan orang tua murid.
Bullying sering terjadi di lingkungan pendidikan karena kombinasi dari berbagai faktor seperti ketidakadilan sosial, kurangnya pengawasan dari pihak sekolah, dan kurangnya pemahaman tentang pentingnya empati dan toleransi di antara siswa. Faktor-faktor ini dapat menciptakan lingkungan di mana kekuatan fisik, status sosial, atau perbedaan individual dipergunakan sebagai alat untuk merendahkan atau mendominasi yang lain.
Untuk mengatasi kasus bullying di lingkungan sekolah, penting untuk meningkatkan kesadaran tentang dampak negatifnya melalui program edukasi yang melibatkan siswa, guru, dan orang tua, sambil memberikan dukungan emosional dan psikologis bagi korban dan pelaku bullying untuk mendorong perubahan perilaku yang positif.
Tindakan bullying terjadi di lingkup sekolah dengan notabene pelaku masih di bawah umur, namun tindakan yang dilakukan sangatlah tidak pantas dan termasuk ke dalam tindakan kriminal. Untuk pelaku bully di bawah umur namun terlibat dalam perilaku kriminal, hukuman yang tepat adalah kombinasi antara pendekatan rehabilitasi yang fokus pada pemahaman konsekuensi dari tindakan mereka dan upaya untuk memperbaiki perilaku, bersama dengan pengawasan ketat dan intervensi sosial yang bertujuan untuk mencegah ulangnya tindakan kekerasan.Â
Konsekuensi tegas dari sekolah untuk pelaku bully dapat mencakup penegakan disiplin yang konsisten, seperti teguran resmi, penalti sosial seperti layanan masyarakat atau pemulihan, serta pelibatan orang tua dalam proses pendidikan dan pengawasan anak mereka. Hal ini bertujuan untuk memberikan sanksi yang sesuai serta mendidik pelaku tentang dampak negatif dari perilaku mereka.Â
Dalam menghadapi kasus bullying yang semakin merajalela di kalangan pelajar, tindakan tegas perlu segera diambil. Bullying tidak hanya memberikan dampak psikologis serius bagi korban, tetapi juga menciptakan lingkungan belajar yang tidak aman. Melalui pendekatan kolaboratif antara orang tua, guru, dan lingkungan masyarakat, serta dengan dukungan program pencegahan seperti Program Roots, kita dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan mendukung bagi semua siswa.
Lydia Prifta, Mahasiswa Program Studi Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Digital, Universitas Negeri Jakarta Angkatan 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H