Mohon tunggu...
Lybertha
Lybertha Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lepaskan Aku Darinya

28 Januari 2024   20:26 Diperbarui: 31 Januari 2024   09:58 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

   "Alay" Ucap Noe dengan enteng. Semua menoloh ke arah Noe. Suasana sunyi kembali memekakkan telinga. 

   Lein hanya terdiam dan tersenyum. Sedikit sakit tapi ia tetap menerima pendapat tersebut. Mungkin saja ia tidak sengaja membuat skenarionya terlalu mendramatisir. Bel sekolah melantunkan melodi menandakan istirahat pertama dimulai. Anak-anak lari berhamburan keluar, tapi tidak dengan Lein. Ia hanya duduk termenung di kelas memikirkan bagaimana rencana pengambilan video di esok hari. 

   Lein mengambil kembali laptopnya untuk melihat skenario dan mulai mengimajinasikan bagaimana angle kamera yang bagus. Sepanjang istirahat Lein tidak makan. Ia terus sibuk dengan skenarionya. Bel selesai istirahat pertama berbunyi dan kegiatan pun dilanjutkan sampai pulang sekolah.

  Di hari berikutnya, Lein membawa alat-alat untuk merekam iklannya nanti. Semua ia persiapkan sendiri mulai dari kamera, lighting, tripod, dll. Suasana rusuh tergambarkan ketika melihat ke arah Lein. Tangan kiri memegang tripod, tangan kanan memegang tas, kamera terkalungkan di lehernya. Maretha yang melihat hal itu pun langsung mendatangi Lein dan membantunya membawa barang. Senyum terlukis di wajah Lein ketika ada yang datang membantu. Jeanice sebagai karakter utama di iklan tersebut tak mau kalah dan ikut membantu membawakan barang. Beruntung rasanya memiliki mereka. 

   "Putri kecil ibu cantik sekali," ucap Lein sembari menertawakan Maretha yang menggendong tripod layaknya ibu yang sedang menggendong anaknya.

   "Bapaknya kemana, bu? Kok gak ikut?" lanjut Jeanice membuat mereka tertawa. 

   Canda tawa mengisi perjalanan mereka. Perekaman ini hanya membutuhkan Jeanice sehingga anak Antareja yang lain melanjutkan latihan mereka untuk teater Lustrum di pendhapa. Mereka merekam beberapa scene di toilet. Sedikit sulit karena toilet adalah tempat publik dan banyak yang keluar masuk. 

   DI tengah-tengah perekaman Lein diam mematung. Rasa sakit dan perih menusuk perut Lein. Maretha dan Jeanice yang sedang mengarahkan lighting pun langsung menghentikan aktivitasnya karena melihat Lein yang merintih kesakitan. Wajah panik terpasang di wajah mereka. Maretha membujuk Lein untuk istirahat sejenak di UKS. Sia-sia, Lein yang keras kepala kekeh untuk melanjutkan proses perekaman. Lein jongkok sejenak untuk meringankan rasa sakit. Setelah mulai mereda mereka pun langsung pergi menuju pendhapa untuk merekam bersama anak Antareja.

  Lein mulai mengarahkan anak-anak Antareja untuk bagaimana akting mereka nanti. Ia menjelaskan sembari menata kamera dan lighting. Belum sampai proses perekaman, rasa sakit kembali menusuk perut Lein. Keringat dingin menghujani tubuh Lein. Bibirnya pucat tak berwarna. Lein segera berlari menuju 1 pilar dan duduk bersandar. Anak-anak yang lain heran dan Ryma langsung mengambil alih. Kali ini ia benar benar tak kuat. Tubuh lein meringkuk. Jeanice dan Maretha semakin panik. Ia memanggil guru untuk membujuk Lein pulang. 

   Butuh waktu untuk membujuk Lein pulang. Orang tua Lein segera menjemputnya dan membawanya ke rumah sakit. Benar saja, setelah diperiksa ternyata asam lambungnya naik. Akhir-akhir ini pola makan dan tidur Lein tidak teratur. Ia sedikit banyak pikiran karena adanya proyek ini. Ketika dirumah ia merasa tak tenang. Otaknya tidak pernah istirahat dan terus memikirkan segala proyek dan kegiatan. 

   Tiba saatnya untuk melakukan perekaman bersama anak Antareja. Proses perekaman ini cukup lancar. Banyak anak-anak yang serius dan mendengar instruksi dengan baik. Waktu terus berjalan, anak Antareja mulai kehilangan konsentrasi dan semangat. Mereka mulai mengadu nasib dan bertengkar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun