Ujian semester kemarin meninggalkan banyak beban pikiran kami para murid. Mungkin karena ujiannya yang sangat berat dan materinya yang susah. Ditambah lagi para guru seperti berbondong-bondong memberikan tugas dan hafalan kepada kami sebelum ujian.
Untuk menghilangkan sisa-sisa beban pikiran itu, aku memutuskan untuk berlibur di tempat orang tuaku yaitu di sebuah daerah yang bernama Kerinci. Sebuah kabupaten yang terletak di provinsi Jambi, Indonesia. Dengan Siulak sebagai pusat kehidupannya.
Aku biasa mengejek Kabupaten Kerinci sebagai kabupaten introvert. Kenapa??. Karena Kerinci terisolasi dari dunia luar. Akses masuknya saja harus melewati salah satu dari tiga gunung nan indah yaitu Gunung Tujuh, Gunung Raya, dan gunung berapi tertinggi di Indonesia yakni Gunung Kerinci. Lebih tepatnya Kerinci di kelilingi oleh ketiga gunung itu.
Di kaki Gunung Raya terdapat salah satu danau yang sangat indah di negeri ini. Siapa lagi yang tidak kenal dengan Danau Kerinci?. Sebuah danau nan indah lagi permai. Sangking indahnya, setiap tahunnya tak sedikit turis berkunjung dan berswafoto di danau yang berlatar belakang Gunung Raya ini.
Sama dengan Gunung Tujuh. Kita juga bisa berkunjung di Danau Gunung Tujuh yang tak kalah indah dari Danau Kerinci. Bedanya danau ini di kelilingi oleh tujuh puncak Gunung Tujuh. Makanya danau ini disebut Danau Gunung Tujuh. Keindahan dan ketenangan danau ini membuat masyarakat Kerinci memanggilnya dengan julukan "Danau Para Dewa".
Biasanya aku dan keluarga menuju Kabupaten Kerinci melewati Gunung Kerinci. Setelah naik turun memutar gunung dengan mobil dan melewati jalannya yang berkelok-kelok, kami harus melewati pemandangan Kebun Teh Kayu Aro. Kebun teh yang hijau ini dengan latar belakang Gunung Kerinci selalu membuat kami menyempatkan diri untuk berswafoto di sana.
Ini baru akses masuk ke Kerinci. Belum lagi destinasi-destinasi alamnya seperti Air Terjun Telun Berasap, Bukit Khayangan, Danau Kaco, Air Terjun Kalang Temulun dan masih banyak lagi. Makanya, tak heran Kerinci menjadi kabupaten berjulukan "Segumpal Tanah dari Surga".
Destinasi alam Air Terjun Telun Berasap menawarkan alamnya yang asri. Derasnya air yang terhempas pada batu-batu di bawahnya dan menguap menjadi alasan mengapa air terjun itu berasap. Selain itu, di balik air terjun itu juga terdapat sebuah goa yang cukup besar dan luas. Tapi karena derasnya air, belum ada orang yang menyusuri gua itu secara menyeluruh.
Wisata Bukit Khayangan memanjakan kita dengan alamnya yang menakjubkan. Ketika kita berada di puncak bukit tersebut, kita bisa melihat awan-awan mengalir mengikuti arah angin. Karena itulah Bukit Khayangan di panggil juga dengan negeri di atas awan.
Sesuai dengan namanya, Danau Kaco memiliki air yang jernih seperti kaca. Warna airnya berwarna hijau kebiruan. Danau ini dapat memancarkan cahaya yang cukup terang pada malam hari. Terlebih terang lagi ketika bulan purnama datang.
Air Terjun Talang Kemulun juga tak kalah indah dari destinasi alam lainnya. Banyaknya spot foto yang indah membuat keindahan alam ini sangat sayang jika tidak diabadikan. Air terjun ini seperti surga bagi fotografer di dunia.
Selain wisata alam, Kerinci juga menyajikan wisata kuliner yang menurutku sangat menarik. Salah satu kuliner khasnya adalah gulai teduak. Hidangan ini terbuat dari daging sapi dan dimasak bersama dengan nangka muda. Rasa Gulainya yang kaya akan rempah membuat lidahku menari-nari setelah memakannya.
Selain makanan, terdapat kopi kerinci yang memiliki rasa dan aroma yang khas. Kata ayahku aromanya seperti aroma kokoa. Sedangkan rasanya lebih cenderung ke arah lemon yang segar. Cita rasa yang unik ini membuat Kerinci menjadi magnet bagi para pecinta kopi dunia.
Di Kerinci aku belajar banyak hal baru. Contohnya dari segi tradisi dan budayanya. Aku pernah melihat orang-orang melaksanakan tradisi rentak kudo ketika ada yang menikah. Tradisi rentak kudo adalah tarian dengan pola gerakan menghentak-hentak seperti kuda. Maksud dari tradisi ini adalah untuk memeriahkan pesta pernikahan tersebut.
Menurut aku dan keluarga kehidupan di Kerinci jauh dari kata sibuk. Ya!. Lebih tepatnya sangat santai. Orang-orang Kerinci lebih banyak menikmati alur hidup mereka dengan lambat.
Aku jadi teringat waktu pertama kali kami pergi ke Kerinci. Saat itu aku masih kelas 5 SD. Keluargaku memutuskan untuk pindah ke sini dengan alasan pekerjaan.
Waktu itu aku sangat terkejut melihat keadaan yang cukup santai. Berbeda dengan kota yang pernah aku tempati dulu. Kota yang setiap pagi sibuk dengan hilir mudik kendaraan sangat bertolak belakang dengan kabupaten yang masih menghabiskan paginya untuk sarapan.
Ketika hari pertama aku bersekolah di sana, aku lekas bersiap karna takut terlambat. Setibanya aku di sekolah belum ada yang datang satu orang pun. Bahkan gerbangnya pun belum dibuka. Ayah mengejek aku yang sudah bolak balik ke sekolah. Kebetulan sekolah itu hanya berjarak tiga rumah dari rumahku.
Ayah: Baa ndak jadi ka sekolah ni?
Saya: Gerbang lun terbuka lagi yah
Ayah: Di sini ndak sama kayak di kota dulu. Orang-orang menghabiskan waktu pagi mereka untuk sarapan sama keluarganya dulu
Saya: Berarti masyarakat Kerinci lebih banyak menikmati waktu sama orang-orang tersayangnya ya yah?
Ayah: Iya nak. Makanya Kerinci cocok kalau kita mau hidup slow living
Baa: kenapa, lun: belum,
Sekarang aku mengerti pentingnya untuk beristirahat dari dunia yang penuh desakan ini. Hamparan sawah yang luas di depan rumahku seolah menyadarkan aku tantang bagaimana kehidupan dunia berjalan. Kabupaten Kerinci mengajarkan aku banyak hal tentang menikmati hidup.
Dari masyarakat Kerinci aku belajar untuk tidak terburu-buru dalam hidup. Aku menjadi lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga. Aku juga dapat melakukan hobi baru dengan waktu yang tersisa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H