Penulis : Erik Ferdiansyah
Merdeka Belajar dan Merdeka Budaya menjadi topik yang sedang hangat didiskusikan di dunia pendidikan di Indonesia. Sekolah mengalami adaptasi pada proses peralihan dari Kurikulum 2013 menjadi Kurikulum Merdeka. Implementasi Kurikulum merdeka tidak hanya diterapkan pada jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah, namun juga diterapkan pada jenjang perguruan tinggi. Apakah perbedaan kedua kurikulum tersebut? Apakah kurikulum tersebut dapat diterapkan di semua sekolah dan kampus di Indonesia?
Implementasi Kurikulum Merdeka terdengar baru dikalangan pelajar, mahasiswa dan pendidik. Dalam implementasinya, perlu adanya persiapan yang matang baik bagi peserta didik maupun pendidik. Pendidik memahami proses pembelajaran yang diterapkan pada kurikulum merdeka. Seminar terkait kurikulum merdeka harus disampaikan secara merata agar terdapat keseragaman dalam penerapannya seluruh Indonesia.
Sebelum diterapkan di seluruh sekolah, implementasi Kurikulum Merdeka telah diterapkan di beberapa sekolah di Indonesia. Hal ini untuk mengetahui kendala-kendala yang ditemukan dalam penerapannya. Kendala tersebut dapat di evaluasi sebelum diterapkan di seluruh sekolah di Indonesia.
Terdapat beberapa kendala yang dialami peserta didik. Peserta didik baru akan memahami proses pembelajaran pada merdeka belajar dan merdeka berbudaya. Setiap peserta didik memiliki keterampilan yang berbeda seperti kreativitas dalam proses pembelajaran. Pada merdeka belajar, peserta didik dituntut untuk kreatif dalam mengerjakan beberapa proyek. Pembelajaran merdeka belajar dan merdeka budaya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menyajikan hasil diskusi kelompok di depan kelas. Namun, Peserta didik tidak percaya diri menyampai gagasan di depan kelas sehingga materi yang dipresentasikan tidak dipahami oleh peserta didik yang lain. Peserta didik tidak terbiasa melakukan presentasi di depan kelas bersama kelompok. Ada kecenderungan peserta didik yang tampil tidak berganti dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan kepercayaan diri peserta didik tidak meningkat bagi mereka yang takut tampil.
Kemampuan kolaborasi juga diperlukan dalam menyelesaikan tugas kelompok. Salah tugas yang sering diberikan berupa karya dalam bentuk makalah dan pembuatan video materi pembelajaran. Kurangnya kerjasama yang baik menyebabkan tugas tidak dapat dikerjakan dengan maksimal. Selain itu, sebagian peserta didik tidak ikut berkontribusi dalam mengerjakan tugas, namun tugas tersebut selesaikan hanya oleh beberapa anggota kelompok.Â
Peserta didik juga perlu mengenal apa yang disukai dan apa yang tidak disukai. Misalnya peserta didik tidak mengenal dirinya memiliki bakat menulis, menggambar, membuat video dan lain-lain. Pada akhirnya peserta didik tidak menghasilkan karya sesuai bakat yang dimiliki. Penting, peserta didik mengetahui potensi yang dimiliki.Â
Pada kurikulum merdeka tidak ada jurusan IPA dan IPS. Peserta didik dapat memilih  mata pelajaran sesuai minat dan bakat yang dimiliki peserta didik. Saat ini kelas X telah memilih mata pelajaran yang akan diampu pada kelas XI. Peserta didik akan berganti teman pada tingkat kelas berikutnya. Hal ini dapat menambah relasi pada antara satu siswa dengan yang lain.
Permasalahan lain yang dialami peserta didik ialah kesulitan memahami materi secara mandiri. Pendidik berperan sebagai fasilitator pada kurikulum merdeka, sedangkan peserta didik harus belajar aktif. Peserta didik yang terbiasa belajar dengan metode ceramah mengalami kesulitan untuk transisi ke pembelajaran merdeka belajar. Peserta didik memiliki kecenderungan menunggu perintah dari pendidik.Â
Permasalahan-permasalahan tersebut dialami oleh pendidik dan peserta didik disebabkan oleh beberapa penyebab. Hal ini dapat terjadi karena penyebab baik dari dalam maupun dari luar. Penyebab dari dalam berupa motivasi belajar yang rendah, tidak memiliki pengalaman, tidak ingin mencoba dan malas. Penyebab dari luar berupa kemampuan pendidik dalam menerapkan kurikulum merdeka belajar.Â