Apalagi dalam konteks keindonesiaan yang memiliki keberagaman suku, bahasa dan agama, sangat tidak pas bila menjadi radikalis ataupun ekstremis baik itu kanan maupun kiri. Maka beragama secara moderat merupakan pilihan sangat representatif untuk menjawab persoalan bagi setiap penganut agama dewasa ini.
Namun perlu juga dipertanyakan, dengan giatnya pemerintah membumikan gagasan moderasi beragama, apakah ujungnya sebatas toleransi bagi setiap penganut agama?.Â
Jika benar, maka sangatlah sempit pemahaman akan moderasi beragama di kalangan pemangku jabatan negeri ini. Sangatlah tidak pas apabila moderasi beragama hanya terpaku pada tatanan konsep yang dipakai oleh para penganut agama. Dalam status seperti itu, moderasi beragama terputus pada pemahaman tidak berlebih-lebihan saja.
Penulis mencoba memaknai lebih luas soal moderasi beragama ini. Penulis merujuk kepada pemikiran Kuntowijoyo dan memakai istilah yang ia gunakan dalam merumuskan ilmu sosial profetik.Â
Memang dari segi landasan pemikiran Kuntowijoyo berangkat dari Alquran surat Ali Imran ayat 110. Namun kali ini, penulis mencoba merekonstruksi nalar kritis Kuntowijoyo tersebut dan mengawinkannya dengan moderasi beragama sebagai produk untuk menghasilkan kedamaian umat beragama.
Penulis berpendapat bahwa pucuk dari moderasi beragama adalah humanisme, liberasi dan transendensi terhadap manusia beragama di Nusantara. Dalam posisi ini perlu ditekankan, penulis tidaklah menyebutkan bahwa semua agama datang dari Allah SWT. Namun yang tidak dapat dipungkiri adalah setiap agama memiliki tuhan.
Moderasi beragama mewujudkan humanisasi
Kuntowijoyo berpendapat konsep humanisasi adalah memanusiakan manusia, anti kekerasan dan kebencian. Secara esensial jika beragama moderat menjadi tolak ukur setiap umat beragama, maka yang terjadi adalah tegaknya nilai-nilai kemanusiaan di tengah masyarakat. Karena tidak mungkin, nilai-nilai kemanusiaan itu akan tegak dengan cara kekerasan.Â
Apalagi kekerasan sangat bertentangan dengan kemaslahatan umum. Dan yang paling krusial adalah ajaran agama tidak akan diterima masyarakat apabila disampaikan dengan cara melanggar nilai-nilai kemanusiaan. Penulis sangat yakin tidak satu pun tuhan dalam sebuah agama yang menginginkan terjadi kekerasan dan kerusakan di antara manusia.
Hasil moderasi mewujudkan humanisasi adalah manusia Indonesia sebagai manusia beragama, akan menjunjung tinggi rasa keadilan, kasih sayang dan kesusilaan dalam  interaksi sosial. Dengan rasa kemanusiaan terpatri di hati maka seseorang yang beragama tidak akan mudah menghakimi manusia lain dan akan sangat mudah menerima perbedaan dan keragaman. Tidak hanya soal dirinya dengan orang lain, humanisasi juga berlaku untuk individu tersebut. Dengan maksud humanisasi terhadap manusia beragama yakni menyadari dirinya adalah makhluk yang diciptakan tuhan.
Moderasi beragama mewujudkan liberasi
Singkatnya liberasi adalah adalah upaya pembebasan manusia dari belenggu pengetahuan, ekonomi dan politik serta berbagai aspek lain. Dikaitkan dengan moderasi beragama, maka hasil yang dicapai adalah manusia beragama akan membebaskan dirinya dari segala sesuatu yang akan merubah statusnya menjadi makhluk yang hina di mata tuhan karena perbuatan jahatnya.