Mohon tunggu...
Luzen
Luzen Mohon Tunggu... -

Luzen

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Theist dan Atheist, Sama-sama Gila Pembenaran!

21 Agustus 2015   09:56 Diperbarui: 21 Agustus 2015   09:56 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya sebenarnya muak melihat orang-orang fanatik yang munafik. Mereka dari luar seolah tampak menghargai umat beragama lain. Namun, dalam hati mereka berkata, 

"Kasihan dia, semoga diberi jalan buat bertobat..." " Untung kita dapat anugrah berada di jalan yang benar mari kita doakan yang lain...." "Ajaran setan tuh! Nyembah2 patung!" "Doa aja pake ribet mesti bawa2 busur!" " Kafir tuh!" "Makan aja ribet ga boleh ini itu..." "Doa kok nyanyi-nyanyi" "Dewa dewa disembah , animisme tuh!" Daaaaannnnn...... banyak hal lainnya yang mereka simpan masing-masing dalam kelompok/agamanya. 

Lucunya adalah... mereka sebenarnya sama-sama tahu dan sama-sama diam ! Wkwkwk

Ini konyol sekali. Itulah yang saya sebut bahwa agama membuat kita saling membenci dalam diam.

Saat saling berdebat, wuihhh lebih konyol lagi, ayat-ayat kitab suci keluar semua! Dalil2 sabda ini sabda itu keluar semua! Dan karena inti awal perdebatan adalah saling mencari pembenaran  dan adu argumen tanpa logika maka terjadilah debat kusir yang bikin otak panas. 

Ada juga yang bilang, sudahlah agama tidak usah diperdebatkan, tapi dalam hati sama saja... diam-diam benci.

Esensi ajaran semua agama itu sebenarnya semua baik, yaitu ga jauh dari ajaran kasih dan berbuat baik. Tapi manusia dan ritual budayanyalah yang merumitkan dirinya sendiri dan membentuk halusinasi keagamaannya masing-masing. Semua merasa paling benar! Dan yang lain sesat! Bagi saya, semua orang yang teguh memegang agamanya, sesungguhnya memiliki bibit rasa benci dan merendahkan, setidaknya pada agama lain. Dan saya tidak suka ini.

Perumpamaan orang-orang buta yang menebak dan mendeskripsikan bentuk gajah dari satu bagian tubuh saja rasanya tepat sekali untuk menggambarkan orang-orang fanatik ini. Semuanya tidak tahu tapi ngotot sok tahu dan saling menertawakan. 

Bagaimana dengan Atheist

Membuat pernyataan "percaya" atau "tidak percaya" menurut saya sama saja. Yang satu percaya bahwa Tuhan itu ada, yang satu percaya bahwa Tuhan tidak ada. Mereka sama2 mempercayai eksistensi istilah Tuhan (meskipun yang satu percaya dan yang satu tidak percaya). Dalam beberapa kasus, atheism muncul karena adanya penentangan akibat rasa skeptis karena menemukan keganjilan2 dan pertanyaan2 yang tak terjawab dari sisi theism. Awalnya mungkin sebenarnya dia lebih ke jawaban tidak tahu tentang eksistensi Tuhan. tapi karena merasa tertekan oleh beragam pertanyaan lalu dia terpancing untuk sekalian membuat antitesa dari theist, maka jadilah atheist, si arogan yang merasa pintar dan pakai logika. Maka dua-duanya saya sebut sama-sama gila pembenaran.

Saya lebih memilih menjadi orang bodoh yang tidak sok tahu. Tidak memberikan pernyataan percaya atau tidak percaya karena saya memang tidak tahu.

Saya lebih memilih menjadi orang bodoh yang senang melihat orang lain tersenyum dan sedih melihat orang lain menangis. Sambil terus memperbaiki diri dan belajar kebaikkan dari nabi , orang biasa, binatang, atau apapun yang bisa megajarkan kebaikkan tanpa adanya intervensi budaya dan ritual. Siapa tahu kebenaran akan mendatangi saya secara pribadi dengan sendirinya  hingga saya akan bertemu dengan Sang Sumber yang sayapun juga tidak tahu. Ya... siapa tahu kan?

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun