Â
Â
Bagi saya, menikah itu bukan kewajiban, tapi 100% hak. Jadi jangan sekali-kali menyuruh orang menikah karena jalan hidup setiap orang itu misteri. Bukan cetakan pabrik yang semua pengalaman hidupnya harus sama satu sama lain.
Â
Memang sudah jalannya kami dipertemukan. Beruntung kami berdua punya pemikiran yang sama, sama-sama tidak menyukai menikah dengan perayaan besar atau resepsi yang mengundang banyak orang. Kami hanya tertarik pada tujuan utama kami, yaitu menikah. Kami hanya perlu mendapat pengakuan sah secara agama, pemerintah, dan keluarga, lalu dapat surat nikah - ini sudah cukup untuk hidup dimasyarakat kita saat ini.
Â
Dipajang dipelaminan dan diberi ucapan selamat oleh banyak orang yang belum tentu kami kenal terdengar sangat menggelikan bagi kami. Sama sekali tidak ada perasaan bangga seperti orang pada umumnya. Justru saya merasa jadi menyusahkan orang lain.
Â
Menjadi raja dan ratu sehari?Â
Â
Kami amat sangat tidak tertarik.
Â
Yang terlintas justru menjadi badut sehari.
Â
Mungkin Anda akan menyebut kami pasangan aneh.
Â
Di Jakarta sepertinya agak berhasil (hanya mengundang keluarga untuk pemberkatan dilanjut makan bersama) dan ternyata lumayan banyak juga sekitar 6 meja atau 60 orang, walau sebenarnya kami mau lebih ekstrim, hanya pemberkatan saja, dan selesai. Ya, setidaknya semua dilakukan direstaurant jadi kami tidak perlu bolak balik gereja - restaurant
Â
Sedangkan yang di kampung halaman saya, Ambarawa, sepertinya gagal total.
Â
Ibu saya orang yang sangat konservatif yang menganggap pernikahan harus dirayakan secara besar-besaran dan terlebih orangtua saya belum pernah menikahkan anaknya, ditambah lagi ayah saya yang "katanya" sebagai "tokoh" di sana dan ibu saya punya banyak kenalan. Malu katanya kalau ga ada apa apa. Jadilah akhirnya saya yang menjadi korban (dibanding berantem dan untuk menghormati orang tua). 500an ratusan orang diundang. Tak satupun teman saya.. Thanks God. Hanya kenalan dari orangtua saya yang saya sama sekali tidak peduli.
Â
Buat kami berdua, resepsi hanya buang-buang uang, tenaga, pikiran dan waktu.
Â
Buat apa sih? Berbagi kebahagian? Klise sekali, siapa yang peduli? Yang saya lihat justru suatu ajang pamer dan merepotkan banyak orang.
Â
Jujur, saya paling malas datang ke resepsi pernikahan, macet-macet di jalan, menyempatkan waktu untuk pergi malam2/siang2..... :(
Â
Jujur juga ya, saya sama sekali tidak tertarik melihat pengantinnya dan orang-orang yang sudah capek-capek dandan disitu.Â
Â
Lalu saya coba balik posisi saya. Saya ada dipelaminan dan saya melihat tamu-tamu yang "terpaksa" datang dan bermuka ceria mengucapkan selamat padahal dalam hati mana tau? Hahaha
Â
Saya justru akan sangat bersyukur dan berterima kasih jika tidak diundang :D
Â
Cukup kasih tau "Kita mau merid tapi ga perlu datang kok" itu baru namanya berbagi kebahagiaan sejati hahaha (ini serius lho!)
Â
Berikan kami uang ratusan kali lipat dari jumlah uang resepsi dan kami akan melakukan hal yang sama. Say no to big party!
Â
So,
Â
Berbahagialah kalian yang menikah tanpa resepsi dan keluarganya mau diajak kompromi.Â
Â
Di mataku kalian keren sekali lho!
Â
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H