Aroma Kompetisi Pemilihan Presiden 2019 semakin menguat setelah partai utama pendukung pemerintahan saat ini PDI-P mendeklarasikan Joko Widodo sebagai calon presiden pada kontestasi 2019 yang akan datang. Tidak seperti biasanya memang, kali ini Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan seperti satu langkah lebih cepat dibandingkan kompetitornya dalam mengumumkan nama yang akan diusung untuk pesta demokrasi lima tahunan.Â
Pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2017 yang lalu, mereka mengumumkan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat pada menit-menit terakhir jelang pendaftaran calon di Komisi Pemilihan Umum. Kali ini, nama Joko Widodo yang memang sudah digadang-gadang akan maju lagi untuk yang kedua kalinya justru sudah dilambungkan terhitung sejak 23 Februari 2018. "Dengan ini saya nyatakan, calon presiden dari PDI Perjuangan, Joko Widodo," kata Ketua Umum Megawati Soekarnoputri di sela-sela pidato pembukaan Rakernas III PDIP yang digelar di Grand Inna Beach Hotel, Bali.
Dengan demikian, pencalonan kembali Joko Widodo oleh PDIP sebagai calon presiden 2019 sekaligus menutup dinamika politik yang berkembang mengenai siapa nama calon RI 1 yang akan diusung oleh partai poros utama pendukung pemerintahan saat ini. Setidaknya, ada beberapa tokoh yang sempat dimunculkan untuk menjadi calon presiden alternatif berdasarkan data yang dihimpun dari lembaga survey.Â
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsudin Haris menyebutkan bahwa Agus Harimurti Yudhoyono memiliki peluang kuat untuk menjadi calon presiden alternatif karena sudah mempunyai modal sumber daya yang berasal dari kekuatan Partai Demokrat. Selain itu, Haris juga menjabarkan nama-nama lain yang mempunyai kesempatan untuk menjadi calon alternatif, seperti Anies Baswedan, Mahfud MD, Muhaimin Iskandar, Airlangga Hartarto, serta Zulkifli Hasan.
Saat ini yang lebih menarik untuk diperhatikan ialah tentang siapa yang akan diajukan untuk mendampingi Joko Widodo sebagai calon wakil presiden nanti. Dinamika yang terjadi dalam lingkaran partai koalisi pendukung pemerintah memang terlihat sangat cair. Negosiasi politik terus dilakukan agar bisa segera memastikan untuk mendapatkan tempat yang menguntungkan ketika tiba saatnya pemilihan umum.Â
Meskipun tidak ada yang bisa menjamin bahwa incumbent sudah pasti menang, tetapi status Joko Widodo yang masih memegang jabatan Presiden saat ini memang cukup menarik minat partai-partai besar untuk bergabung dan menawarkan diri menempati posisi strategis di eksekutif. Coba kita bandingkan dengan apa yang terjadi dengan poros oposisi, walaupun Gerindra dalam beberapa kesempatan tidak ragu menyatakan Prabowo Subianto akan maju lagi sebagai calon presiden, tetapi justru sang Ketua Umum terlihat gamang untuk mendeklarasikan dirinya.Â
Kenyataan itu terlihat dari kesempatan bertatap muka dengan awak media beberapa waktu lalu. "Deklarasi itu kan kalau ada tiket, kita lihat perkembangan situasi dan berpikir positif, sabar-sabarlah, kita cari yang terbaik," kata Prabowo saat menghadiri Rakernas Bidang Hukum dan Advokasi DPP Gerindra di Hotel Sultan, Jakarta Selatan, Kamis (5/4).Â
Tiket yang dimaksud oleh mantan Danjen Kopassus ini adalah ketentuan ambang batas pencalonan presiden yang ditetapkan Undang-Undang Pemilu sebesar 20 persen dari kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya. Gerindra sendiri saat ini masih belum memenuhi presedential threshold tersebut karena belum memenuhi batas minimal. Partai lain yang hampir pasti berkoalisi dengan Gerindra, yakni Partai Keadilan Sejahtera juga tidak cukup membantu, karena jika keduanya digabungkan masih belum memenuhi jumlah minimal sebagai syarat untuk mengajukan calon presiden.
Ketidakpastian yang sedang terjadi dalam kubu oposisi ini membuat beberapa partai politik melakukan manuver dengan cara berbelok arah ke koalisi besar yang mengusung Joko Widodo. Meskipun para petinggi partai tersebut menyatakan tidak ada syarat tertentu yang akan diajukan jika berkoalisi dengan siapapun, tetapi kita semua tahu bahwa dalam politik tidak ada makan siang yang gratis.Â
Seperti yang dilakukan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar. Pria yang akrab disapa Cak Imin ini sudah sangat percaya diri bahwa ia akan mendapatkan tiket untuk melaju menjadi calon wakil presiden. Hal itu terlihat dari baliho-baliho besar yang terpampang di seluruh penjuru Indonesia dengan tulisan "Muhaimin Iskandar Calon Wakil Presiden 2019", meski saat ini partainya menjadi pendukung pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, namun Cak Imin seperti tidak ingin memberikan batasan bagi pihak manapun yang dengan tangan terbuka bersedia untuk mengajak dirinya menjadi calon wakil presiden.Â
Artinya, jika seandainya Joko Widodo benar-benar tidak menunjuknya untuk menjadi pendamping pada 2019, maka Muhaimin Iskandar siap untuk pindah halauan ke partai oposisi yang dimotori oleh Gerindra dan PKS. "Saya masih optimistis pak Jokowi akan mengajak saya," ujar Cak Imin.
Sinyal Muhaimin Iskandar untuk tetap menunggu ajakan dari Joko Widodo sebelum memutuskan langkah selanjutnya ini diakui sebagai bentuk penghormatan, mengingat PKB saat ini masih tergabung dalam koalisi pemerintah sehingga pada 2019 nanti pihaknya juga masih memprioritaskan kubu PDIP dan kawan-kawan. Tetapi, Muhaimin Iskandar juga tidak menampik adanya ajakan partai politik dari luar pendukung Joko Widodo untuk berkoalisi.Â
Apalagi dalam sebuah kesempatan dengan awak media ia mengatakan dimanapun tempatnya, ia tetap bertekad untuk menjadi calon wakil presiden. "saya sudah bersilaturahmi dengan banyak ulama di seluruh Indonesia, alhamdulillah beliau-beliau semua memberikan dukungan, intinya dimanapun saya berada baik di pendukung pemerintahan atau oposisi, saya tetap menjadi Wakil Presiden," ungkap Cak Imin.Â
Langkah Ketua Umum PKB yang masih memprioritaskan koalisi pendukung Joko Widodo ini cukup wajar, karena dari segi kondisi, posisi yang dimiliki petahana bersama partai pendukung lainnya saat ini memang mempunyai nilai tawar lebih baik ketimbang koalisi oposisi yang belum mendeklarasikan satu nama pun untuk Pemilihan Presidan dan Wakil Presiden yang akan datang.
Muhaimin Iskandar tidak boleh terlalu percaya diri, karena sampai saat ini Joko Widodo sendiri masih menyimpan rapat nama yang akan ditunjuk untuk menjadi partner di 2019 nanti. Selain itu, Cak Imin juga bisa dipastikan tidak akan bersaing sendirian, karena beberapa tokoh besar sudah mulai diperbincangkan dan masuk dalam radar survei. Romantisme yang sepertinya akan kembali terjalin antara PDIP dengan Partai Demokrat perlu diwaspadai.Â
Walaupun kedua belah pihak masih malu-malu untuk mengakui, namun kehadiran Joko Widodo dalam beberapa event besar yang diadakan oleh Partai Demokrat seperti memberikan sinyal kuat bahwa kedua king maker yakni Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono itu akan segera islah. Jika saja kedua tokoh besar itu jadi bersatu, maka ada satu nama yang akan dipromosikan, ia adalah Agus Harimurti Yudhoyono. Gelaran Pemilihan Gubernur DKI Jakarta yang lalu sepertinya hanya sebagai batu lompatan untuk putra sulung SBY ini.Â
Menurut saya kontestasi saat itu hanya dilakukan sebagai langkah untuk menguji elektabilitas AHY di panggung politik tenah air. Hasilnya tidak mengecewakan, walaupun hanya menduduki urutan paling akhir di bawah Anies-Sandi dan Ahok-Djarot, namun mengingat Agus Harimurti baru pertama kali terjun ke dunia politik. Pilkada serentak pada 2017 itu pula yang pada akhirnya semakin melambungkan namanya.Â
Sampai saat ini alumni Akademi Militer tersebut rutin bersafari ke pelosok Indonesia untuk "menjual diri". Kalau Partai Demokrat masih memegang prinsip tidak ada makan siang gratis dalam politik, maka bukan tidak mungkin Susilo Bambang Yudhoyono akan mengajukan syarat AHY sebagai calon wakil presiden untuk memuluskan langkah Demokrat berkoalisi dengan partai pendukung Joko Widodo. Apalagi elektabilitas AHY juga selalu muncul dalam berbagai survei.
Nama lain yang berpeluang masuk ke dalam peta persaingan bursa calon wakil presiden untuk Joko Widodo adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia tersebut sudah sejak Pemilihan Presiden 2014 yang lalu diisukan akan terjun ke dunia politik, namun ternyata hal tersebut belum juga terjadi sampai saat ini.Â
Namun, beredarnya poster yang menyandingkan foto Joko Widodo bersama dengan Mahfud MD membuat ahli hukum tata negara itu kembali dirumorkan akan benar-benar mengabdikan diri kembali kepada rakyat Indonesia melalui panggung politik. Ketika ditemui dalam suatu kesempatan, Prof Mahfud memberikan jawaban yang terasa mengambang, tidak mengiyakan namun juga enggan untuk menolak kesempatan maju sebagai calon wakil presiden. "Sudah pernah ada komunikasi dengan parpol pengusung Jokowi, Alhamdulillah masuk walaupun saya tidak pernah ingin.Â
Tapi saya tidak katakan tidak mau, karena nggak mau sombong," kata Mahfud. Pernyataan pria yang saat ini masih aktif sebagai dosen tersebut menimbulkan optimisme tersendiri dari kalangan pro Joko Widodo. Kehadiran Mahfud MD diyakini akan menguatkan kebijakan pemerintahan khususnya dalam bidang supremasi hukum dan kedekatan Mahfud MD dengan kalangan Islam akan menjadi senjata ampuh bagi pemerintahan Joko Widodo untuk mengikis isu diskriminasi identitas yang masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi bangsa Indonesia.Â
Salah satu contoh optimisme itu bisa kita temukan dalam kolom komentar akun Instagram resmi milik Mahfud MD yang berkata "wah kalau Prof Mahfud mendampingi Jokowi, saya yakin Indonesia akan maju hukumnya dan tidak ada lagi isu agama yang dibawa ke panggung politik," ujar salah satu akun pengguna Instagram.
Kegamangan Prabowo Subianto untuk segera mendeklarasikan diri sebagai calon presiden 2019 penantang utama Joko Widodo membuat spekulasi yang semakin berkembang sangat liar bak bola api. Bahkan beberapa pengamat sempat memunculkan kemungkinan jika Prabowo merapat ke kubu Joko Widodo sebagai calon wakil presiden ketimbang bersikeras maju sendiri namun presidential threshold yang dimiliki koalisinya tidak kunjung cukup untuk digunakan sebagai bahan bakar bertempur di 2019 nanti.Â
Kemungkinan itu sudah diamini oleh orang dalam Partai Gerindra sendiri, yakni Hashim Djojohadikusumo yang tidak lain merupakan adik Prabowo Subianto. Ketika ada pertanyaan apakah pihak koalisi Joko Widodo pernah meminta Prabowo Subianto menjadi calon wakil presiden, ia hanya menjawab dengan senyum penuh makna. "Saya senyum saja.Â
Tidak bantah. Saya kan orang Jawa, anda bisa terjemahkan lah, bisa tafsirkan sendiri," katanya. Sementara itu, berdasarkan data yang dihimpun dari survei Saiful Munjani Reasearch and Consulting (SMRC) menyebutkan bahwa ada sekitar 66,9 persen responden mengiyakan jika Joko Widodo berdampingan bersama Prabowo Subianto pada 2019. "Ada keinginan masyarakat untuk menggabungkan Jokowi dengan Prabowo di Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019 nanti. Mayoritasnya mengatakan setuju sebanyak 66,9 persen," ungkap Djayadi Hanan, Direktur Utama SMRC.Â
Walaupun demikian, sepertinya kemungkinan itu akan semakin tergerus, pasalnya Luhut Binsar Panjaitan sudah menjelaskan apa yang direncanakan oleh Prabowo sekaligus mengklarifikasi pertemuan tertutup dengan mantan Komandan Jenderal Kopassus tersebut beberapa hari yang lalu. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman itu mengungkapkan bahwa Prabowo Subianto sedang mempersiapkan diri untuk kembali bersaing dengan Joko Widodo menjadi Capres 2019. "Dia (Prabowo) lagi mempersiapkan diri untuk maju," kata Luhut saat ditemui dalam acara Partai Golkar di Jakarta, Sabtu (7/4/2018).
Agaknya permintaan dari kalangan masyarakat akar rumput yang sangat besar untuk menyandingkan Joko Widodo bersama Prabowo Subianto dalam pesta demokrasi 2019 nanti akan sulit terlaksana karena memang pada kenyataannya Prabowo masih berniat untuk menduduki jabatan sebagai RI 1. Selain itu, soliditas partai koalisi yang tergabung dalam kubu oposisi juga sudah teruji selama 3,5 tahun terakhir ini.Â
Dari banyaknya partai oposisi yang menyebrang ke pendukung pemerintahan seperti PAN, PPP, Golkar, tetap tidak mempengaruhi keharmonisan antara Gerindra dengan PKS yang masih bertahan sampai saat ini. Soliditas itu juga perlu diwaspadai oleh PDIP sebagai partai utama pengusung Joko Widodo. Jika partai berlogo banteng tersebut tidak pandai menjaga harmoni dengan parpol lainnya, dikhawatirkan akan ada partai yang pecah kongsi dengan pihak pendukung Jokowi dan menyeberang ke tim oposisi.
Menimbang karakter oportunis Muhaimin Iskandar juga rasanya tidak etis jika dikaitkan dengan kebiasaan dalam adat Jawa. Walaupun memang sifat oportunis itu sangat diperlukan dalam dunia politik, tetapi orang Jawa bilang yang terlebih dahulu meminta-minta terkadang malah tidak akan mendapatkan apa-apa. Jika memang yang terjadi demikian, maka siap-siap saja Joko Widodo kehilangan nama Partai Kebangkitan Bangsa dari daftar partai yang mendukungnya.Â
Masih ada cara lain untuk mempertahankan PKB, yakni dengan menawarkan posisi Menteri kepada Cak Imin, tetapi saya ragu beliau mau menerima mengingat kenyataan tekadnya bahwa dimanapun posisinya, ia harus tetap menjadi calon wakil presiden Republik Indonesia 2019. Kecuali jika pihak oposisi juga tidak menawarkan posisi apapun kepada Wakil Ketua Majelis Perwakilan Rakyat Tersebut, bisa jadi PKB akan dibawanya bagaikan kutu loncat yang mencari tempat manapun asalkan menguntungkan bagi pihaknya.Â
Nama Muhaimin Iskandar sendiri juga terancam dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu karena Komisi Pemberantasan Korupsi pernah mengungkap jika Cak Imin termasuk dalam daftar nama calon Menteri kabinet pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla  di 2014 yang mendapatkan rapor merah. Hal ini bisa sangat menggerus elektabilitas dan perolehan suara Joko Widodo.
Lalu bagaimana dengan peluang Agus Harimurti Yudhoyono untuk mendampingi Joko Widodo? Sejujurnya saya sangat tertarik untuk membicarakan bagian ini karena selalu membayangkan indahnya cinta lama bersemi kembali antara Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri. Saya pun juga kagum dengan prestasi mentereng di bidang militer yang pernah ditorehkan oleh AHY sebelum akhirnya pensiun untuk berserah diri di dunia politik.Â
Walaupun sudah punya pengalaman di Pilkada DKI Jakarta beberapa waktu yang lalu, namun menurut hemat saya Agus Harimurti Yudhoyono masih membutuhkan beberapa sentuhan ilmu politik dan birokrasi agar benar-benar siap menjadi pemimpin dan pelayan rakyat. Oleh sebab itu, saya jauh lebih sepakat jika AHY mendampingi Joko Widodo sebagai Menteri kabinet yang akan datang jika Jokowi kembali terpilih menjadi Presiden RI 2019. Mungkin posisi Menteri Pertahanan seperti halnya rekomendasi dari Partai Solidaritas Indonesia adalah tempat paling tepat bagi AHY saat ini. Semoga hal ini tidak lantas mempengaruhi intensitas hubungan antara PDIP dengan Partai Demokrat.
Pemerintahan Joko Widodo saat ini mendapatkan rapor merah di bidang supremasi hukum. Penilaian itu dilakukan selama 3,5 tahun Joko Widodo dan Jusuf Kalla memimpin tanah air. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Faridz merasa kecewa dengan kurangnya perhatian dari pemerintah saat ini untuk menegakkan hukum yang adil di Indonesia.Â
Oleh sebab itu ICW memberi angka 5 dari angka maksimal 10 khusus untuk bidang hukum di pemerintahan Jokowi saat ini. "Rapor Jokowi itu kita kasih lima," kata Donal. Selain itu banyaknya isu diskriminasi antar golongan dan agama yang senantiasa menjadi bahan konflik di Indonesia juga masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan. Untuk mengatasi kedua hal di atas tentu Joko Widodo harus mampu meyakinkan pendukungnya dengan menunjuk sosok calon wakil presiden yang kuat dalam penegakan hukum dan punya ikatan erat dengan kalangan religius, jawabannya ialah Mahfud MD.Â
Keberhasilannya dalam memimpin Mahkamah Konstitusi dan pengalaman di birokrasi karena pernah menjabat Menteri Pertahanan kemudian juga Menteri Kehakiman seharusnya menjadi point pertimbangan bagi pihak Joko Widodo. Mahfud MD juga pernah menjadi legislator di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sejak 2004 hingga 2008.
Semasa karirnya ia tidak pernah punya rekam jejak yang buruk. Menjawab persoalan krisis identitas antar golongan seharusnya bukan masalah baginya, karena kedekatan Mahfud MD dengan kalangan Islam di Indonesia dengan pengalamannya yang merupakan alumni Himpinan Mahasiswa Islam (HMI). Â Oleh sebab itu saya yakin kehadiran Prof Mahfud akan diterima dengan tangan terbuka oleh barisan partai pendukung serta simpatisan Joko Widodo.
Saya dan tentunya banyak masyarakat Indonesia berharap keputusan untuk menentukan siapa yang ditunjuk menjadi calon wakil presiden murni berdasarkan pertimbangan joko widodo sendiri. Walaupun Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019 nanti adalah panggung politik, tetapi bukan berarti partai politik termasuk parpol pendukung dengan enaknya mengintervensi keputusan yang akan diambil oleh Jokowi.Â
Karena, nantinya jika kembali terpilih menjadi Presiden, yang akan menjalani adalah Joko Widodo sendiri, saya berharap kepentingan politik yang terlampau besar tidak membuatnya harus mempertaruhkan kepentingan lain yang jauh lebih besar, yaitu rakyat. Hal ini sekaligus untuk menjawab keraguan publik bahwa Joko Widodo hanyalah seorang boneka partai yang tidak mampu menentukan sikap sendiri. Semoga ibu Megawati Soekarnoputri juga membaca pesan ini agar tidak banyak bisikan-bisikan yang cenderung mendikte langkah Joko Widodo dalam menjalankan roda pemerintahan saat ini maupun yang akan datang jika terpilih kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H