Pengertian Tarekat
Pertama, tarekat menurut etimologi berasal kosakata bahasa Arab, tariqah, yang teresap ke dalam bahasa Indonesia menjadi tarekat.
Menurut Ibn Mandzur, tarekat berasal dari bahasa Arab dengan beberapa asal kata, yaitu 1) berasal dari kata al-tarq yang berarti garis di bumi atau garis pada suatu benda apa pun; 2) berasal dari kata al-tariqah yang berarti al-sirah, yaitu perjalanan hidup atau biografi; 3) berasal dari al-tariqah yang berarti al-mazhab (mazhab), yaitu pernikahan atau aliran; 4) berasal dari al-tariqah yaitu yang berarti al-halah, yaitu keadaan; dan 5) berasal dari al-tariqah yang berarti al-‘umud, yaitu tiang (Prof, Kuliah Akhlak Tasawuf, 2023).
Kata tarekat ini memiliki arti yang mendalam, dan dapat dilihat dari asal katanya yang berasal dari bahasa Arab yang bermakna perjalanan spiritual kita dengan Sang Pencipta.
Pertama, tarekat dapat diartikan sebagai “jalur” untuk menempuh kita menuju kepada Allah. Dan dengan ini tarekat dapat diartikan sebagai jalan yang khusus yang dalam perjalanannya harus dilakukan secara teliti. Arti pada kata “madzhab” atau “aliran” yang berarti pendekatan khusus kita kepada Tuhan.
Pada tarekat ini kita dapat mengikuti bimbingan dan tradisi yang sudah berlaku sehingga kita dapat fokus dalam niat dan tindakannya. Dan tarekat juga dapat diartikan sebagai penopang dalam kehidupan kita. Pada akhirnya tarekat menjadi jalan untuk menuju tujuan akhir kita yaitu, kedekatan kita dengan Allah.
Proses Masuknya Tarekat
Pada mulanya, suatu tarekat hanya berupa "jalan atau metode yang ditempuh oleh seorang sufi secara individual", kemudian para sufi itu mengajarkan pengalamannya kepada murid muridnya, baik secara individual maupun kolektif.
Dari sini terbentuklah suatu tarekat dengan pengertian "jalan menuju Tuhan di bawah bimbingan seorang mursyid atau guru". Setelah suatu tarekat memiliki anggota yang cukup banyak maka tarekat tersebut kemudian dikembangkan menjadi sebuah organisasi tarekat.
Pada tahap ini, tarekat dimaknai sebagai "organisasi sejumlah orang yang berusaha mengikuti kehidupan tasawuf". Dengan demikian, di dunia Islam dikenal beberapa tarekat besar seperti tarekat Qadiriyah, Rifa'iyah, Syadziliyah, Naqsyabandiyah, Khalwatiyah, dsb (Styawati, Mengenal Tarekat di Dunia Islam, 2019).
Pada awalnya tarekat berkembang dari praktik spiritual pribadi menjadi sebuah komunitas. Namun, ketika para sufi membagikan dan mengajarkan pengalamannya mereka merasa lebih dekat dengan Tuhan, dan dari situlah mulai terbentuk pengajaran langsung dari guru ke murid.
Semakin lama, tarekat mulai berkembang menjadi sebuah organisasi yang dimana para anggotanya ingin hidup dalam ajaran tasawuf secara bersama-sama. Hal inilah yang menjadi faktor bahwasannya tarekat sudah mulai menjadi organisasi dikarenakan didalam organisasi ini terdapat guru (mursyid), murid serta aturan serta tradisi yang turun temurun dari generasi ke generasi lainnya.
Dan mulailah muncul tarekat Naqsyabandiyah dan Qadiriyah dalam perkembangannya. Bahwasannya tarekat ini berfungsi untuk mendekatkan diri dan merasakan kehadiran Allah. Sedangkan fungsi tarekat dalam bentuk organisasi untuk memberikan dukungan bagi para anggotanya agar mereka dapat saling membantu dan terarah dalam perjalanan spritualnya kepada Allah.
Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah
Salah satu Tarekat yang berkembang di Indonesia adalah tarekat nasyabandiyah, dalam ajaran tarekat naqsyabandiyah terdapat nilai-nilai yang terkandung didalamnya dan terdapat beberapa catatan sejarah mengenai perjuangan pergerakan kemerdekaan yang dilakukan oleh para tokoh-tokoh tarekat naqsyabandiyah yang bisa dijadikan sebagai sumber belajar sejarah islam (Kurniawan, 2021).
Tarekat Naqsyabandiyah memainkan peran penting dalam perkembangan Islam di Indonesia, tidak hanya dalam hal spiritualitas tetapi juga dalam aspek sosial dan sejarah perjuangan. Ajaran tarekat ini menekankan nilai-nilai kesadaran spiritual, keteguhan, keberanian, serta tanggung jawab terhadap sesama dan bangsa.
Nilai-nilai ini mendorong para tokoh Naqsyabandiyah untuk turut aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, melawan ketidakadilan dan penindasan kolonial dengan landasan iman dan kecintaan terhadap tanah air. Dalam konteks sejarah, kontribusi mereka menunjukkan bahwa ajaran tarekat bukan sekadar pendekatan pribadi kepada Allah, tetapi juga mencakup semangat kebangsaan dan keadilan sosial.
Oleh karena itu, Tarekat Naqsyabandiyah tidak hanya menjadi wadah pengembangan spiritual, tetapi juga menjadi sumber pembelajaran sejarah Islam yang berharga di Indonesia, memberikan contoh konkret bagaimana spiritualitas dapat berperan dalam membangun identitas nasional.
Dengan adanya Tharekat Naqsabandiyah maka muncullah kegiatan kegiatan ceramah agama, Tabligh Akbar dan kajian-kajian ke Islaman lainya bahwa segala sesuatu yang kita perbuat akan mendapatkan balasan dari Allah swt. Bersyukur atas nikmat Allah berikan kepada kita agar kita ikhlas dalam menjalani hidup yang penuh cobaan dan ujian segalah sesuatu datang dari Allah kembali kepada Allah.
Kontribusi Tharekat Naqsabandiyah dalam ibadah adalah puasa pada bulan rajab 10 hari penuh atau lebih bulan ini adalah bulan kemulian keutamaanya yaitu umat Islam akan mendapatkan ladang pahalanya, dan pada bulan sya`ban yaitu bulan yang dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah sehingga ada baiknya masyarakat melakukan amalanamalan yang dapat menambah pahala, misalnya dengan puasa dengan niat mendekatkan diri kepada Allah dalam hal beribadah maka masyarakat akan lebih giat, tekun dan khusyu’. Ia tidak akan melalaikan lagi kewajibanya terhadap Allah SWT (Nasrul, 2020).
Perkembangan Tarekat Qadiriyah
Tarekat ini didirikan oleh Syaikh Abd al-Qadir al-Jilani (470-561 H/1077-1166 M) yang terkenal dengan sebutan "alGhauth" atau "Quṭb al-Auliya’" atau sultan al-awliya’ (pemimpin para wali).
Tarekat Qadiriyah menempati posisi yang penting dalam sejarah tasawuf di dunia Islam, karena ia tidak hanya pelopor lahirnya organisasi tarekat, tetapi juga sebagai cikal bakal munculnya berbagai cabang tarekat di dunia Islam. Kendati struktur organisasinya baru muncul beberapa dekade setelah kematian pendirinya.
Semasa hidup sang syaikh telah memberikan pengaruh yang amat besar pada pemikiran dan sikap umat Islam (Styawati, Mengenal Tarekat di Dunia Islam, 2019). Tarekat Qadiriyah, yang didirikan oleh Syaikh Abd al-Qadir al-Jilani, memang memiliki pengaruh besar dalam sejarah tasawuf dan perkembangan organisasi tarekat di dunia Islam.
Syaikh Abd al-Qadir al-Jilani, yang dikenal dengan gelar-gelar kehormatan seperti "al-Ghauth" (penolong) atau "Sultan al-Awliya" (pemimpin para wali), tidak hanya dihormati karena ilmunya, tetapi juga karena kemampuannya menginspirasi umat untuk hidup dengan penuh ketakwaan dan keberanian dalam menjalani kehidupan spiritual. Kiprah beliau selama hidupnya sudah membawa pengaruh mendalam terhadap cara berpikir dan praktik keagamaan umat Islam. Meskipun struktur formal tarekat Qadiriyah baru terbentuk setelah wafatnya, warisan spiritualnya tetap hidup dan berkembang pesat.
Lebih dari sekadar jalur spiritual, tarekat ini menjadi fondasi bagi munculnya berbagai tarekat lain yang berakar pada nilai-nilai Qadiriyah, yang menekankan zikir, ketekunan, dan kedekatan pada Allah. Ini menjadikan tarekat Qadiriyah sebagai pelopor yang penting dalam dunia tasawuf, memberikan teladan bagaimana ajaran spiritual dapat diwariskan dan dijaga secara terorganisir, menjadi inspirasi bagi umat Islam hingga kini.
Kaum sufi dalam tarekat Qodiriyah menitikberatkan pengosongan “sirr” dari segala jenis pikiran selain Allah dan penyucian jiwa dari segala macam sifat tercela, hewani, dan syaithani. Mereka berpandangan bahwa ruh manusia berasal dari “Alam Perintah” (alam al-amr) dan mampu memantulkan cahaya Ilahi.
Namun, karena berbagai kotoran yang ada dalam jiwa, ia tidak bisa berbuat demikian. Pokok-pokok tarekat qodiriyah itu ada lima, diantaranya: Tinggi cita-cita, menjaga segala yang haram, memperbaiki khidmat terhadap Tuhan, melaksanakan tujuan yang baik, memperbesarkan arti karunia nikmat Tuhan.
Menurut tarekat qodiriyah siapa yang tinggi cita-citanya naiklah martabatnya, siapa yang menjaga segala yang haram maka Allah memelihara kehormatannya, siapa yang memperbaiki khidmat terhadap Tuhan kekallah ia dalam petunjuk, siapa yang memperbesar Allah (karena nikmat- Nya) ia akan mendapatkan tambahan nikmat dari-Nya (Firdaus, 2017). Tarekat Qadiriyah fokus pada pentingnya mengosongkan "sirr" atau batin dari pikiran selain Allah dan membersihkan jiwa dari sifat-sifat buruk seperti keserakahan, ego, dan pengaruh negatif.
Mereka yakin bahwa jiwa manusia berasal dari "Alam Perintah" (alam al-amr), dimana cahaya Ilahi berasal, namun terkadang terhalang oleh sifat negatif yang melekat pada manusia. Agar jiwa menjadi suci dan lebih dekat dengan Allah, tarekat ini mengajarkan lima prinsip utama: memiliki cita-cita yang tinggi secara spiritual, menjauhi segala larangan agama, memberikan pelayanan yang baik kepada Tuhan, memiliki tujuan hidup yang baik, dan bersyukur atas segala nikmat Allah.
Menurut ajaran ini, seseorang yang memiliki cita-cita spiritual yang tinggi akan dihormati oleh Allah, dan yang menjauhi larangan agama akan dilindungi oleh-Nya. Dengan meningkatkan kualitas ibadah dan pelayanan kepada Tuhan, seseorang akan lebih kokoh dalam mengikuti petunjuk-Nya.
Rasa syukur yang tulus atas berkat Tuhan akan membuka peluang untuk mendapatkan karunia-karunia baru. Ajaran ini tidak hanya membentuk karakter yang baik, tetapi juga memberikan arahan untuk menghadapi dunia dengan integritas, kesadaran, dan rasa syukur yang mendalam, menjadikan tarekat Qadiriyah lebih dari sekadar jalan spiritual, tetapi sebagai panduan hidup lengkap.
KESIMPULAN
Tarekat dalam tasawuf adalah cara khusus yang membimbing seseorang untuk mendekatkan diri secara spiritual kepada Allah, dibawah bimbingan seorang mursyid. Sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, tarekat bukan hanya teori atau praktik spiritual pribadi. Ini adalah suatu proses perjalanan rohani yang memerlukan bimbingan, ketekunan, dan disiplin untuk membersihkan hati dari sifat negatif.
Tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah di Indonesia menunjukkan bahwa spiritual tasawuf dapat berpengaruh pada kehidupan sosial, meningkatkan ketakwaan, dan menginspirasi kontribusi pada sejarah perjuangan bangsa.
Selain itu, tarekat juga berperan sebagai kelompok spiritual yang membantu anggotanya saling mendukung dalam perjalanan rohani mereka. Di tempat ini, tarekat mengajarkan nilai-nilai yang baik seperti memiliki tujuan yang tinggi, menjauhi larangan dalam agama, melayani Tuhan, dan bersyukur atas berkat yang diberikan oleh Allah.
Sehingga, tarekat bukan hanya sebagai cara spiritual untuk dekat dengan Tuhan, tetapi juga sebagai panduan hidup yang lengkap bagi para pengikutnya, untuk membentuk karakter yang jujur dan penuh kesadaran.
Penulis: Luthfiyyah Indrasari dan Hamidullah Mahmud
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H