Bagi sebagian masyarakat, melakukan nyekar atau ziarah ke kubur (makam) sanak keluarga di hari lebaran sudah menjadi agenda pasti setelah menunaikan salat Idulfitri. Tidak hanya mendoakan sanak keluarga yang telah mendahului berpulang ke Rahmatullah, agenda nyekar juga menjadi momentum pengingat diri, bahwa kita juga akan kembali kepada-Nya.
Dalam tulisan "Ziarah Kubur di Bulan Ramadhan dan Hari Raya", karya KH Munawwir Abdul Fattah Pengasuh Pesantren Krapyak Yogyakarta tertulis tidak ada perintah ataupun larangan terkait nyekar. Orang yang suka nyekar atau ziarah mengambil inisiatif untuk dapat kirim doa pada hari-hari yang penuh rahmat dan ampunan dan di hari yang berbahagia seperti Idulfitri.
Nyekar juga menjadi sebuah tradisi yang khas dalam mewarnai perayaan Idulfitri di Desa Sidorekso, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Usai salat Idulfitri di masjid, para warga bersama-sama melaksanakan nyekar ke Makam Dukuh Krajan Desa Sidorekso. Jarak makam yang relatif dekat dengan masjid membuat banyak warga memilih untuk berjalan kaki. Namun, tak sedikit pula yang menggunakan kendaraan roda dua untuk menuju ke makam. Suasana hangat, haru dan penuh kekeluargaan terpancar saat para peziarah berkumpul di sekitar makam leluhur mereka.
Memperkuat Silaturahmi Keluarga
Ziarah ke makam tak hanya menjadi momen untuk mendoakan leluhur, tapi juga menjadi ajang untuk memperkuat silaturahmi keluarga yang sudah lama tidak bertemu.
Salah seorang peziarah bernama Lia mengatakan bahwa berziarah ke makam keluarga sudah menjadi acara rutin saat hari raya. "Kami selalu ada ziarah kubur, tidak hanya hari raya saja, biasanya tiap hari Kamis juga. Ini kita bisa keluarga besar berziarah di sini karena bertepatan saudara meninggal. Biasanya ziarah di daerah masing-masing," ungkapnya.
Berbeda dengan tradisi nyekar atau ziarah kubur pada umumnya, di Sidorekso, pembacaan tahlil dipimpin oleh tokoh agama desa setempat. Sistem pembacaan tahlil terpusat ini sangat membantu para warga yang belum lancar membaca tahlil atau doa-doa.
"Saya kan kurang lancar baca tahlil ya mba, jadi itu sangat membantu. Jadi tidak malas ziarah ke makam," ujar Tyo, salah satu warga Sidorekso.
Fasilitas Sederhana Namun Berdampak Besar
Selain pendampingan pembacaan tahlil dan doa, Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dukuh Krajan juga menyediakan fasilitas gratis, yakni kursi kecil dan buku yasin tahlil bagi peziarah. Tidak ada penyewaan kursi berbayar di TPU Dukuh Krajan, karena sudah disediakan, masyarakat hanya perlu memakainya dan mengembalikan ke tempatnya setelah digunakan.Â
Begitu juga dengan buku-buku yasin dan tahlil. Disediakan dalam jumlah banyak dan diletakkan di dalam kotak yang aman dari panas dan hujan serta dapat dipinjam oleh peziarah. Tersedianya 'kotak buku yasin' ini juga membuka peluang bagi warga yang ingin bersedekah dalam bentuk buku-buku doa tersebut. Berdasarkan pengalaman penulis, tidak semua pemakaman umum memiliki tradisi pembacaan tahlil terpusat dan fasilitas seperti ini.
Fasilitas ini tentu menjadi nilai tambah bagi TPU Dukuh Krajan Sidorekso dan memberikan kenyamanan bagi para peziarah. Mozaik ziarah kubur dengan pembacaan doa terpusat serta fasilitas-fasiltas tersebut bisa dijadikan inspirasi bagi TPU daerah lain, namun tentu harus dipertimbangkan dan disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing, seperti ukuran luas TPU dan lain-lain. Namun apabila diterapkan, tentu akan sangat bermanfaat bagi peziarah.
Tradisi ziarah kubur di Sidorekso dengan keunikan pembacaan tahlil dan fasilitas gratis bagi peziarah menjadi contoh bagaimana sebuah tradisi dapat menjadi inspirasi yang inklusi dan beradaptasi dengan perkembangan zaman. Tidak hanya nguri-uri budaya namun juga menjadi pengingat akan nilai-nilai luhur budaya dan tradisi khas yang mewarnai perayaan Idulfitri sehingga patut untuk dilestarikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H