Mohon tunggu...
Luthfiyah Nurlaela
Luthfiyah Nurlaela Mohon Tunggu... -

Pendidik di Universitas Negeri Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kabar Duka dari MDB (1) Kapal Tenggelam

1 April 2015   19:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:40 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun sejurus kemudian, saya menelepon Wahyu lagi. "Wahyu, tolong sampaikan ke teman-teman, selalu pakai pelampung. Memang betul semua sudah takdir kalau sudah saatnya. Tapi setidaknya, ada upaya kita untuk masalah safety. Tolong, Wahyu. Bilang ke teman-teman, jangan merasa sudah cukup beradaptasi, jangan merasa malu pakai pelampung, tolong ya?"

Pagi ini saya ingin berbagi tugas dengan Pak Sulaiman. Saya meminta dia untuk menelepon keluarga Isnaeni. Nomor ponsel Bapak Ali Mashar, ayahnya Isnaeni, sudah saya peroleh. Apa pun yang terjadi, kami harus segera memberi tahu beliau. Tapi saya tidak sanggup untuk melakukannya.

Pak Sulaiman menyanggupi, namun sekitar pukul 09.00, seusai dia ngajar. Itu pun, dia meminta saya ada di dekatnya, supaya bila ayah Isnaeni bertanya-tanya, saya bisa membantu menjawabnya.

Sekitar pukul 08.30, akhirnya saya putuskan, saya yang menghubungi Pak Ali Mashar. Saat ini, informasi apa pun begitu cepat beredar, dan saya khawatir, Pak Ali Mashar akan mendengan dari orang lain sebelum saya memberi tahunya.

Maka dengan tangan gemetar, saya mengangkat telepon, mengirim SMS, "apakah betul ini nomor Bapak Ali Mashar?"

Tak berapa lama, ponsel saya berdering. "Sopo iki?" Suara di seberang.
"Ini Pak Ali Mashar?" Saya balik bertanya.
"Iya, siapa ini?"
"Bapak, saya Luthfiyah, koordinator SM-3T Unesa." Suara saya bergetar, tangan saya gemetaran memegang ponsel. "Bapak, saya ingin mengabarkan, Isnaeni semalam naik kapal, dan kapalnya tenggelam. Sampai saat ini, Isnaeni belum ditemukan." Suara saya tercekat di tenggorokan. Saya berusaha membuat suara saya setegar mungkin. Tapi laki-laki di seberang sana itu tak merespon kata-kata saya. Saya sedang membayangkan, beliau kaget, sedih, tak percaya,' kamitenggengen', sampai tak mampu bersuara.

"Bapak, saya harus segera mengabarkan ini pada Bapak, supaya kita semua di sini bisa bersama-sama berdoa, agar Isnaeni segera ditemukan dan dalam keadaan selamat."
"Iya, iya, amin." Akhirnya beliau menjawab.

"Begitu nggih, Bapak, sementara kabar dari saya, kalau ada kabar baru lagi, saya segera matur pada Bapak."

Pembicaraan saya tutup dengan salam. Saya terduduk lemas di kursi. Dalam kondisi limbung, saya menelepon Mas Nardi, petugas tiket. Saya minta dia cek jadwal pesawat ke Ambon hari ini. Dapat. Ada penerbangan pukul 21.00 menuju Ambon transit Ujungpandang, dan tiba di Ambon besok pagi pukul 06.00 waktu Ambon. Saya memesan dua tiket atas nama Heru Siswanto dan Febry Irsiyanto, dua teman tim PPPG yang sebelumnya sudah saya pastikan dulu kesanggupannya untuk berangkat ke Ambon.

Sore hari, saya menelepon Bapak Ali Mashar.
"Bapak, kalau Bapak ngersakke ke MBD, bisa kami dampingi."
"O begitu? Saya runding dulu dengan keluarga, Bu."

Akhirnya malam itu diputuskan, Pak Ali Mashar akan berangkat bersama Mohamad Nadir, Kakak Isnaeni. Beliau berdua menumpang travel dari Jember pukul 20.00, dan langsung menuju Bandara Juanda. Besok pagi, Pak Rahman Syam Tuasikal, akan mendamping beliau berdua terbang ke Ambon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun