Mohon tunggu...
Luthfi Wildani
Luthfi Wildani Mohon Tunggu... Penulis - Pecinta Hikmah dan Kebenaran

I'm Just The Ordinary Man and Thirsty Knowledge

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Paradoks Xenophobia

16 September 2016   20:50 Diperbarui: 16 September 2016   21:36 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : aseemrastogi2.files.wordpress.com

Contoh konkretnya seperti mereka menolak demokrasi, tapi justru mereka memanfaatkan dan menggunakan demokrasi untuk memuluskan misinya. Mereka bebas untuk melakukan demonstrasi besar-besaran yang tujuannya tidak lain dan tidak bukan untuk menolak sistem demokrasi itu sendiri. Padahal demonstrasi itu sendiri adalah produk dari demokrasi. Mereka juga bebas mempropagandakan misi mereka di mimbar-mimbar masjid dengan amunisi teks-teks agama. Mereka bebas menulis di media cetak maupun elektronik untuk mengagitasi orang lain supaya ikut paham mereka. kebebasan berpendapat seperti ini merupakan produk dari demokrasi.

Mereka juga sering melakukan upaya subversif untuk tidak mengakui dan taat kepada pemimpin hasil dari sistem demokrasi. Karena mereka menganggap pemimpin-pemimpin hasil dari demokrasi adalah thagut yang harus dijauhi. Tapi anehnya mereka tidak pernah sadar bahwa mereka juga sering mengambil manfaat dari kebijakan-kebijakan pemerintah hasil sistem demokrasi. Sebagian mereka ada yang menjadi PNS dan mereka sangat menikmati hasilnya. Sebenarnya masih banyak lagi anomali dan paradoks dari kelompok ini yang apabila kita telusuri mungkin kita akan menjumpai hal-hal yang terlihat konyol dan menggelikan.

Di akhir tulisan ini, penulis hanya ingin menyarankan kepada mereka, kalau mereka ingin merealisasikan misi dan tujuan mereka, kayaknya mustahil untuk bisa dilakukan, karena Indonesia ini dibangun dan didirikan dengan susah payah oleh para Founding Father kita. Mereka rela mati demi mempertahankan keutuhan NKRI. Dasar dan falsafah negara ini adalah hasil konsensus dari para tokoh bangsa ini. Kemudian dengan sekonyong-konyong kelompok ini ingin mengganti dasar dan falsafah negeri ini tanpa melibatkan elemen masyarakat yang lain. Harusnya mereka berkaca dulu, apa yang sudah mereka lakukan untuk menyejahterakan rakyat Indonesia? Apa sumbangsih mereka dalam membangun bangsa ini? Pengorbanan apa yang telah mereka perbuat untuk kemerdekaan bangsa Indonesia? Kontribusi apa yang telah mereka lakukan demi memajukan negeri ibu pertiwi? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya fundamental untuk mereka.

Semua orang di dunia sepakat bahwa kebutuhan mendasar sebuah negara itu ada tiga, yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Pertanyaannya, sudahkah mereka memiliki lembaga pendidikan untuk mencerdaskan rakyat Indonesia? Sudahkah mereka memiliki rumah sakit atau klinik kesehatan untuk menolong masyarakat yang sedang sakit dan butuh pertolongan? Sudahkah mereka memiliki lembaga atau institusi ekonomi untuk menopang kehidupan masyarakat? Jika mereka belum memiliki semua kebutuhan mendasar yang dibutuhkan oleh sebuah tatanan negara, maka misi dan cita-citanya hanyalah utopia kosong di siang bolong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun