Mohon tunggu...
Moch Luthfi Prayogi
Moch Luthfi Prayogi Mohon Tunggu... Lainnya - sesungguhnya kita adalah milik Allah, dan semuanya akan kembali kepada Allah

Moch Luthfi Prayogi adalah mahasiswa Stiamak Barunawati Surabaya program studi Ilmu Administrasi Logistik dan Kepelabuhanan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Cahaya Dalam Keluarga

25 Oktober 2020   01:01 Diperbarui: 25 Oktober 2020   02:12 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang Ayah telah berkata kepada anaknya:

Wahai anakku

Aku yang mengasuhmu ketika engkau lahir

Dan aku yang memenuhi kebutuhanmu ketika engkau remaja

Semua jerih payahku engkau minum dan engkau renggut sepuasmu

Bila engkau sakit di malam hari wahai anakku, maka aku tidak bisa tidur lantaran sakit yang kau derita

Aku resah dan gelisah, tidak bisa tidur  karena sedih dan khawatir

Aku mengkhawatirkan jiwamu disambar maut,padahal aku tahu kematian itu ada ajalnya

Seakan-akan, akulah yang sedang sakit, dan bukan engkau yang sakit, wahai anakku

Maka kedua mataku tak kuasa mengalirkan air mata

Tatkala engkau telah mencapai masa dewasa, dan kau telah menggapai cita-citamu

Yang dahulu itulah yang kuharapkan darimu

Jangan engkau membalas budi baikku dengan sikap keras dan kata-kata kasar

Seakan-akan engkaulah yang telah berbuat baik dan berjasa kepadaku

Seandainya engkau tidak memperdulikanku sebagai seorang ayah, anggaplah aku seperti tetanggamu

Sikapilah aku sebagaimana seseorang yang bersikap baik kepada tetangganya

Ayah, adalah cahaya dalam keluarga

Kehadirannya selalu diharapkan

Canda dan tawanya, adalah penghias kehidupan

Pelukannya dan kasih sayangnya, adalah pelita kehidupan

Memandang ayah, mendatangkan kebahagiaan

Kepergiannya , membawa kesedihan

Jangan kau Tanya tentang besarnya kegembiraan dan tingginya kebahagiaan yang meliputinya

Tatkala dia dikabari bahwa ibumu hamil mengandungmu

Dia begitu gembira sementara engkau masih di perut ibumu

padahal Engkau masih belum keluar di dunia ini

Semakin bertambah umurmu, semakin berlalu bulan demi bulan

Maka semakin besar penantiannya menantimu

Ayahmu semakin sayang kepada ibumu, karena engkau ada di dalam kandungannya

Kerinduan, semakin meliputinya

Menanti saat-saat kelahiranmu

Dia menghitung hari demi hari, dan malam demi malam

Menanti pertemuan yang indah denganmu


Betapa besar harapan yang dia gantungkan kepada dirimu

Betapa banyak angan-angan yang berputar di benaknya

Tatkala tiba saat engkau akan keluar dari perut ibumu

Tatkala ibumu menghadapi kesakitan yang luar biasa

Ayahmu juga merasakan beratnya penderitaan ibumu

Ayahmu berdoa dengan penuh cemas dan kegelisahan

Agar Allah meringankan penderitaan ibumu

Agar engkau keluar dengan selamat

Hingga tatkala ia mendengar tangisanmu

Dia mendengar teriakanmu

Diapun tak kuasa mengalirkan air mata kebahagiaan

Kasih sayang tiada tara kepadamu mengalir di lubuk hatinya

Dia begitu gembira melihat wajahmu berseri-seri tatkala memandangmu

Jangan kau tanya tentang cintanya kepadamu, sayangnya terhadap dirimu

Kemudian terus bertambah hari

Bertambah pula kasih sayangnya kepadamu

Hingga jadilah engkau nomor satu

Prioritas utama dalam kehidupannya

Jadilah engkau yang dilayani, di siang dan malamnya

Pikiran dan hatinya selalu bersamamu

Engkau yang selalu ia tanyakan

Dia bergembira tatkala melihat senyumanmu

Dia begitu resah apabila melihatmu menangis apalagi sakit

Dia tidak ingin engkau tersakiti sedikitpun

Hatinya teriris-iris jika mendengar tangisan sakitmu

Betapa sering matanya tak kuasa menahan air mata karena memikirkan kesehatanmu

Tatkala engkau semakin besar, pandangannya kepadamu semakin penuh harapan

Semua keinginanmu dipenuhi. Cita-citamu selalu ia perjuangkan

Dia bekerja untukmu tak kenal lelah

Keringat bercucuran tidak ia perdulikan

Hingga tatkala engkau menjadi seorang pemuda

Jadilah dirimu adalah kebanggaannya

Engkau diceritakan disana dan disini

Dia gembira dengan keberhasilanmu

Dia bahagia melihat derap langkah kakimu

Tahun-tahun berlalu, inilah hasil perjuangannya mendidikmu selama ini

Jerih payahnya yang penuh kesulitan dan penderitaan

Demi memperjuangkan kebahagiaanmu

Betapa banyak kesedihan yang dia lalui tatkala mendidikmu

Dimana dulu engkau membangkangnya

Betapa banyak gelas air mata pilu yang harus diminumnya.

Ketika engkau nakal dan melawannya

Memang dia pernah memarahimu

Tapi itu semua karena sayang kepadamu

Mungkin ia pernah menjewermu dan membentakmu

Akan tetapi semua itu karena khawatir akan dirimu

Dia melawan kerasnya kehidupan, Bertarung mencari nafkah

Semuanya demi kebahagiaanmu

Demi untuk melihat senyumanmu

Betapa sering engkau memintanya untuk membeli sesuatu

Sementara engkau tidak tahu kondisinya yang begitu berat

Namun, ia tidak pernah mengutarakannnya kepadamu

Engkau tidak peduli dengan dirinya, akan tetapi dia begitu memperdulikanmu

Baginya yang penting kebutuhan sekolahmu

Kebutuhan kuliahmu

Dia tidak perduli, meski harus berhutang

Meski harus dimaki dan hina orang

Semua itu demi dirimu

Betapa sering ia bangun di tengah gelapnya malam untuk mendoakanmu

Sementara engkau tidak tahu

Engkau sedang tidur pulas dalam mimpimu

Betapa sering air matanya mengalir

Memohon kepada yang Kuasa seraya berkata

"Ya Rabb, yang penting anakku menjadi anak yang berhasil"


Lihatlah, dia harus keluar di pagi hari untuk bekerja demi membahagiakanmu

Dia membanting tulang, untuk membangun rumah bagimu

Dia bekeluh keringat, agar engkau bisa makan enak

Dia menahan penderitaan pekerjaan, agar engkau bisa lulus dalam pendidikanmu

Itulah ayahmu...

Itulah perjuangannya...

Itulah pengorbanannya...

Dia memberikan segala sesuatu kepadamu, dan dia tidak meminta upah darimu

Dia berusaha semaksimal mungkin untukmu

Sementara dia tidak pernah menanti ucapan terima kasih darimu

Maka taatlah kepada Allah, yang memerintahkanmu untuk berbakti kepada ayahmu

Sungguh durhaka kepadanya adalah dosa besar

Menyakiti hati ayahmu adalah bencana bagimu

Membuatnya marah atau menangis adalah petaka bagimu


DemiAllah, akan datang suatu masa

Engkau tidak lagi melihat ayahmu
Pintu surga yang selama ini terbuka,
Telah diangkat oleh Allah

Jika ayahmu tiada engkau tidak bisa lagi memijitnya, 

memberinya hadiah dan membawakan makanan kesukaannya

Jangan pernah terputus doa darimu.
Itulah yang selalu diharapkan dalam kuburannya

Berinfaklah, bersedekahlah, berwakaflah untuknya.

Niscaya pahalanya akan melapangkan sempitnya kuburan ayahmu.

Akan menyinari gelapnya kuburan ayahmu.

Berbuat baiklah kepada keluarga dekat ayahmu.

Berbuat baik pula kepada sahabat-sahabat ayahmu.

Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.

Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil." (QS. Al-Isra': 23-24)

Sumber :

Khutbah Jum'at: Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A

https://www.youtube.com/watch?v=yqTttduxw1s

Stiamak_Luthfi Prayogi

 

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun