Setelah wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 632 M, muncul kekhawatiran akan hilangnya ayat-ayat Al-Qur'an karena banyak penghafal Al-Qur'an yang gugur dalam perang. Dalam konteks ini, Khalifah Abu Bakar memutuskan untuk mengumpulkan Al-Qur'an secara tertulis. Tugas ini dipercayakan kepada Zaid bin Tsabit, salah satu penulis wahyu. Proses ini menghasilkan sebuah kumpulan Al-Qur'an yang dikenal sebagai mushaf.
4. Penyusunan oleh Utsman
Pada masa Khalifah Utsman ibn Affan (644-656 M), terjadi perbedaan dalam bacaan Al-Qur'an di berbagai wilayah Islam. Untuk menghindari perpecahan dan kebingungan, Utsman memutuskan untuk mengkodifikasi Al-Qur'an dalam satu versi resmi. Ia mengutus Zaid bin Tsabit dan beberapa sahabat lainnya untuk menyusun mushaf Utsman, yang akhirnya menjadi standar Al-Qur'an yang diakui oleh umat Islam.
5. Distribusi Mushaf Utsman
Setelah mushaf Utsman disusun, salinan-salinan dibuat dan didistribusikan ke berbagai wilayah kekhalifahan Islam. Ini memastikan bahwa semua umat Muslim memiliki akses kepada Al-Qur'an yang sama, sehingga mengurangi perbedaan dalam bacaan dan penafsiran.
6. Perkembangan Selanjutnya
Sejak kodifikasi Utsman, Al-Qur'an terus dipelajari dan ditafsirkan oleh para ulama. Berbagai karya tafsir ditulis untuk menjelaskan makna dan konteks ayat-ayatnya. Al-Qur'an juga tetap terjaga keasliannya, dan hingga kini, umat Muslim di seluruh dunia mengacu pada mushaf yang sama.
Kesimpulannya adalah Kodifikasi Al-Qur'an merupakan proses yang melibatkan usaha  dari para sahabat Nabi untuk menjaga dan mewariskan wahyu Allah. Proses ini tidak hanya memastikan kelestarian Al-Qur'an, tetapi juga memperkuat kesatuan umat Islam dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H