Dalam sebuah ilustrasi, ibaratnya seorang guru yang menanyakan kepada siswa-siswinya tentang sebuah studi kasus, dimana bila ada yang bisa menjawab dengan memuaskan, maka guru tersebut akan memberikan sebuah hadiah. Dikarenakan adanya sebuah hadiah yang akan diberikan oleh guru tersebut, tentunya masing-masing siswa berlomba mengangkat tangannya agar terlihat dan terpilih oleh sang guru agar diberi kesempatan untuk menjawab (tak perduli apakah jawaban itu benar ataupun salah).
Alhamdulillah..., saya adalah orang pertama yang mendapat kesempatan bisa menjawab pertanyaan tersebut, dan hadiah yang saya dapatkan adalah Respon pertama dari Ibu Aam terhadap jawaban saya tersebut.
Setelah semua peserta berlomba mengirimkan jawaban agar dapat direspon oleh Ibu Aam, maka berdampak pada ricuhnya grup WhatsApp tersebut, sehingga dengan terpaksa Admin dari Grup WhatsApp tersebut kembali mengunci kolom chat (Wkwkwkwkwkwk.....)
Lalu Ibu Aam menyampaikan penjelasan dari pertanyaan yang ajukan kepada kita, yaitu "Dari jawaban bapak ibu, bisa disimpulkan bahwa semua penulis punya alasan yang berbeda namun memiliki tujuan yang sama yaitu belajar, menimba ilmu, hingga akhirnya bisa menulis buku."
Selanjutnya, setelah semua peserta dirasa telah menyimak grup WhatsApp, maka Ibu Aam melanjutkan materinya kepada para peserta. Berikut beberapa cuplikan materi (chat) yang disampaikan oleh Ibu Aam Nurhasanah melalui Grup WhatsApp dengan tema materi "Gali Potensi Ukir Prestasi".
Sesuai dengan tema malam ini, kita fokus pada bagaimana menggali potensi untuk mengukir prestasi. Jawabannya sederhana. Kita bisa mulai dengan apa yang kita sukai. Â Setiap manusia diberikan kesempatan yang sama untuk menggali segala potensi yang dimiliki untuk meraih prestasi. Sebagai contoh, saya suka menulis maka saya menekuni dunia tulis. Saya menulis dari apa yang saya sukai, apa yang kita alami, atau apa yang kita kuasai. Kita bisa menulis puisi, pantun, cerpen, novel, atau kisah inspiratif yang bisa menginspirasi negeri.
Namun, untuk penulis pemula banyak sekali kendala untuk memulai tulisan karena takut tulisan jelek, takut dibuli, tidak percaya diri, takut tulisan tidak sempurna, dan keraguan dalam mempublikasi tulisan sehingga tulisannya hanya disimpan di dalam draf dan membiarkan ide itu menguap hingga berlalu begitu saja. Saya juga merasakan hal itu saat pertama kali bergabung di dalam kelas ini.
Saya bahkan dulu bergabung di gelombang 8 dan tidak lulus. Namun, saya mencoba memupuk kembali rasa semangat dalam diri hingga memutuskan untuk mengulang kelas dan lulus di Gelombang 12. Masih ingat betul saat menjadi peserta, semangat saya berkobar saat menerima materi dari Bunda Kanjeng, hingga berbuah buku antologi dengan judul Semangat Menulis Bersama Bu Kanjeng. Bahagia rasanya, nama saya ada di urutan pertama dari 42 penulis se-Indonesia. Buku antologi adalah buku yang ditulis bersama dengan biaya keroyokan/patungan.