Mohon tunggu...
Luthfi Husnika
Luthfi Husnika Mohon Tunggu... -

Dari Sebuah Perspektif

Selanjutnya

Tutup

Politik

Berakhirnya Rezim Ali Abdullah Saleh Sebagai Anomali Gelombang Arab Spring di Yaman Tahun 2011

15 November 2017   12:41 Diperbarui: 15 November 2017   19:15 1774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gelombang Arab Spring yang bermula di Tunisia pada tahun 2011 telah berhasil menstimulasi negara Arab lainnya untuk melakukan aksi demo dalam rangka memperjuangkan demokrasi. Melihat kondisi politik negara kawasan Timur Tengah yang sebagian besar dipimpin oleh penguasa diktator dimana kekuasaan dipegang puluhan taun lamanya dan cenderung berdasarkan sistem keturunan atau kerajaan menimbulkan gelombang protes. Aksi protes tersebut dimaksudkan untuk merestrukturisasi sistem politik dan sistem pemilihan penguasa yakni ke arah yang demokratis atas kehendak rakyat. 

Gelombang demonstran yang muncul di Tunisia tersebut berhasil merobohkan Presiden Zine al-Abidine Ben Ali untuk turun dari kekuasaannya. Hal ini kemudian memicu munculnya Arab Spring di Mesir dengantujuan yang sama. Yaman sebagai salah satu negara kawasan Timur Tengah tidak luput dari gelombang Arab Spring tersebut.  Ribuan demonstratn berkumpul di Sanaa dan beberapa kota Yaman lainnya untuk meminta Presiden Ali Abdullah Saleh, Presiden Yaman yang telah berkuasa kurang lebih 33 tahun untuk mengundurkan diri dari jabatannya (Durac, 2012:5).  

Para pemrotes meneriakkan slogan-slogan yang pro terhadap demokrasi dan mengutuk kemiskinan serta pemerintahan yang korup.Berbeda dengan demonstrasi Mesir dan Tunisia, yang tampaknya memiliki sedikit kepemimpinan terpusat, demonstrasi di Yaman tampaknya telah diatur dan diarahkan oleh sebuah koalisi kelompok oposisi Yaman. Gelombang demonstran tersebut semakin meluas melihat kondisi ekonomi negara Yaman yang carut marut. 

Kemiskinan di negara tersebut memasuki tahap parah dan dapat dikatakan bahwa Yaman merupakan salah satu negara yang hampir gagal seperti Somalia. Kemiskinan dan krisis yang tak kunjung berakhir selama kepemimpinan Ali Abdullah Saleh tersebut memunculkan keinginan masyarakat untuk melakukan pergantian pemimpin. Bersamaan dengan gelombang Arab Spring yang sedang menghangat di Timur Tengah, berbagai kelompok dan suku di Yaman sepakat melakukan aksi.

Akan tetapi, hal yang kemudian menarik perhatian penulis adalah ketika gelombang Arab Spring melanda negara-negara Arab, para pemimpin Arab menunjukkan resistensi untuk melawan massa yang menentangnya demi mempertahankan kekuasaan yang telah lama mereka pegang. Hal tersebut berkebalikan dengan yang ada di Yaman, Presiden Saleh lebih memilih mengundurkan diri dan berjanji tidak akan mencalonkan diri dalam pemilihan periode selanjutnya. Melihat lamanya kekuasaan Presiden Ali Abdullah Saleh yakni selama kurang lebih 33 tahun kemudian memunculkan keanehan. 

Dapat dikatakan apa yang terjadi di Yaman adalah sebuah anomali, ketika para Pemimpin Arab memutuskan untuk keukeuh dalma mempertahankan kekuasaannya, pemimpin Yaman ini justru mengundurkan diri setelah puluhan tahun memimpin. Presiden Saleh menandatangani surat pengunduran dirinya pada 23 November 2011 dan lalu menyerahkan kekuasaannya sebagai presiden kepada wakilnya kala itu, 

Abed Rabbo Mansour Hadi. Krisis dan kondisi negara yang miskin serta pemerintah yang dinilai korup juga menjadi penyebab utama munculnya Arab Spring di Yaman yang kemudian berdampak pada mundurnya Presiden Ali Abdullah Saleh. Sebagai akibat dari peristiwa ini juga makin besarnya tuntutan penurunan rezim, presiden Saleh memutuskan untuk meninggalkan Yaman dan menetap di Saudi Arabia. Hingga ditandatanganinya Gulf Initiative

Pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh di Yaman bukan tanpa sebab tentunya. Faktor domestik dan internasional memiliki peranan yang cukup penting dalam peralihan kekuasaan tersebut. Transisi kekuasaan Yaman yang dipengaruhi oleh adanya Arab Spring tidak lepas dari peranan domestik maupun internasional. Hal tersebut yang kemudian akan menjadi pembahasan dalam artikel ini. 

Artikel ini nantinya akan membahas mengenai asal mula Yaman berserta dinamika politik dan konfliknya hingga naiknya Ali Abdullah Saleh sebagai presiden selama 33 tahun. Kemudian karena gelombang Arab Spring masuk keYaman kekuasaan selama 33 tahun tersebut harus berakhir dengan pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh yang dinilai sebagai sebuah anomaly. Analisis penyebab mundurnya Ali Abdullah Saleh juga akan dijelaskan berdasarkan faktor domestik maupun internasional.

SEJARAH DAN KONSTELASI POLITIK YAMAN

Yaman merupakan salah satu negara di kawasan Timur Tengah yang termasuk dalam golongan Jazirah Arab bagian Asia Barat Daya. Yaman diapit oleh beberapa wilayah perbatasan. Bagian timurnya berbatasan dengan Oman serta berbatasan dengan Arab Saudi dibagian utara. Sedangkan di selatan, garis pantai membentang lebih dari 1.000 kilometer di sepanjang Teluk Aden, membentang ke timur ke Laut Arab atau Samudra Hindia. Kemudian ke barat adalah Laut Merah yang sempit namun penting karena memisahkan Yaman dari Afrika (Fanack,2016). Tidak peduli bagaimana keadaan sistem politik Yaman saat ini, negara tersebut selalu mengendalikan ujung barat daya semenanjung arab-Babel Mandep, serta titik sumbat atau choke point dari dan ke arah Laut Merah (Wenner & Burrowes, 2017). Daerah tersebut juga merupakan titik terdekat dengan sub-Afrika terutama Djibouti dan Ethiopia yang memiliki sejarah asosiasi panjang.

peta-yaman-5a0c2ee64d669175c777d652.jpg
peta-yaman-5a0c2ee64d669175c777d652.jpg
Wilayah Yaman juga merupakan perlintasan penting bagi jalur kafilah besar untuk perdagangan darat dari Samudera Hindia ke Semenanjung Arab, serta ke Laut Tengah dengan adanya penemuan baru-baru ini. Karena kesuburan serta kemakmuran komersialnya, Yaman menjadi lokasi beberapa kerajaan kuno serta dikenali oleh sebagian orang Romawi kuno sebagai Arabia Felix atau Fortunate Arabia (Wenner & Burrowes, 2017). 

Nama tersebut disematkan sebagai penyebutan Yaman karena melihat letak strategisnya ditambah keadaan alam yang mendukung bagi keberlangsungan hidup dengan baik seperti tanah yang subur serta tempat berdagang yang strategis. Yaman sendiri merupakan daerah dengan curah hujan rendah setiap tahunnya. Iklim di Yaman tergolong kering panas subtropis dengan perbedaan sangat jauh antara suhu maksimum dan minimum (Weather Online, 2017).

Yaman terpisah kedalam dua bagian, yakni Yaman Utara dan Yaman Selatan. Yaman Utara merdeka pada tahun 1918 yang sebelumnya berada dibawah Khilafah Turki Usmani. Setelah merdeka Yaman Utara berubah menjadi Kerajaan Yaman yang kemudian dikudeta militer pada tahun 1962 sehingga lahirlah Republik Yaman dibawah pimpinan Abdullah as-Sallal dengan keberhasilannya menggulingkan raja Yaman Muhammad al-Badr (Encyclopedia Britannica, 2017). Para pengikut setia Kerajaan Yaman tidak terima atas penggulingan kekuasaan tersebut dan melakukan perlawanan. Kelompok pembela kerajaan yang memperjuangkan keberadaan Kerajaan Yaman memberontak dan dibantu oleh Kerajaan Arab Saudi. 

Disisi lain, pemerintah Republik Yaman menghalau perlawanan kelompok pembela kerajaan dengan dibantu Uni Soviet. Pada akhirnya, Republik Yaman memenangkan pertempuran dan perang berhenti pada tahun 1970. Keberadaan Republik Yaman tersebut pada akhirnya juga mendapat persetujuan Arab Saudi (Encyclopedia Britannica, 2017).

Beralih ke Yaman bagian selatan yang sebelumnya berada dibawah kekuasaan Inggris, berhasil merdeka pada tahun 1967 dan membentuk Republik Demokratik Rakyat Yaman dipimpin oleh Qathan Mohammed al Shaabi. Yaman Selatan merupakan satu-satunya wilayah Jazirah Arab yang masih dipengaruhi oleh paham Marxisme. Kedua wilayah Yaman tersebut berdiri dengan sistem pemerintahan yang berbeda pada awalnya. Namun, pada tahun 1990 Yaman Utara dan Yaman Selatan sepakat untuk melakukan reunifikasi (Wenner & Burrowes, 2017).  Salah satu dewan utama yang mempersatukan wilayah Yaman tersebut adalah Ali Abdullah Saleh yakni presiden Republik Arab Yaman atau Yaman Utara sebelumnya yang kemudian menjadi Presiden Mutlak Yaman. Apabila melihat kebelakang, Presiden Saleh sudah memimpin sejak tahun 1978 (Popp, 2015:1).

Republik Yaman muncul sebagai kesatuan dari Republik Arab Yaman (Yaman Utara) dan Republik Demokratik Rakyat Yaman (Yaman Selatan) pada Mei 1990. Dengan ditetapkannya perjanjian unifikasi tersebut, ibu kota Yaman Utara, yakni Sanaa berfungsi sebagai ibukota politik negara , sementara Aden, yang dahulu merupakan ibu kota Yaman Selatan, berfungsi sebagai pusat ekonomi Wenner & Burrowes, 2017). Dua wilayah Yaman tersebut mengalami sejarah yang sangat berbeda. Yaman Utara tidak pernah mengalami masa pemerintahan kolonial di tangan kekuasaan Eropa, sedangkan Yaman Selatan adalah bagian dari Kekaisaran Inggris dari tahun 1839 sampai 1967. Perbatasan kontemporer Yaman sebagian besar merupakan hasil dari tujuan serta kebijakan luar negeri Inggris, Kekaisaran Ottoman, dan Arab Saudi Wenner & Burrowes, 2017). Postunifikasi Yaman dibebani oleh korupsi kronis dan kesulitan ekonomi. Oleh karena itu,divisi berdasarkan agama, tribalisme, dan geografi terus memainkan peran penting dalam kegiatan politik Yaman. Tidak jarang mengarah pada kekerasan.

PERANG YAMAN

Imam Yahya penguasa Yaman Utara atau kerajaan Yaman merupakan seorang pemimpin yang berhaluan Syiah Zaidiah. Setelah berakhirnya Kerajaan Yaman akibat kudeta militer kelompok Ikhwanul Muslimin, Yaman Utara yang semula kerajaan berubah menjadi Republik Arab Yaman (Encyclopedia Britannica, 2017). Eksistensi kelompok ihkwanil muslimin tersebut tidak dapat dipandang sebelah mata mengingat keberhasilannya dalam kudeta militer dan mempertahankan Republik Arab Yaman dari serangan pemberontak pembela kerajaan Yaman. 

Selain itu, kekuasaan Ikhwanul Muslim di Yaman semakin besar ketika mereka menguasai separuh institusi pendidikan di Yaman serta mendapat sokongan dana yang besar dari Arab Saudi. Tokoh Ikhwanul Muslim juga menjadi pejabat di Dinas Intelejen negara dan berperan besar dalam membungkam kelompok kiri dan komunis. Tidak hanya itu, empat menteri penting juga dijabat orang dari kelompok  Ikhwanul Muslim seperti mentri keuangan, mentri dalam negeri, mentri pendidikan, dan mentri hukum. Masih banyak pula pejabat penting pemerintah yang berasal dari golongan Ikhwanul Muslim.

ikhwanul-muslimin-5a0c2f4863b2480bf944f1b2.jpg
ikhwanul-muslimin-5a0c2f4863b2480bf944f1b2.jpg
Pengaruh besar Ikwanul Muslim ini membuat khawatir Presiden Saleh dan sejak tahun 2001, sehingga Presiden Saleh mulai melucuti kekuasaan Ikhwanul Muslim dengan cara merombak sistem pendidikan. Sejak saat itu, kemudian konflik antara kedua belah pihak semakin meluas. Bila pada pilpres 1999, Ikhwanul Muslim yang merupakan Partai Islah/Partai Reformis mencalonkan Saleh sebagai kandidat presiden, tahun 2006 justru sebaliknya, mereka mendukung lawan Saleh yakni Faisal Bin Shamlan. Meskipun pada akhirnya Saleh tetap memenangkan pemilihan. Selain konflik dengan kelompok Ikhwanul Muslim, Rezim Saleh juga berkonfrontasi dengan kelompok sosialis dan suku Houthi (Popp, 2015:2). Meskipun dikatakan bahwa Yaman merupakan negara dengan sumber daya yang baik seperti cadangan minyak bumi, namun Yaman juga tergolong negara miskin. Hal tersebut mengakibatkan Yaman kesulitan menghadapi krisis yang terjadi sehingga memunculkan banyak pemberontakan masa Presiden Saleh.

Tahun 1994, Wakil presiden Ali Salim Beidh yang berasal dari gologngan sosialis mundur kemudian kelompok sosialis angkat senjata dan terjadilah perang sipil. Presiden Saleh, dibantu oleh Arab Saudi beserta  Partai Islah/Ikhwanul Muslimin akhirnya berhasil menundukkan pemberontakan tersebut. Sedangkan dalam kasus konflik dengan suku Houthi, bermula sejak tahun 2004. Suku Houthi yang bermazhab Syiah Zaidiyah menuntut otonomi khusus di wilayah Saada sebagai protes atas diskriminasi dan penindasan dari rezim Saleh (Popp, 2015:2). Tuntutan ini dihadapi dengan perlawanan senjata oleh Presiden Saleh dengan bantuan Arab yang kemudian mengakibatkan meletusnya perang sipil yang menewaskan lebih dari 5000 tentara dan rakyat sipil dari suku Houthi pada kurun waktu 2004-2008.

SIGNIFIKANSI GELOMBANG ARAB SPRING

Melihat selama masa kepemimpinan Presiden Saleh yang selalu berperang dengan rakyatnya sendiri, ditambah masalah kemiskinan yang semakin mencekik rakyat, hal tersebut kemudian memicu munculnya demo besar-besaran di Yaman pada tahun 2011. Aksi masa tersebut seiring dengan gelombang Arab Spring yang sedang melanda beberapa negara wilayah Timur Tengah lainnya. Rakyat Yaman dari berbagai suku dan mahzab bangkit dalam rangka menuntut pengunduran diri Presiden Saleh. Arab Spring sendiri bermula ketika gelombang demonstratsi pro-demokrasi melakukan aksi masa di beberapa negara kawasan TimurTengah dan Afrika Utara. Para pemimpin Tunisia dan Mesir yang tidak melakukan pergantian kemudian menimbulkan kerusuhan yang terus berlanjut ke negara-negara lain seperti Libya, Suriah, dan Bahrain (Encyclopedia Britannica, 2016). Sedangkan Arab Spring di Yaman, kelompok pro-demokrasi dan anggota oposisi melakukan demonstrasi menentang peraturan Presiden Ali Abdullah Saleh yang telah memegang kekuasaan selama lebih dari tiga dekade dengan kondisi keterbelakangan ekonomi negara, pergeseran konstelasi politik dan menimbulkan kekesalan pada banyak kalangan yang terdiri dari berbagai suku.

arab-spring-uprising-5a0c2f6bc252fa5b2152db25.jpg
arab-spring-uprising-5a0c2f6bc252fa5b2152db25.jpg
Pada akhir Januari 2011, setelah berakhirnya pemberontakan yang populer di Tunisia yakni dikenal dengan sebutan Jasmine Revolution, telah memaksa Presiden Zine al-Abidine Ben Ali untuk turun dari kekuasaannya, kemudian memicu demonstrasi serupa di Mesir. Arab Spring juga melanda Yaman yang masih termasuk kawasan Timur Tengah. Ribuan demonstratn berkumpul di Sanaa dan beberapa kota Yaman lainnya untuk meminta Presiden Ali Abdullah Saleh untuk mengundurkan diri sebagai presiden (Durac, 2012:5).  

Para pemrotes meneriakkan slogan-slogan yang pro terhadap demokrasi dan mengutuk kemiskinan serta pemerintahan yang korup.Berbeda dengan demonstrasi Mesir dan Tunisia, yang tampaknya memiliki sedikit kepemimpinan terpusat, demonstrasi di Yaman tampaknya telah diatur dan diarahkan oleh sebuah koalisi kelompok oposisi Yaman. Demonstrasi di Yaman berlanjut dengan diwarnai sedikit kekerasan antara demonstran dan pasukan keamanan. 

Sebagai tanggapan atas demonstrasi tersebut, Presiden Saleh membuat beberapa konsesi ekonomi, termasuk pengurangan pajak penghasilan dan kenaikan gaji pegawai pemerintah. Selain itu, dia berjanji untuk tidak mencalonkan kembali pemilihannya saat masa jabatannya berakhir pada tahun 2013, dan dia berjanji bahwa anaknya tidak akan menggantikannya menjadi presiden. Namun, langkah tersebut tidak berhasil menenangkan para demonstran karena menilai Saleh telah mengingkari janji sebelumnya untuk tidak mencari pemilihan kembali di tahun 2006 (Encyclopedia Britannica, 2016).

ANOMALI TURUNNYA ALI ABDULLAH SALEH

Masifnya gerakan demo di Yaman akhirnya berujung pada tergulingnya Saleh yang telah berkuasa 33 tahun. Ia melarikan diri pada November 2011 ke Arab Saudi, dan digantikan oleh Mansur Hadi. Namun, tahun 2012, Saleh kembali ke Yaman dan dilindungi oleh Mansur Hadi. Anak Saleh, Jenderal Ahmed Ali, bahkan tetap memiliki kekuasaan penting di militer. Dalam situasi ini, Al Qaeda melakukan aksi-aksi pengeboman, termasuk mengebom istana kepresidenan, menambah kacau situasi di Yaman (Durac, 2012:4). Singkat kata, pasca keberhasilan rakyat menggulingkan Saleh, yang berkuasa di Yaman adalah elit-elit lama, termasuk anasir Al Qaeda. Faksi-faksi yang banyak berjuang dalam upaya penggulingan Saleh justru disingkirkan, termasuk suku Houthi (gerakan Ansarullah). Ini memunculkan ketidakpuasan rakyat yang semula berharap terjadinya reformasi.

ali-abdullah-saleh-5a0c2f99c252fa672e7caef2.jpg
ali-abdullah-saleh-5a0c2f99c252fa672e7caef2.jpg
Namun apabila melihat kondisi yang terjadi di Yaman, terlihat berbeda dengan yang terjadi di negara kawasan Timur Tengah lain terutama negara yang terkena gelombang Arab Spring. Pemimpin negara Arab lain menunjukkan resistensi untuk melawan massa yang menentangnya demi mempertahankan kekuasaan yang telah lama mereka pegang, namun Presiden Saleh akhirnya justru mengundurkan diri. Presiden Saleh menandatangani surat pengunduran dirinya pada 23 November 2011 kemudian menyerahkan kekuasaannya sebagai presiden kepada wakilnya, yakni Abed Rabbo Mansour Hadi (Durac, 2012:8). Peristiwa yang terjadi di Yaman ini, dapat dikatakan sebagai sebuah anomali yang sangat berbeda dengan serangkaian peristiwa revolusi yang terjadi dalam tren Arab Spring sebelumnya. Ketika pemimpin negara lain baru dapat dijatuhkan dengan melalui aksi demonstrasi dan kekerasan yang dilakukan dari rakyat, dimana faktor internal seperti yang terjadi di Mesir dan Tunisia lebih berpengaruh, sedangkan di Libya, campur tangan pihak eksternal harus melalui tindakan militer. Dalam kasus Yaman ini, krisis di Yaman dapat diatasi dengan adanya upaya persuasi dari negara-negara lain. Dapat dikatakan, justru karena desakan dari faktor eksternal inilah yang kemudian membuat Ali Abdullah Saleh mau meletakkan jabatannya.

SIGNIFIKANSI FAKTOR DOMESTIK DAN INTERNASIONAL

Turunnya Ali Abdullah Saleh seolah memberikan gambaran bahwa dibandingkan dengan negara lainnya, transfer kekuasaan di negara ini dapat dilakukan dengan lebih mudah. Namun hal ini bukan terjadi tanpa alasan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi turunnya Presidean Ali Abdullah Saleh dari jabatannya sebagai presiden. Transisi kekuasaan Yaman yang dipengaruhi oleh adanya Arab Spring tidak lepas dari peranan domestik maupun internasional. Sama seperti negara Arab lainnya yang mengalami gelombang protes dan demonstran (Durac, 2012:5). 

Yaman juga mengalami hal tersebut. Krisis dan kondisi negara yang miskin serta pemerintah yang dinilai korup juga menjadi penyebab utama munculnya Arab Spring di Yaman yang kemudian berdampak pada mundurnya Presiden Ali Abdullah Saleh. Sebagai akibat dari peristiwa ini juga makin besarnya tuntutan penurunan rezim, presiden Saleh memutuskan untuk meninggalkan Yaman dan menetap di Saudi Arabia hingga ditandatanganinya Gulf Initiative (Durac, 2012:7-8).

demonstran-yaman-5a0c2fa2516995412455ef62.jpg
demonstran-yaman-5a0c2fa2516995412455ef62.jpg
Tindakan protes yang dilakukan oleh warga ini ternyata telah memecah konsentrasi pemerintah dalam upayanya menekan pergerakan pemberontak Houthi dan Al-Qaeda. Di saat perhatian pemerintah terpecah belah inilah kaum pemberontak berhasil melancarkan aksinya dengan melakukan penyerangan terhadap istana dengan sasaran lansung Presiden Ali Abdullah Saleh sendiri (Durac, 2012:8). Dengan demikian, situasi politik dan keamanan semakin tidak kondusif. Di saat yang sama pemerintah Yaman juga tengah menghadapi permasalahan ekonomi yang sangat pelik. Yaman merupakan Negara yang  miskin diantara negara-negara Arab lainya, bahkan Yaman bisa dikatakan sebagai Negara yang hampir gagal seperti Somalia.

Sedangkan faktor internasional yang mempengaruhi konstelasi politik di Yaman adalah karena adanya pengaruh Arab Spring oleh negara-negara kawasan Timur Tengah. Selain itu, adanya campur tangan negara lain seperti Amerika Serikat juga turut memegang peran penting. Penandatanganan Gulf Initiative yang diinisiasi oleh GCC (Gulf Cooperation Council) menjadi poin penting bagi tindakan yang diambil oleh presiden Yaman ini. 

Ditandatanganinya Gulf Initiative ini berdasarkan atas desakan dari negara-negara GCC, termasuk Amerika Serikat, termasuk juga berhasil mempengaruhi parlemen untuk memberikan amnesti bagi mantan presiden Ali Abdullah Saleh dan keluarganya (Durac, 2012:8). Tindakan campur tangan yang jauh dari negara-negara ini tentu saja bukan tanpa alasan. Masing-masing negara ini memiliki kepentingan tersendiri terhadap stabilitas politik dalam negeri Yaman. Walaupun negara-negara ini telah diuntungkan dengan kepemimpinan rezim Ali Abdullah Saleh, namun stabilitas Yaman tetap menjadi prioritas untuk mempertahankan kepentingan-kepentingan mereka.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa berakhirnya Rezim Ali Abdullah Saleh di Yaman dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor domestik dan faktor internasional seperti pengaruh dari negara lain. Krisis dan kondisi negara yang miskin serta pemerintah yang dinilai korup juga menjadi penyebab utama munculnya Arab Spring di Yaman yang kemudian berdampak pada mundurnya Presiden Ali Abdullah Saleh. 

Sebagai akibat dari peristiwa ini juga makin besarnya tuntutan penurunan rezim, presiden Saleh memutuskan untuk meninggalkan Yaman dan menetap di Saudi Arabia hingga ditandatanganinya Gulf Initiative. Mundurnya Presiden Ali Abdullah Saleh yang merupakan anomali ditengah resistensi pemimpin Arab yang keukeuh mempertahankan kekuasaannya dipengaruhi oleh dua faktor tersebut. Ketika pemimpin negara lain baru dapat dijatuhkan dengan melalui aksi demonstrasi dan kekerasan yang dilakukan dari rakyat, dimana faktor internal seperti yang terjadi di Mesir dan Tunisia lebih berpengaruh, sedangkan di Libya, campur tangan pihak eksternal harus melalui tindakan militer. Dalam kasus Yaman ini, krisis di Yaman dapat diatasi dengan adanya upaya persuasi dari negara-negara lain. Dapat dikatakan, justru karena desakan dari faktor eksternal inilah yang kemudian membuat Ali Abdullah Saleh mau meletakkan jabatannya.

Referensi:

Durac, Vincent. 2012. Yemen's Arab Spring -- Democratic Opening or Regime Maintenance?. London School of Economics and Political Science : BRISMES Annual Conference 2012.

Encyclopedia Britannica. 2016. Yemen Uprising of 2011-12. Tersedia online dalam : https://www.britannica.com/event/Yemen-Uprising-of-2011-2012. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2017.

-------------------------------, 2017.Yemen. Tersedia online dalam :  https://www.britannica.com/place/Yemen/History#ref484800. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2017.

Fanack Chronicle of Middle East & North Africa, 2016. Tersedia online dalam : https://chronicle.fanack.com/yemen/geography/. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2017.

Popp, Roland. 2015. War in Yemen: Revolution and Saudi Intervention. CSS Analyses in Security Policy : CSS ETH Zurich

Weather Online, 2017, Tersedia Online dalam : https://www.weatheronline.co.uk/reports/climate/Yemen.htm. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2017.

Wenner, Manfred W.  & Burrowes, Robert , 2017. Tersedia online pada : https://www.britannica.com/place/Yemen. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2017.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun