Awalnya, Ki Trusnosono tinggal di kawasan Kapuan di lereng Gunung Merapi, tidak jauh dari Gunung Bibi atau Gunung Ijo. Ki Trusnosono kemudian menerima perintah dari Raja Kraton Solo, memintanya untuk memilih lokasi yang dia akan memimpin. Ki Trunosono memilih punggungan bukit untuk menjadi pelopor Gir Pasang. Â Ki Trusnosono memiliki sembilan orang anak.Â
Di antara sembilan anak itu, mereka tersebar. Banyak anak yang tinggal di desa yang sekarang disebut Gir pasang, yaitu Ki Truno Pawiro, Ki Truno Rejo dan Rajiyo. Ki Truno Pawiro. Â
Warga Girpasang melaksanakan tradisi apeman yang dilaksanakan setiap malam jumat legi (tanggalan jawa) di betuas tempat berkumpulnya warga. Saat memasuki putaran ketujuh tradisi apeman, warga menggelar tradisi golong berupa jamuan atau sering disebut juga kenduri, menghidangkan nasi golong atau nasi yang dibuat dengan di kepal-kepal. Tradisi ini diadakan untuk berterima kasih kepada warga atas rasa syukurnya atas hasil pertanian yang melimpah di muka bumi ini, yang masih bisa dinikmati hingga saat ini.
"Kata nenek moyang, tradisi ini bertujuan untuk memohon agar kebun bebas dari serangan hewan. Banyak kera di sini. Jika  menanam tanaman palwija dan jagung, akan diberi keselamatan"
Selain itu, ada tradisi khusus ketika warga menjual ternaknya (seperti sapi). Sebelum ternak itu berjalan menuruni tebing untuk dijual, warga menggelar upacara memetri. "Memetri seperti syukuran. jika harganya lebih dari 15 juta rupiah, hidangan ini bisa berupa ingkung dan nasi tumpeng. Tujuannya agar aman dan sampai di tujuan karena jalannya sangat rawan,"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H