Mohon tunggu...
Luthfi Farieza
Luthfi Farieza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya adalah seorang yang bermain di ranah multimedia. Sekarang lebih kita kenal dengan sebutan industri kreatif. Disini saya akan membagikan sesuatu yang menurut saya pantas untuk dikenang.

Setiap manusia tentu memiliki beberapa sisi yang tidak diperlihatkan setiap saat. Entah itu baik buruk atau apapun bentuknya. Saya juga manusia dan tentu memiliki sisi berbeda. Luthfi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kampung Gir Pasang

2 November 2021   10:54 Diperbarui: 2 November 2021   11:01 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gir Pasang bukanlah tempat mewah di tengah  kota. Terletak di desa Tegal mulyo di kecamatan Kemalang Kabupaten Klaten, desa ini jauh, tetapi sekarang menjadi ikon populer untuk wisata alam. 

Dusun Gir Pasang berada sekitar 1.800 meter di atas permukaan laut. Pemukiman ini berjarak sekitar 45 km dari puncak Gunung Merapi dan berbatasan dengan  Kabupaten Boyolali. Terletak di Kawasan Rawan Bencana (KRB) II, permukiman ini dianggap aman karena dilindungi oleh bukit yang disebut Gunung bibi. 

Dari desa, kita dapat dengan jelas melihat puncak gunung Merapi saat matahari bersinar. Udara sejuk nan teduh dipadukan dengan lukisan kota Klaten dan sekitarnya. Sayangnya, desa ini merupakan rumah bagi 34 orang dari 12 keluarga dan terletak di tengah Lembah Pakis. Kedalaman jurang sekitar 150 meter, memisahkan Gir Pasang dari pemukiman lain.  

Akses darat ke desa  jalan satu-satunya yaitu naik turun tangga. Namun, sejak tahun 2013, keterpencilan ini mulai berubah setelah merintis garapan desa wisata. Salah satu objek wisata yang terletak di dataran tinggi kabupaten Klaten ini bahkan kerap di kunjungi orang orang penting. 

Gubernur Jawa Tengah, Bupati Klaten. Tujuannya adalah untuk mencari ketenangan batin. Selain itu Kampung Gir Pasang ini kerap di jadikan tempat favorit di kalangan anak muda untuk berburu sunset dan sunrise oleh wisatawan dengan menikmati sensasi naik gondola.

FASILITAS KAMPUNG GIR PASANG

Berbicara tentang fasilitas, tempat ini sudah cukup memadai. Terdapat warung-warung makan kecil yang menjajakan makanan juga minuman di area tempat wisata. Bagi penikmat kopi tak perlu khawatir di kampung gir pasang ada coffeshop yaitu "Omah Kopi" kita bisa menikmati secangkir kopi dengan memandangi gondola yang berlalu-lalang. Serta di wisata ini menyediakan toilet umum juga parkiran yang luas.

TIKET MASUK  KAMPUNG GIR PASANG

Untuk bisa menikmati keindahan alam di kampung gir pasang, sebelumnya kita harus memiliki tiket masuk. Harga tiket masuk sendiri sangat terjangkau, yaitu cukup membayar parkir sebesar Rp. 2000. Dengan harga berikut dapat dikatakan sangat sepadan dengan apa yang disajikan objek wisata ini. Jika ingin naik gondola harga tiketnya juga relatif murah cukup membayar Rp. 40.000 dengan membayar segitu kita bisa mencoba sebanyak 4 orang dengan pulang pergi ke Kampung Gir Pasang, tempat ini cocok dikunjungi mahasiswa, keluarga besar, dan juga sang pujaan hati untuk berlibur bersama atau hanya sekedar mencari ketenangan semata.

SEJARAH KAMPUNG GIR PASANG

Mengenai sejarah,  bahwa dahulu cikal bakal Gir Pasang tidak dapat dipisahkan dari nenek moyang desa itu bernama Ki Trusnosono. 

Awalnya, Ki Trusnosono tinggal di kawasan Kapuan di lereng Gunung Merapi, tidak jauh dari Gunung Bibi atau Gunung Ijo. Ki Trusnosono kemudian menerima perintah dari Raja Kraton Solo, memintanya untuk memilih lokasi yang dia akan memimpin. Ki Trunosono memilih punggungan bukit untuk menjadi pelopor Gir Pasang.  Ki Trusnosono memiliki sembilan orang anak. 

Di antara sembilan anak itu, mereka tersebar. Banyak anak yang tinggal di desa yang sekarang disebut Gir pasang, yaitu Ki Truno Pawiro, Ki Truno Rejo dan Rajiyo. Ki Truno Pawiro.  

Warga Girpasang melaksanakan tradisi apeman yang dilaksanakan setiap malam jumat legi (tanggalan jawa) di betuas tempat berkumpulnya warga. Saat memasuki putaran ketujuh tradisi apeman, warga menggelar tradisi golong berupa jamuan atau sering disebut juga kenduri, menghidangkan nasi golong atau nasi yang dibuat dengan di kepal-kepal. Tradisi ini diadakan untuk berterima kasih kepada warga atas rasa syukurnya atas hasil pertanian yang melimpah di muka bumi ini, yang masih bisa dinikmati hingga saat ini.

"Kata nenek moyang, tradisi ini bertujuan untuk memohon agar kebun bebas dari serangan hewan. Banyak kera di sini. Jika  menanam tanaman palwija dan jagung, akan diberi keselamatan"

Selain itu, ada tradisi khusus ketika warga menjual ternaknya (seperti sapi). Sebelum ternak itu berjalan menuruni tebing untuk dijual, warga menggelar upacara memetri. "Memetri seperti syukuran. jika harganya lebih dari 15 juta rupiah, hidangan ini bisa berupa ingkung dan nasi tumpeng. Tujuannya agar aman dan sampai di tujuan karena jalannya sangat rawan,"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun